x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 7 September 2020 10:41 WIB

Kampus Rujukan Menuju Panutan; Spirit Dies Natalis ke-17 Unindra

Membahas dies natalis suatu kampus, tentu tidak dapat dipisahkan dari sejarah. Dari kampus rujukan menuju panutan. Dies Natalis ke-17 Unindra

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Selamat Dies Natalis ke-17 Universitas Indraprasta PGRI (Unindra). Semoga semakin maju dan jaya.

Membahas dies natalis suatu kampus, tentu tidak dapat dipisahkan dari sejarah. Sederhananya, kata "Dies Natalis" pun punya sejarah, yang berarti hari lahir. Konon zaman romawi, dies natalis digunakan untuk memperingati kelahiran dewa surya. Lengkapnya "dies natalis solis invicti". Lalu di KBBI, dies natalis berarti “hari ulang tahun berdirinya suatu lembaga pendidikan tinggi”.

Nah kini, di 6 September 2020, persis di tengah wabah Covid-19. Unindra memperingati Dies Natalis ke-17. Bertajuk “Kita Unindra, Unindra Kita”, saya pun menuliskan ini sebagai “kado untuk Unindra”. Agar semakin maju, makin memberi maslahat kepada umat. Selalu peduli, mandiri, kreatif, dan adaptif bagi keluarga besarnya. Mahasiwa, dosen, staf, dan masyakarat umumnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Dies natalis adalah sebuah perjalanan sejarah. Sejak tahun 1994 seusai kuliah S1, saya mengabdi di Unindra saat masih bernama STKIP PGRI Jakarta pun sebuah sejarah. Tentu ada cerita panjang di dalamnya. Setelah 26 tahun mengabdi, setidaknya cerita-cerita indah bersama Unindra pun akan saya tuliskan. Suatu saat nanti …

 

Unindra kali ini, saya menyebutnya “Kampus Rujukan Menuju Panutan”.

Mungkin sebagian orang tidak suka sejarah. Apalagi yang masa lalunya kelam. Tapi siapapun, termasuk kampus, tidak akan pernah bisa mengabaikan sejarah. Karena rekam jejak hanya ada di sejarah. Sejarah, memang cuma masa lampau. Tapi tidak ada hari ini bila tidak ada masa lampau. Apapaun dan siapapun, pasti terikat oleh sejarah. Terikat oleh ruang dan waktu. Ruang mengurai "tempat" terjadinya sejarah. Sedangkan waktu mengurai "kapan" terjadinya sejarah itu. Unindra pun demikian adanya. Telah terbukti mengisi ruang dan waktu, dari STKIP PGRI Jakarta menjadi Universitas Indraprasta PGRI.

 

Karena sejarah adalah cermin konsistensi atau istiqomah sebuah sikap dan perilaku. Yang hanya bisa diukur oleh waktu dan proses yang dijalankan, secara terus-menerus tanpa akhir, bukan sebaliknya. Karena apa yang terjadi hari ini sudah ada waktunya, sudah ada prosesnya. Tidak ada yang terjadi dengan sendirinya. Tentu semua atas kehendak-Nya.

 

Sejarah itu pula yang telah ditunjukkan Unindra, saat dies natalis ke-17 di tahun 2020 ini.

Dalam catatan ini, bolehlah saya menyebut “Unindra, Kampus Rujukan Menuju Panutan”. Kampus perguruan tinggi swasta di Jakarta yang kini menjadi tempat belajar sekitar 35.000 mahasiswa dengan 1.100 dosen. Di usia “sweet seventeen”, Unindra kian berkomitmen untuk 1) memberikan layanan terbaik kepada seluruh mahasiswa,2)  mengoptimalkan sarana dan prasarana belajar, baik di Kampus Gedong Pasar Rebo atau  Kampus Ranco Tanjung Barat, 3) mentradisikan penelitian dan pengabdian masyarakat segenap civitas akademis-nya, dan 4) meningkatkan kompetensi dosen melalui program beasiswa S3 dosen yang mencapai 90 dosen.

 

Di era digital dan revolusi industri 4,0, Unindra terus “bermetamorfosis” menjadi kampaus yang menerapkan nilai-nilai yang menjadi “university culture” yang “peduli, mandiri, kreatif, adaptif”. Sehingga mampu menjadi kampus yang berkualitas dan kompetititf. Demi tegaknya tradisi akademis segenap civitas akademika Unindra. Itulah yang disebut “kampus rujukan menuju panutan”.

 

Adalah Ivan Illich, filosof pendidikan yang menegaskan. Bahwa institusi institusi pendidikan bukan sebuah komoditas. Maka kampus bukanlah pabrik yang mengolah “bahan baku” mahasiswa, lalu mengubahnya menjadi “produk” pekerja. Pendidikan bukanlah wadah yang memberi janji kepada seorang mahasiswa pasti mendapatkan sukses dan terjamin hidupnya. Tapi pendidikan adalah proses untuk menemukan jati diri dan sanggup “bertahan hidup” dalam setiap keadaan dengan karakter yang kokoh dan keteladanan yang dimilikinya. Proses belajar untuk menjawab setiap tantangan dan perubahan zaman yang tidak terbatas hanya di ruang kelas, deschooling society.

 

Belajar adalah sebuah sejarah. Maka belajar pun bersifat dinamis, tidak statis. Persis seperti bumi tempat berpijak manusia pun akan mengulang sejarahnya hingga kiamat tiba nantinya. Manusia di masa tuanya pun akan mengulang sejarah masa kecilnya. Seperti kata Heraclitus "panta rei", tidak ada yang tidak berubah. Semua sisi kehidupan pasti bergerak dan berubah. Tinggal masalahnya, mampu atau tidak kita menyikapi perubahan dan tetap realistis dalam menerima keadaan.

 

Maka Dies Natalis ke-17 Unindra, sangat layak disematkan predikat “Kampus Rujukan Menuju Panutan”. Sebuah kampus yang dapat menjadi acuan pembelajaran hingga berujung keteladanan. Baik dalam pikiran, sikap, dan perilaku. Untuk selalu istiqomah dalam mencerdaskan anak bangsa.

 

Terima kasih Unindra telah menjadi bagian dalam perjalanan dalam setiap langkah kehidupan anak manusia. Semoga maju terus dan jaya selalu sambil tetap bersyukur dengan ikhlas dan tulus.  #DiesNatalis17Unindra #UnindraKeren

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler