x

Iklan

Sri Kandhi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Agustus 2020

Minggu, 11 Oktober 2020 18:38 WIB

Omnibus Law Cipta Kerja: Penolakan adalah Preseden Buruk bagi Calon Investor Indonesia

Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, dirinya khawatir penolakan dari berbagai kalangan ini malah menjadikan preseden buruk bagi investor yang akan berinvestasi di Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-Undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Senin (5/10/2020). Kini, UU Ciptaker telah resmi menjadi undang-undang yang berlaku di Indonesia. 

Berbicara mengenai Omnibus Law, UU yang dikenal dengan UU sapu jagat ini berfungsi untuk merampingkan dan menyederhanakan regulasi agar lebih tepat sasaran. Di Indonesia, omnibus law difungsikan untuk mengubah puluhan UU yang dinilai menghambat investasi. Di antaranya adalah UU Ketenagakerjaan, sekitar 74 UU yang diubah pada UU omnibus law

Omnibus law bukanlah barang baru, UU ini lazim digunakan di beberapa negara common law dan kurang dikenal di negara bersistem civil law seperti Indonesia. Di Amerika Serikat, omnibus law telah digunakan sebagai UU lintas sektor.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gagasan omnibus law sendiri telah diperkenalkan oleh Presiden Joko Widodo pada pelantikannya yang kedua ketika menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2019. Presiden Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut omnibus law. Saat itu, Jokowi mengungkapkan rencana mengajak DPR untuk membahas dua undang-undang yang akan dijadikan omnibus law. Kedua undang-undang tersebut adalah UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan. 

Mengapa pada akhirnya Jokowi menggagas omnibus law untuk diterapkan di Indonesia? Hal ini sebenarnya berasal dari kekecewaan Presiden Joko Widodo lantaran minimnya investasi yang hadir di Indonesia. Padahal, dengan adanya investasi maka roda pergerakan ekonomi Indonesia akan berjalan dengan baik, terutama saat ekonomi Indonesia menjajaki era ekonomi digital.

Selain itu, prediksi Jokowi mengapa Indonesia minim dilirik investor karena adanya regulasi, birokrasi, dan hukum yang berbelit. Hal-hal tersebut menjadikan investasi di Indonesia tidak lagi ‘seksi’. Namun sepertinya, prediksi Jokowi tersebut benar terkait minat investor asing yang terganjal oleh kepastian hukum serta perundang-undangan yang berbelit. Tidak hanya itu, tata kelola pengelolaan dana yang kurang transparan, serta pengendalian resiko saat investasi berjalan mengakibatkan banyak investor berpaling dari kepakan Sang Garuda. 

Dukungan dari berbagai elemen telah menjadikan UU sapu jagad ini akhirnya disahkan menjadi UU. Akan tetapi, banyak pula penolakan dari berbagai kalangan terutama kaum pekerja. Bahkan, saat pengesahan UU sapu jagad ini banyak elemen buruh yang hendak menyatroni kantor DPR untuk menyuarakan penolakan mereka atas disahkannya UU tersebut. 

Menurut Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy, dirinya khawatir penolakan dari berbagai kalangan ini malah menjadikan preseden buruk bagi investor yang akan berinvestasi di Indonesia.

Dirinya juga menambahkan, investor juga memiliki pertimbangan lain jika ingin berinvestasi di suatu negara. Bukan hanya permasalahan kemudahan izin, logistik, harga bahan baku industri, namun juga kondisi politik, hukum, hak asasi manusia (HAM), dan keamanan. 

UU Omnibus Ciptaker memiliki tujuan baik, yakni membuat investasi yang tadinya mampet menjadi mengucur lebih deras. Namun, jika preseden buruk dari penolakan ini terus terjadi, apakah ini keputusan yang tepat? Atau malah, Indonesia berjalan mundur dari posisi saat ini? Apakah ini ‘lompatan katak’ yang tepat bagi Indonesia? Mari kita semua merenung dan berharap yang terbaik, untuk negara dan penghuninya.

Ikuti tulisan menarik Sri Kandhi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler