x

Iklan

Shilvya

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 1 Januari 2021 08:28 WIB

Pendayagunaan Harta Wakaf Produktif dalam Sudut Pandang Hukum Islam


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pendayagunaan harta wakaf dilakukan melalui cara pengelolaan dan investasi. Hal ini dikarenakan harta wakaf hanya bisa digunakan hasilnya, adapun pokoknya harus tetap terpelihara. Termasuk harta wakaf produktif, yang secara ekonomi harus dikelola sesuai dengan potensinya untuk menghasilkan sehingga manfaatnya dapat disalurkan sesuai peruntukannya.

Investasi harta wakaf dalam aturan Islam merupakan sesuatu yang sangat unik dan berbeda dengan investasi pada sektor pemerintah (public sector) maupun sektor swasta (private sector). Keunikan sektor wakaf ini terkadang disebut sebagai ‘sektor ketiga’ (third sector) yang berbeda dengan sektor pemeritah dan sektor swasta. Keunikannya terlihat dari pengembangan harta melalui wakaf yang tidak didasarkan pada target pencapaian keuntungan bagi pemodal saja, akan tetapi lebih didasarkan pada unsur kebajikan dan kerja sama.

Aktivitas investasi wakaf dilakukan sebagai upaya pengembangan, pendayagunaan, pemberian nilai tambah ekonomi, dan peningkatan nilai manfaat sosial atas harta wakaf itu sendiri. Aktivitas investasi wakaf ini juga ditujukan terhadap sektor riil yang menguntungkan sesuai target market dan risk acceptance criteria. Aktivitas ini akan dijalankan melalui penggunaan dana wakaf yang dihimpun sesuai program wakaf. Penghimpunan dana wakaf juga dilakukan dengan pola kerjasama investasi yang bersifat komersil dari para investor menggunakan pola Musyarakah, Ijarah, dan pola investasi komersil lainnya sesuai syariah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Wakaf memiliki sejarah perjalanan yang panjang dalam instrumen sosial dan ekonomi masyarakat Muslim. Kesuksesan perwakafan dalam sejarah Islam menunjukkan bahwa Islam mampu memberi solusi jaminan sosial dan kesejahteraan terhadap penganutnya. Wakaf dalam sejarah Islam bukan hanya menjadi sebuah pilar kesejahteraan masyarakat atau perorangan, akan tetapi wakaf telah menjadi pilar ekonomi negara dalam membangun infrastruktur, ekonomi, ketahanan dan peradaban. Sebagaimana spirit perwakafan yang ditunjukkan oleh sahabat sayyidina Umar bin Khattab pada waktu mewakafkan tanah yang paling baik dan subur di Khaibar yang mana dapat memberi kontribusi terhadap kebutuhan masyarakat dalam mensejahterakan umat.

 

Ada beberapa pendapat ulama mengenai pendayagunaan aset wakaf dalam sudut pandang hukum Islam, diantaranya:

Menurut Hanafiyah, wakaf adalah menahan materi benda (al-‘ain) milik Wakif dan menyedekahkan atau mewakafkan manfaatnya kepada siapapun yang diinginkan untuk tujuan kebajikan (Ibnu al-Humam: 6/203). Dari definisi ini dapat dilihat bahwa kepemilikan harta tetap di tangan wakif, bahkan wakif dapat menariknya sewaktu-waktu dan dapat pula menjualnya.

Menurut Malikiyah, wakaf adalah menjadikan manfaat suatu harta yang dimiliki (walaupun kepemilikannya dengan cara sewa) untuk diberikan kepada orang yang berhak dengan satu akad (shighat) dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan keinginan Wakif (al-Dasuqi: 2/187). Definisi ini menerangkan bahwa harta wakaf tidak lepas dari kepemilikan wakif, namun wakaf tersebut mencegah wakif melakukan tindakan yang dapat melepaskan kepemilikannya dan wakif berkewajiban menyedekahkan manfaat serta tidak boleh menariknya.

Menurut Syafi‘iyah, wakaf adalah menahan harta yang bisa memberi manfaat serta kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan cara memutuskan hak pengelolaan yang dimiliki oleh Wakif untuk diserahkan kepada Nazhir yang dibolehkan oleh syariah (al-Syarbini: 2/376). Wakif sudah melepaskan hartanya untuk wakaf, sehingga tidak boleh melakukan apa saja terhadap harta wakaf, tidak boleh menjual, mewariskan dan tidak boleh dihibah serta tidak boleh menariknya kembali. Golongan ini mensyaratkan harta yang diwakafkan harus harta yang kekal materi bendanya (al-‘ain) dengan artian harta yang tidak mudah rusak atau musnah serta dapat diambil manfaatnya secara berterusan.

Menurut Hanabilah, wakaf adalah bahasa yang sederhana, yaitu menahan asal harta (tanah) dan menyedekahkan manfaat yang dihasilkan (Ibnu Qudamah: 6/185).

Dari beberapa pendapat ulama tersebut, dapat dijelaskan bahwa harta wakaf harus dikelola secara produktif karena manfaatnya yang dapat disalurkan kepada peruntukannya. Namun ada perbedaan pendapat tentang keharusan untuk mengembangkan harta pokok wakaf. Yang mana menurut Hanafiyah dan Malikiyah, bahwa harta pokok wakaf tidak harus kekal, bahkan boleh mewakafkan sesuatu yang habis pakai asalkan dapat dimanfaatkan atau diwakafkan dalam jangka tertentu. Hal tersebut berbeda dengan pendapat Syafi’iyah yang mana mensyaratkan harta pokok wakaf harus kekal selamanya.

Investasi wakaf serta mengelolanya agar produktif merupakan sebuah keniscayaan. Dimana Ulama memandang penting untuk pengelolaan wakaf agar tercapai tujuan wakaf. Ulama juga sepakat bahwa hukum wakaf adalah sunah dan pengelolaan wakaf untuk mencapai tujuannya adalah wajib. Sebab wakaf yang tak dapat mencapai tujuan wakaf untuk diproduktifkan dikarenakan nazhirnya maka nazhir itu harus diganti, jika harta wakaf tidak produktif untuk mencapai tujuan wakaf dikarenakan benda pokoknya, maka harta wakaf itu dapat ditukar dan dijual untuk diganti dengan benda wakaf lain yang dapat mencapai tujuan wakaf.

 

Shilvya HUsna.

 

Ikuti tulisan menarik Shilvya lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler