x

Iklan

Erikson Tumpal Hot Martahan 2001114231

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 Februari 2021

Kamis, 25 Februari 2021 06:54 WIB

Melawan Bullying di Masa Sekarang

Bullying merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan dengan cara melukai secara fisik, verbal atau emosional/psikologis oleh seseorang atau kelompok yang merasa lebih kuat kepada korban. Ini dilakukan berulang kali tanpa perlawanan untuk membuat korban menderita. Tetapi gejala yang kini kian marak itu, apalagi dengan berkembangnya teknologi digital, bisa dicegah. Bagaimana caranya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bullying merupakan tindakan atau perilaku yang dilakukan dengan cara melukai secara fisik, verbal atau emosional/psikologis oleh seseorang atau kelompok yang merasa lebih kuat kepada korban berulang kali tanpa perlawanan. Tujuannya membuat korban menderita. Biasanya korban dalam posisi lemah secara fisik atau mental.

Bullying banyak jenisnya. Ada yang secara verbal,csecara fisik, dan secara rasional. Saya akan membahas pembullyan secara fisik.  Di jaman ini, fisik menjadi acuan orang untuk membuat circle pertemanan. Dengan melihat bentuk tubuh, mereka mengklasifikasikan mana teman yang bisa bergabung dan berteman dengan baik.

Orang yang berfisik kurang beruntung, akan lebih susah mendapatkan circle pertemanan. Terlebih lagi ancaman bullying body shaming yang diterimanya akan menambah beban fikiran.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bullying memiliki pengaruh jangka panjang dan jangka pendek pada korban. Efek jangka pendek, misalnya korban mengalami  penurunan minat menuntaskan tugas sekolah. Dia juga mengalami penurunan minat untuk berpartisipasi dalam kegiatan sekolah.

Sementara konsekuensi jangka panjang, antara lain, dia mengalami kesulitan membangun hubungan baik dengan lawan jenis. Korban selalu mengalami kecemasan akan mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari rekan-rekan nya. Sedangkan si pembully tidak mengetahui dampak semacam ini.

Berikut yang akan terjadi terhadap korban bullying:

- Sulit makan atau malas makan, karena takut dan gelisah
- Rasa sakit fisik

- Kesal dan marah karena tidak dapat membalas
- Malu dan kecewa pada diri sendiri karena hanya bisa membiarkannya
- rendah diri
- pemalu dan kesepian
- Menurunnya prestasi akademik
- Merasa terisolasi dalam asosiasi
- Depresi yang menyebabkan berpikir untuk mencoba bunuh diri.
     

Seorang pembully memiliki ciri tertentu, antara lain, keinginan mengendalikan orang lain. Fokus pada diri sendiri, memiliki keterampilan sosial yang buruk, sulit untuk bergaul, kurang empati,

Dia juga sering merasa tidak aman, sehingga berusaha membuat dirinya nyaman dengan cara menggertak atau mengganggu orang lain. Kesulitan untuk memahami emosi seperti rasa bersalah, empati, belas kasih, dan penyesalan.

Di lingkungan pergaulan pun tidak jauh berbeda. Masih ada saja teman dekat ataupun bahkan yang tidak terlalu dekat yang suka mengatai sesuatu yang membuat sakit hati terhadap orang lain. Terkadang ada yang menyampaikan bobot tubuh kita yang semakin bertambah, kulit kita yang semakin gelap dan kehidupan sehari-hari kita. 

Syukur, jika nada bicaranya mendukung dan tidak bermaksud mengejek. Namun, sebaliknya banyak yang lebih kepada menyindir dan merendahkan, tidak tahu tempat dan kondisi dari lawan bicaranya. Ejekan-ejekan sosial ini dalam bentuk body shaming, merendahkan harga diri seseorang, mengecilkan pencapaian seseorang tentu perlu untuk disikapi dan direspon dengan bijak. Apalagi jika disampaikan dengan nada yang tidak asertif dan cenderung menginjak-injak harga diri seseorang.

Di lain sisi kerap juga ketika direspon balik banyak yang kemudian menyebut "baperan". Padahal hakikatnya kita membela harga diri kita. Kita ingin menghentikan budaya perisakan secara halus yang telah membudaya ini. Kita ingin membela orang-orang yang dirisak agar mereka tidak terus menjadi bulan-bulanan ejekan body shaming.

Mari kita hentikan kelakar yang keterlaluan. Bercanda boleh, tidak ada larangan, asal sesuai tempat dan tidak menyakiti perasaan orang lain. Kita berhak tertawa, sebagaimana kita juga berhak terluka. Namun, canda ada batasnya. Apalah guna senda gurau jikalau tawa renyah terjadi di atas hati orang lain yang berdarah-darah.

Dalam membuat candaan kita harus bisa membedakan tempat untuk candaan yang tepat. Dan jangan sampai menyakiti perasaan seseorang, agar si teman kita tidak merasa terhina. Karena setiap apa yang kita lakukan, akan ada ada timbal balik Hal itu tidak akan membuat kita menjadi orang sempurna atau bahkan lebih baik dari dia.

Juga sebelum kita melakukan sebuah candaan, harus dapat melihat kondisi teman kita. Apa kita dapat bercanda di saat seperti itu? Jangan sampai membuat candaan yang justru membuat teman kita sakit hati, bukan malah ketawa.

Meski sudah diajari, diceramahin dengan berbagai"materi soal bullying dan intimidasi, tetap saja banyak anak tak berkutik ketika berhadapan dengan persoalan ini. Terutama ketika pengaduan dari bahaya ancaman yang tak direspon dengan tepat, justru menjadi ancaman baru yang makin berbahaya. Sehingga dalam banyak kasus, anak-anak yang terkena  bullying, memilih untuk diam, menyimpan rahasia kekerasan fisik dan verbal yang diterimanya karena kuatir akan ada impact atau pengaruh lainnya jika ia mengadu. Bayangkan jika seorang murid sekolah dasar mengalami kekerasan dari temannya, kemudian ia mengadu pada gurunya. Lantas gurunya hanya memarahi dan menghukum si pelaku sekedar sebagai kenakalan biasa. 

Bahkan dalam kondisi yang kian semakin canggih, bullying juga memiliki wujud yang canggih. Iintimidasi cyber atau perundungan cyber dengan menggunakan teknologi digital bisa terjaid. Misalnya, berupa pengiriman pesan, gambar dalam media sosial, platform digital, pesan teks. Dampak dan targetnya lebih luas karena kemudahan teknologi dapat menjangkau ruang privat secara cepat, sehingga dapat langsung mengenai sasaran meskipun tidak berhadap-hadapan. Bahkan publik dapat mengetahui perundungan ini karena medsos dapat diakses secara personal dan massal.

Wujud perundungan semacam ini, antara lain, doxing (mempublikasikan data personal orang lain), cyber stalking (yang bisa sampai pada tahapan aktivitas offline), dan revenge porn (penyebaran foto/video dengan tujuan balas dendam dibarengi intimidasi/ pemerasan). Tujuan kekerasan tersebut,  antara lain, pemerasan, pembungkaman dan eksploitasi seksual yang berdampak menimbulkan rasa takut yang dapat berpotensi pada kekerasan fisik secara offline

Maka semakin cerdas anak-anak dalam memahami bullying atau perundungan atau intimidasi, akan meminimalisir dampak bagi anak-anak kita sendiri dan bagi orang lain. Pemahaman yang baik dan benar, dapat menentukan solusi yang tepat yang tidak membahayakan anak-anak atau diri kita sendiri.

Percaya atau tidak, masalah sesederhana apapun kalau tidak ditanggapi dengan serius pasti akan menghasilkan dampak atau efek yang luar biasa. Bullying adalah salah satunya. Karena itu, orang tua harus mendidik anak agar berdaya dan mandiri sejak dini, agar anak punya rasa percaya diri yang baik sehingga anak tidak mudah dimanipulasi oleh orang lain.

Salah satu cara yang bisa dilakukan para orang tua adalah dengan memasukkan anak ke berbagai aktivitas, karena dengan mengikuti aktivitas tersebut akan menimbulkan perasaan mampu, dan percaya diri pada dirinya. Selain itu, orang tua juga harus aware pada segala sesuatu yang terjadi pada sang buah hati, sehingga apabila ada suatu permasalahan, orang tua bisa mendeteksinya sejak dini dan menyelesaikannya.

Dengan semua usaha yang kita lakukan mudah-mudahan dapat memperkecil potensi terjadinya bullying dalam bentuk apapun, sehingga tidak ada lagi anak atau orang dewasa yang merasakan sakitnya pembullyan. Dan juga agar tumbuh kembang anak menjadi lebih baik dan membawa hal postif dalam kehidupan nya dan membuat ia berprestasi layaknya anak-anak lain.

Bullying juga terjadi antar anak dan anak, juga antar anak dan guru. Seperti ketika seorang anak menunggak uang SPP dan guru mempermalukan dia di depan teman-temannya. Ini bisa menyebabkan si anak mengalami konflik batin yang sangat berat. Ia menjadi bahan tertawaan satu kelas atau bahkan satu sekolah. Seharusnya sebagai seorang pendidik, guru dapat memikirkan hal apa yang akan terjadi jika ia melakukan tiindakan seperti itu.

Anak yang menjadi korban biasanya merasa malu, takut, tidak nyaman. Sehingga untuk membuat ia kembali mampu menjalani kegiatannya sehari-hari seperti biasa, harus dibekali dengan tools yang membuat ia yakin akan mendapatkan pertolongan. Ia harus tahu dan percaya bahwa orang tua  dan temannya akan membantu. Atau ia kemudian mendapatkan teman selama jam istirahat atau kegiatan di luar kelas. Rasa percaya dirinya kembali dipupuk dengan memusatkan perhatian pada hal-hal yang menjadi kelebihan dan potensinya. Yang terakhir ini biasanya berjakan dengan sendirinya jika rasa aman sudah kembali dimiliki.

Masalah bullying adalah masalah kita semua. Pemerintah, masyarakat, guru, orang tua, dan siswa, mestinya memiliki kepedulian bersama dalam menyelesaikan masalah bullying ini. Sayangnya, tidak sedikit orang yang menganggap masalah bullying sebagai masalah pelajar itu sendiri. Karenanya, mereka selalu menganggap pelajar sebagai biang masalah. Ini merupakan sikap dan tindakan yang dikenal dengan blaming the victim (menyalahkan korban).

Demikian juga dalam menghadapi kasus bullying, tidak cukup hanya menghukum para pelajar yang melakukannya. Sebab, banyak faktor yang dapat dihubungkan sebagai akar masalah yang menjadi penyebab terjadinya bullying. Misalnya, sistem pendidikan yang tidak membebaskan, suasana belajar yang tidak kondusif, langkanya keteladanan guru dan pelajar senior, pengaruh negatif media massa, keluarga yang broken home, serta masih banyak faktor penyebab lainnya. Tidak heran, jika banyak orang berpendapat bahwa menyelesaikan masalah bullying tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena akar masalahnya tidak tunggal; banyak dan kompleks.

Menyelesaikan masalah  bullying sebenarnya bisa kita mulai dengan cara membangun sebuah komunikasi yang terbuka antara guru, orang tua dan murid. Selama ini, komunikasi di antara mereka seringkali tidak berjalan dengan baik dan efektif. Orang tua, misalnya jarang memberi perhatian terhadap anaknya, baik di rumah atau di sekolah. Mereka, mungkin terlalu sibuk dengan urusan pekerjaan, sehingga tidak sempat (atau tidak mau menyempatkan diri) berkomunikasi dengan anak dan pihak sekolah.

Sementara itu, di sekolah, guru cenderung ingin didengarkan murid. Komunikasi yang dibangun hanya satu arah. Tidak banyak guru yang memposisikan dirinya sebagai fasilitator atau mitra berbagi dengan murid. Sedangkan murid-murid lebih suka mengambil jalan sendiri, dan tidak tahu kepada siapa dia harus berkomunikasi.

“Di mana-mana ada hal yang di bully. Mereka yang ter-bully, kalian tidak sendiri. Kalian yang di bully, satu-satunya pendapat yang penting adalah pendapatmu dan jangan pernah berubah.”

-ERIKSON SIANTURI

Ikuti tulisan menarik Erikson Tumpal Hot Martahan 2001114231 lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler