Indonesia Telah Meninggalkan Lembaran Peristiwa Freeport

Jumat, 5 Maret 2021 08:57 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bahlil Lahadalia lewat acara MNC Group Investor Forum 2021 pada Rabu (3/3/2021) menjelaskan bahwa Indonesia harus belajar dari kesalahan di masa lalu mengenai Freeport. Solusinya adalah negeri ini dituntut untuk bisa mengola SDA menjadi barang jadi. Bukannya mustahil, beberapa investor sudah yakin untuk menanamkan modalnya di dalam negeri.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman (BKPM), Bahlil Lahadalia lewat acara MNC Group Investor Forum 2021 pada Rabu (3/3/2021) lalu mengajak kita untuk nostalgia ke masa lalu sekitar tahun 1970-an tepatnya saat di mana Indonesia “memiliki” bisnis tambang di Freeport, Papua. 

Dari kejadian Freeport di masa lalu terlihat negara belum ikut terlibat secara maksimal dalam bisnis tersebut. Bisa dibayangkan ketika kekayaan sumber daya alam (SDA) yang kita miliki dikeruk dan hanya menguntungkan satu pihak saja. Sayangnya, satu pihak tersebut bukanlah kita. 

Kenangan di masa lalu hanyalah menjadi pembelajaran. Kini saatnya Indonesia berproses menjadi lebih baik lagi. Bahlil mewakili para petinggi negara, ia menjelaskan bahwa pemerintah mengajak perusahaan-perusahaan negeri untuk mengambil peran dalam pengembangan industri baterai Indonesia. 

Nikel menjadi tokoh utama. 

Indonesia sendiri memiliki cadangan bijih nikel 23,7 persen, bisa dikatakan terbesar di dunia untuk saat ini. Nikel menjadi tokoh utama jika ingin membuat baterai kendaraan listrik. Untuk memproduksi baterai tersebut maka hilirisasi nikel menjadi solusi yang tepat dan harus berjalan agar benda tersebut tercipta. Jika hilirisasi nikel berjalan dengan lancar maka target negeri ini menjadi pusat produksi mobil listrik di dunia dapat tercapai. 

Selain melancarkan program hilirisasi, peran investor dari lokal dan asing juga diperlukan jika ingin Indonesia keluar dari zona nyamannya. Bahlil mengungkapkan sudah ada perusahaan asing yang akan menanamkan modalnya di industri baterai terintegrasi di Tanah Air yakni LG senilai USD 9,8 miliar dan Contemporary Amperex Technology (CATL) dari Tiongkok dengan nilai investasi USD5,2 miliar. 

Kabar baiknya lagi, pemerintah siap menggandeng para pengusaha lokal di daerah dan pelaku Usaha Mikro kecil dan Menengah (UMKM). 

Jangan berkecil hati ketika Tesla lebih memilih India ketimbang Indonesia untuk berinvestasi. Pemerintah terus berupaya untuk mengembangkan industri kendaraan listrik. Selain CATL dan LG, salah satu calon investor baru yang disebutkan oleh Bahlil ialah Volkswagen (VW). Dirinya mengungkapkan saat ini pemerintah tengah berkomunikasi dengan perusahaan asal Jerman tersebut. Selain VW, Indonesia juga sedang melirik BASF. Untuk mempermudah para investor asing agar mau berinvestasi di Indonesia, pemerintah mengurus semua perizinan.

Perlu diingat untuk jangan sampai melupakan aspek environmental, social, and governance atau ESG. Lingkungan penting diperhatikan demi keberlangsungan hidup yang lebih baik. Jika kita tidak memerhatikannya, hal buruknya adalah investor bisa angkat kaki dari Indonesia. Duh, jangan sampai ya?

Bagikan Artikel Ini
img-content
Sri Kandhi

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler