Kepala BKPM Buka Suara Tentang Ekuitas. Ada Apa?
Senin, 15 Maret 2021 06:34 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2021/03/10/f202103101619122.jpg)
![img-content](https://webtorial.tempo.co/mulyana/indonesiana/desktop/assets/image/ads/adsartikel.png)
pada acara Rakernas Hipmi pada hari Sabtu (6/3/2021) lalu, Kepala BKPM Bahlil Lahadalia membuka suara terkait ekuitas 30 persen dan memberikan sindiran halus kepada salah satu pihak. Sebenarnya, apa yang terjadi?
Pada acara Rakernas Hipmi pada hari Sabtu (6/3/2021) lalu, Bahlil mengungkapkan persyaratan pengajuan peminjaman modal belum berpihak kepada pengusaha lokal yang bergerak di sektor pertambangan. Sindiran dari Bahlil tersebut ditujukan kepada pihak bank.
"Satu smelter untuk satu tungku skala besar butuh Rp1 triliun, lebih efisien bisa tiga sampai empat tungku, minta equity 30 persen, boro-boro 30 persen, 10 persen saja (pengusaha) harus patungan dulu," ujar Bahlil yang dikutip dari Bisnis.com.
Penyebab pihak bank belum berpihak kepada pengusaha lokal dikarenakan masih adanya rasa tidak percaya dalam memberikan pinjaman modal untuk sektor pertambangan.
Oleh sebabnya, persyaratan dari perbankan inilah yang membuat pengusaha lokal kurang kompetitif jika dibandingkan dengan eksplorasi yang dilakukan pengusaha asing.
Realisasi Investasi Tahun 2020
Mari melihat realisasi investasi di tahun 2020 lalu. Berdasarkan data BKPM, realisasi investasi mencapai Rp826,3 triliun dimana penyerapan tenaga kerjanya sebesar 1.156.360 orang yang bekerja di 153.349 proyek.
Lebih rinci lagi, investasi dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp413,5 triliun atau setara dengan 50,1 persen dari total investasi, sementara investasi Penanaman Modal Asing (PMA) yaitu Rp412,8 triliun atau setara dengan 49,9 persen dari total investasi.
Bahlil menyebutkan bahwa Sulawesi Tenggara dan Maluku menjadi target tujuan PMA dikarenakan di wilayah tersebut sedang dibangun smelter nikel saat ini.
Pengusaha lokal seolah sedang berhadapan dengan sebuah tembok besar, dimana mereka menjadi sulit mendapatkan perhatian dari pemerintah. Padahal, sektor pertambangan khususnya nikel sedang dilirik oleh dunia.
Pada pertambangan nikel, untuk membangun smelter nikel membutuhkan biaya yang sangat besar. Oleh karenanya, demi mendapatkan dana untuk mewujudkan pabriknya pemerintah gencar untuk menarik investor bahkan dari luar negeri.
Untungnya, sudah ada dua perusahaan global yang sudah menanamkan modalnya di sektor pertambangan nikel Indonesia untuk membangun pabrik baterai listrik yakni LG Energy Solution dan Contemporary Amperex Technology atau CATL.
Jangan sampai "penghalang" ini malah membuat pengusaha lokal tidak berkembang demi mewujudkan mimpi Indonesia sebagai salah satu pemain besar serta supply global chain di era kendaraan listrik. Bagaimana menurutmu?
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/profile-default.jpg)
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2021/09/21/f202109211008214.jpg)
7 Momen Saat PT IMIP Inisiatif Bangun SDM Andal di Morowali
Rabu, 29 Desember 2021 06:45 WIB![img-content](https://img.tempo.co/indonesiana/images/all/2021/12/23/f202112231235267.jpg)
Sejak Awal Covid-19 hingga Kini, 10 Ragam Penyaluran Alkes oleh PT IMIP
Kamis, 23 Desember 2021 20:17 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler