x

menghargai air

Iklan

siska deviani

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 Maret 2021

Senin, 29 Maret 2021 17:43 WIB

Nasionalisme Air

Dalam beberapa dasawarsa terakhir air sebagai salah satu unsur pembentuk tanah air itu tidak bebas lagi dikonsumsi masyarakat umum. Mata air atau sumber air lainnya diolah dan dikemas lalu dijual di pasar. Tentu terlebih dahulu dengan menjadikan mata air dan sumber air permukaan lainnya tersebut sebagai milik privat. Dengan kata lain, dalam beberapa dasawarsa terakhir, air telah dikomodifikasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh

Siska Deviani, S.Hum

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1612), tanah air mengandung arti sebagai negeri tempat kelahiran. Mengapa dalam bahasa Indonesia ada istilah tersebut? Menurut Parni Hadi (“Mengapa Disebut Tanah Air?” dalam kbknews.id, Senin, 19 Oktober 2015, 09:07), ungkapan tersebut memang menunjukkan adanya hubungan erat antara air dengan tanah.

Penulis yang sama juga mengaitkan kelahiran istilah tanah air dengan Muhammad Yamin, yang menjadi salah seorang inisiator Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, bahkan istilah tanah air menjadi salah satu dari tiga butir Sumpah Pemuda. Yamin memang menggunakan kata tanah air dalam sajak-sajaknya sebagai persamaan dengan konsep “motherland” dalam bahasa Inggris.

Yang menarik, sebagaimana yang ditunjukkan oleh Parni, ada tiga sajak Yamin yang ditulis di Tanah Pasundan, yakni “Tanah Air” bertarikh Bogor, Juli 1920; “Tanah Air” bertanggal Tanah Pasundan, 9 Desember 1922; dan “Indonesia, Tanah Tumpah Darahku yang bertarikh Pasundan, 26 Oktober 1928.

Saya sendiri jadi terpikir bahwa kelahiran istilah tanah air dalam konteks sajak-sajak karya Muhammad Yamin tersebut adalah pengaruh dari bahasa Sunda, yang sejak lama sudah menyebut konsep “motherland” dengan istilah “lemah cai” (tanah air). Barangkali betul mengingat bila dilihat titimangsa ketiga sajak tersebut sama-sama ditulis di sekitar Tanah Pasundan.

Bahkan pada gilirannya, dari tanah air tersebut kemudian muncul spirit nasionalisme, yang menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1068) antara lain mengandung arti “paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri”. Dengan demikian, kecintaan terhadap bangsa dan negara sendiri tersebut lahir sebagai hasil interaksi antara manusia sebagai pelaku dengan latar tempatnya hidup, proses waktu serta suasana yang dialaminya. Perubahan terhadap setiap unsurnya dan hubungan unsur-unsur itu satu dengan yang lainnya berpengaruh terhadap kehidupannya secara menyeluruh (Ensiklopedi Sunda, 2000: 580).

Namun, bagaimana dengan keadaan sekarang? Dalam beberapa dasawarsa, air sebagai salah satu unsur pembentuk tanah air itu tidak bebas lagi dikonsumsi oleh masyarakat umum. Dalam beberapa dasawarsa itu, air bersih dalam bentuk mata air atau sumber air lainnya berlomba-lomba diolah dan dikemas lalu dijual di pasar. Tentu terlebih dahulu dengan menjadikan mata air dan sumber air permukaan lainnya tersebut sebagai milik privat. Dengan kata lain, dalam beberapa dasawarsa terakhir, air telah dikomodifikasi.

Komodifikasi air tersebut turut mengubah tatanan kehidupan masyarakat kita. Sekarang kita jadi sama-sama punya pandangan bahwa air, terutama air yang sudah menjadi kemasan, bukanlah barang atau benda gratis lagi di alam, melainkan harus dibeli dengan uang, jadi harus ada upaya, ada pengorbanan, terlebih dulu untuk mendapatkannya. Bahkan imbasnya dapat dikatakan berantai karena sejak saat itu bergenerasi-generasi kemudian kita akan tetap berpandangan demikian.

Lalu apa relevansinya antara air dengan nasionalisme sekarang? Saya pikir dengan air yang banyak diprivatisasi agak musykil juga membayangkan konsep tanah air yang tetap mempertautkan antara tanah dan air, dalam arti lingkungan tempat kita hidup, sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Karena air dalam kata tanah air tersebut mencerminkan hajat hidup orang banyak, bukan kepentingan perseorangan. Oleh karena itu, salah satu cara agar spirit kecintaan terhadap bangsa dan negera ini tetap terjaga adalah jangan sampai mata air dan sumber-sumber air permukaan lainnya dirusak oleh tangan-tangan yang tidak bertanggungjawab, melainkan dimanfaatkan sebesar-besarnya demi kepentingan hajat hidup orang banyak.***

 

 

#HariAirDuniaXXIX2021

#MengelolaAirUntukNegeri

#SigapMembangunNegerididalamkaryanya

 

Ikuti tulisan menarik siska deviani lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu