x

Hari Anak Nasional

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 26 Juli 2021 06:38 WIB

Pendidikan Anak Baru Level Menghafal?

37 tahun HAN diperingati, bahkan jelang 76 tahun Indonesia merdeka, pendidikan anak Indoesia baru sampai level menghafal?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bagaimana anak mampu berpikir kritis? Sebelum pandemi dan sekarang sedang pandemi saja, anak-anak Indonesia malah dibikin takut bila kritis, karena melihat kakak-kakaknya yang mahasiswa    saat bersikap kritis justru bentrok dengan aparat dan ada tindakan lainnya.

Pertanyaan itu, sekadar contoh, demi mendeskripsikan keadaan. Pasalnya, di  peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2021, anak-anak Indonesia malah masih bisa disimpulkan tak memiliki kemampuan berpikir kritis. Kemampuannya, sejauh ini baru pada tahap menghafal dan menerima informasi.

Apakah hal ini memang sesuai dengan teladan buruk yang bikin anak-anak takut untuk kritis atau memang fakta dari keadaan pendidikan Indonesia yang terus terpuruk dan belum berhasil mengentaskan pendidikan anak, sehingga menjadi data yang valid hingga Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim mengatakan dalam acara virtual bertajuk “Hari Anak Nasional (HAN) 2021”, Jumat (23/7/2021), bahwa salah satu kebutuhan anak-anak Indonesia adalah kemampuan berpikir kritis.

Nadiem juga ingin anak- anak Indonesia dapat memahami dan mempertanyakan, tidak hanya sekadar menghafal dan menerima informasi karena salah satu kebutuhan utama anak Indonesia di tengah perubahan global saat ini adalah kemampuan berpikir kritis. Anak-anak Indonesia harus bisa memahami bukan hanya menghafal, harus bisa mempertanyakan bukan hanya menerima.

Berikutnya, Nadiem pun menambahkan, membaca buku merupakan salah satu cara menumbuhkan kemampuan berpikir kritis. Membaca buku juga dapat menghindarkan anak Indonesia dari risiko learning loss selama pandemi. Karenanya, Nadiem mengajak seluruh anak Indonesia terus membaca buku yang mereka sukai.

HAN sudah 37 tahun, Indonesia belum mendidik?


Bila Nadiem sampai bicara begitu, kira-kira ke mana saja pendidikan untuk anak-anak Indonesia selama ini, hingga sampai dibuat peringatan HAN. Bahkan HAN tahun ini adalah peringatan yang ke-37 tahun sejak Hari dicetuskan oleh Presiden Soeharto melalui Keputusan Presiden RI Nomor 44 tahun 1984. Saat itu, Soeharto melihat bahwa anak-anak merupakan aset kemajuan bangsa, sehingga sejak tahun 1984 ditetapkan setiap tanggal 23 Juli sebagai Hari Anak Nasional (HAN).

Namun, apa yang diungkapkan oleh Nadiem, rasanya setelah 37 tahun, khususnya dalam bidang pendidikan, pun di bawah kepemimpinan pemerintah sekarang yang sedang berjalan di periode kedua, harapan Soeharto masih jauh panggang dari api.

Terlebih peringatan HAN tahun 2021 ini, mengusung tema Anak Terlindungi, Indonesia Maju. Dengan tema tersebut, khusus dari segi pendidikan, dlihat dari apa yang diungkapkan oleh Nadiem, maka nampak jelas bahwa anak Indonesia belum terlindungi dan terlayani dari segi pendidikan. Apalagi di tengah Pandemi corona. Bahkan, ucapan Nadiem benar-benar memperkuat bukti bahwa pendidikan anak Indonesia gagal.

Atas kondisi itu, apakah Mendikbud Ristek hanya berhenti pada kata-kata yang bisa menyimpulkan bahwa anak-anak Indonesia baru dalam tataran menghafal dan menerima informasi. Belum kritis?

Nadiem sebagai Mendikbud Ristek, seharusnya juga paham betul bahwa selama ini, anak-anak Indonesia hanya belajar dan diajar! Belum dididik dan terdidik.

Kalau boleh di bilang, Indonesia belum mendidik mereka, dan Taksonomi Bloom juga masih berhenti pada teori, belum dipahami dan teraplikasi dengan benar di setiap pikiran dan hati insan yang bertugas mengajar dan mendidik khususnya di Indonesia. Makanya, tataran hasil belajar anak pun baru sampai batas yang diungkap Nadiem.

Mas Nadiem, di artikel saya sebelumnya, menyangkut tataran menghafal dari  Taksonomi Bloom untuk pembelajaran di Indonesia ini sudah saya tulis. Tidak apa kali ini saya ulangi lagi. Sekadar mengulang dan mengingat, Benjamin Samuel Bloom yang dikenal dengan Taksonomi Bloom menyebut, bahwa hafalan sebenarnya merupakan tingkat terendah dalam kemampuan berpikir (thinking behaviors) dan ada level lain yang lebih tinggi yang harus dicapai agar proses pembelajaran dan pendidikan dapat menghasilkan anak yang kompeten di bidangnya.

Taksonomi Bloom yang tidak hanya ada ranah kognitif, tapi juga afektif dan psikomotor, maka bicara hafalan baru di ranah kognitif. Itu pun level terendah. Dari Taksonomi Bloom  yang mengalami dua kali perubahan yaitu yang dikemukakan oleh Bloom sendiri dan Taksonomi yang telah direvisi oleh Andreson dan KartWohl, untuk ranah kognitif terdiri dari enam level yaitu:  remembering (mengingat), understanding (memahami), applying (menerapkan), analyzing (menganalisis, mengurai), evaluating (menilai) dan creating (mencipta).

Dalam menginterpretasikan piramida tersebut, secara logika adalah
1. Sebelum kita memahami sebuah konsep maka kita harus mengingatnya terlebih dahulu
2. Sebelum kita menerapkan maka kita harus memahaminya terlebih dahulu
3. Sebelum kita menganalisa maka kita harus menerapkannya dulu
4. Sebelum kita mengevaluasi maka kita harus menganalisa dulu
5. Sebelum kita berkreasi atau menciptakan sesuatu, maka kita harus mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis dan mengevaluasi.

Bila di peringatan HAN ke-37 ini, Nadiem menyebut anak-anak Indonesia masih dalam tataran menghafal dan menerima informasi, maka di ranah pedagogi saja mereka baru berada di ranah kognitif level 1 mengingat/menghafal.

Bagaimana cara anak Indonesia sampai ke level 2 hingga 5 di ranah kognitif. Lalu, bagaimana dengan ranah afektif dan psikomotornya?

Harapan saya, dari pintu ini, Mas Nadiem dengan sisa waktu masa jabatannya  bisa membantu mewujudkan cita-cita anak Indonesia bisa sampai kritis, yang artinya berhasil di semua level kognitif, afekif, dan psikomotor yang tentunya juga ada levelnya.

Ternyata, peringatan HAN ke-37 menyadarkan Mas Nadiem atas kondisi anak Indonesia sekarang. Lalu, akan memulai dari mana untuk harapannya tercapai? Tak pandemi saja terus gagal. Sekarang di pandemi, apakah pembelajaran dan pendidikan menggaransi dan melindungi anak Indonesia berhasil dan aman?

Ayo buktikan, bahwa setiap tema hari peringatan di Indonesia bukan sekadar slogan dan mengisi kegiatan. Termasuk tema  Anak Terlindungi, Indonesia Maju di HAN 2021.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB