x

pencurian data digital

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 15 Agustus 2021 08:43 WIB

Pak, Anda Mau Data yang Mana?

Pengambil keputusan mestinya bersedia menerima masukan dari berbagai pihak demi kemaslahatan rakyat banyak. Toh, kritik mengenai persoalan data itu didorong oleh rasa tanggung jawab para ahli kepada masyarakat dan membantu pengambil keputusan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Bekerja dengan data, manusia dihadapkan pada tantangan yang berbeda-beda. Manakala data terbatas, manusia kerepotan tidak tahu harus menyimpulkan apa; ketika data berlimpah, manusia bingung bagaimana mengolahnya dengan cepat—analisis big data mungkin solusinya. Tatkala metode pengolahan data sudah diambil, lalu hasilnya tidak sesuai dengan yang diharapkan, manusia penasaran dan berusaha mengolah dengan metode lain hingga klop dengan yang dibayangkan.

Situasi semacam itu memang kerap terjadi, karena data memang berpotensi menjadi perkara eksistensial bagi manusia. Bila kesimpulan yang ditarik dari data sesuai dengan harapan dan dugaannya, ia eksis—“Betul, kan, apa yang saya sudah katakan kini terbukti.” Pada momen ini, tidak ada masalah yang perlu dicemaskan. Sebaliknya, bila kesimpulan yang diambil melenceng dari perkiraan dan harapannya, eksistensinya terancam—“Ini terjadi karena keterlambatan data masuk, harap dimaklumi.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pengambil keputusan kerap dihadapkan pada dilema eksistensial semacam itu saat membuat keputusan berbasis data, kecuali jika ia bersikap jujur dalam keseluruhan proses data, sehingga kesimpulan apapun yang ditarik dari data tersebut akan ia hadapi. Ia tidak mau menyesuaikan, memanipulasi, atau merekayasa data agar kesimpulannya sesuai dengan apa yang ia harapkan atau bayangkan. Kejujuran dalam soal data akan memudahkan langkah-langkah pengambilan keputusan, pembuatan kebijakan, hingga langkah-langkah berikutnya, sebab ia tidak perlu membuat manuver-manuver baru.

Apabila pengambil keputusan terbebas dari kepentingan pribadi yang bersifat sempit, ia akan berusaha menggunakan metode yang tepat untuk mengumpulkan data, mengolahnya secara jujur, hingga menarik kesimpulan darinya sebagaimana mestinya—tidak memilih apa yang sesuai dengan keinginannya dan membuang yang lain. Ia tidak peduli seperti apa ujung pengolahan data itu, asalkan hasilnya benar, dilakukan dengan cara yang benar, dan dapat dipertanggungjawabkan untuk mengambil keputusan, ia akan memegang data tersebut. Bukan dibalik, keputusan sudah diambil, lalu diperlukan kesimpulan yang tepat, maka data pun diolah sedemikian rupa untuk mendukung keputusan itu.

Misalkan saja, karena kita ingin aktivitas ekonomi segera berjalan lebih aktif, maka data mengenai pandemi harus diolah sedemikian rupa agar cocok dengan keinginan itu atau agar mendukung keputusan yang hendak diambil. Meskipun upaya ini mungkin dilakukan, tapi langkah-langah tersebut akan menyulitkan pengambil keputusan di masa kemudian. Ia akan bingung ketika situasi berjalan tidak sesuai harapan. Ia dihadapkan pada pertanyaan yang sudah ia ketahui: data mana lagi yang sebaiknya dipakai?

Pengabaian data tertentu, untuk sementara atau keterusan diabaikan, memang berpotensi menimbulkan konsekuensi tertentu bagi pengambilan keputusan selanjutnya. Misalnya, konsekuensi pengabaian sementara angka kematian akibat Covid, sebagaimana dikritik oleh para ahli epidemi. Bila yang dimaksudkan adalah penangguhan publikasi angka kematian untuk sementara karena sedang berusaha menemukan metode yang tepat dalam menyampaikan informasi yang akurat kepada publik karena ada ketidakcocokan data antara pemerintah daerah dan pusat, maka penangguhan tersebut—bukan pengabaian, apa lagi penghapusan—masih dapat dipahami. Tentu saja, masalah penyajian kembali data kematian harus menjadi agenda yang mendesak.

Kritik para ahli epidemiologi seyogyanya diterima dengan lapang dada, sebab bukan dimaksudkan untuk mencoreng reputasi pihak-pihak yang telah bekerja keras menangani pandemi, melainkan membantu menunjukkan titik-titik yang memerlukan pembenahan agar penanganan semakin baik. Pengambil keputusan mestinya bersedia menerima masukan dari berbagai pihak demi kemaslahatan rakyat banyak. Toh, kritik mengenai persoalan data itu didorong oleh rasa tanggung jawab para ahli kepada masyarakat dan membantu pengambil keputusan agar dapat memperoleh kesimpulan yang tepat sebagai dasar kebijakannya.

Akan menjadi persoalan serius manakala pengambil keputusan memilih data yang lebih menyenangkan hatinya atau memenuhi harapannya atau mendukung rencana yang akan ia jalankan, namun tidak mencerminkan situasi riil di lapangan. Jangan biarkan anak buah menyodorkan sejumlah pilihan kepada Anda sembari berkata: “Pak, Anda perlu data yang mana? Kalau data ini, konsekuensinya begini; kalau data itu; konsekuensinya begitu.” >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler