x

Iklan

Elisa Koraag

Blogger perempuan yang peduli sesama
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Resensi Buku: Patriotisme, Masihkah Ada?

Peluncuran Buku Novel Berjudul Sang Patriot, Sebuah Epos Kepahlawanan. Di tulis oleh seorang Praktisi Hukum: Irma Devita. Kisah berlatar belakang sejarah pahlawan lokal Jember Almarhum Let.Kol Sroedji yang juga kakek dari Sang Penulis.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul buku  :    Sang Patriot Sebuah Epos Kepahlawanan

Penulis        :   Irma Devita

Penerbit      :   Penerbit Inti Dinamika Publisher

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Terbit         :    Februari 2014

Tebal          :   266 halaman

Harga         :   Rp52.000

ISBN          :   978-602-14969-0-9

 

Peluncuran Buku ini dilakukan di beberapa kota. Pertama di Yogyakarta, kedua di Jakarta dan ketiga di Bogor. Saya hadir saat peluncuran di Jakarta. (Sabtu 3 Mei 2014) Bertempat di gedung Joeang'45, sangat sesuai dengan isi buku. Kelihatannya penulis memang total menggemakan kembali "Patriotisme". Ruang tempat acara, telah dipenuhi tamu undangan.  Berarti penyelenggara berhasil dengan baik menarik perhatian. Di bagian depan duduk para veteran. Terlihat dari fisiknya yang sudah tua. Tapi semangat patriotisme masih terlihat dari "bara" di mata mereka. Pekik merdeka masih terdengar nyaring, saat mereka membalas salam "merdeka"

Patriotisme adalah sikap yang berani, pantang menyerah dan rela berkorban demi bangsa dan negara. Patriotisme berasal dari kata "patriot" dan "isme" yang berarti sifat kepahlawanan atau jiwa pahlawan, atau "heroism" dan "patriotism" dalam bahasa Inggris. Pengorbanan ini dapat berupa pengorbanan harta benda maupun jiwa raga. Sumber:   Pada artikel ini, patriotisme dalam konteks Jiwa kepahlawanan.

Judul buku: Sang Patriot Sebuah Epos Kepahlawanan. Kalau dibaca secara langsung, enak-enak saja dan mudah diphamai. Tetap kalau melihat dan menelisik lebih jauh, ada yang kurang. Judul harus mencerminkan isi. saya percaya dengan membaca judul, sebagian orang sudah bisa membayangkan isi buku. Tapi judul yang baik, adalah judul yang mudah di pahami, tidak bermakna ganda. Pada judul buku ini, bukan cuma ganda tapi triple. Kata Patriot sudah mencerminkan kepahlawanan.  Kata Epos bermakna cerita kepahlawanan. Dan kata terakhir dari judul ada kata  "kepahlawanan".  Sekedar masukan harusnya judul buku novel ini cukup. Sang Patriot.

Kaver buku, bergambar serdadu/prajurit dari belakang seolah berdiri/dikepung kobaran api. Menurut penulisnya, Irma Devita. Pemimpin di depan dan yang di pimpin hanya melihat bagian belakang Sang pemimpin. Tapi dapat juga dimaknai sebagai, maju terus pantang mundur. Sekali melangkah ke depan, tak usah lihat kebelakang lagi. Artinya seorang patriot tidak takut menghadapi masalah dan siap menanggung semua resiko. Penampakan dari belakang ini juga poenegasan sang penulis yang meyakini Sang Patriot bisa siapa saja. Dengan kata lain Sang Penulis tidak ingin mengkultuskan Gelar Patriot pada Sang Kakek, toko utama dalam buku novel ini.

Menariknya, buku ini di tulis seorang wanita yang berlatarbelakang hukum. Bahkan sebelumnya sudah menulis 6 buku seputar hukum. Novel Sang Patriot, Sebuah Epos Kepahlawanan ini merupakan novel sejarah yang diangkat dari Kisah Nyata kakek dari Sang Penulis. Penulis melakukan penelitian yang mendalam. Terbukti dari kesaksian nara sumber yang divideokan dan di putar saat peluncuran buku. Buku ini juga menggenapi janji penulis sebagai cucu yang ingin merekam kenangan sang Nenek. Karena dalam buku ini juga ada kisah romantis antara tokoh utama Sreodji dan Roekmini. Irma Devita berusaha keras menuliskan buku ini dengan bahasa yang mudah dipahami. Karena ia ingin agar buku ini di baca semua orang. Dan sang anaklah yang menjadi pembaca pertama. Setiap kali si anak berkata, "Tidak paham Bunda". Maka Irma, kembali mempelajari dan mengganti kalimat demi kalimat agar mudah di cerna, termasuk dicerna anak-anak SD.

Membaca buku ini, kita diajak mengenal sosok Sang Kakek yang diakui jiwa kepahlawnannya. Bahklan diakui sebagai pahlawan lokal dari Jember. Maksudnya masyarakat Jember mengenal Sroedji sebagai pahlawan. Irman Devita menuliskan kisah Sang kakek, bukan semata-mata ingin mengangkat ketenaran Sang Kakek. Tapi lebih dikarenakan keinginan menyebarluaskan pesan kepahlawanan.  Menurut Irma, Pahlwan itu, bisa siapa saja dan ada di mana saja. Jiwa kepahlawanan atau patriotisme adalah jiwa atau semangat untuk melawan kebatilan dan rela berkorban jiwa raga untuk kemerdekaan dan kebenaran.

Penulis berhasil, memperkenalkan sosok Sroedji lewat kisah dalam buku ini. Seseorang yang jiwa prajurit sudah ada sejak kecil/muda. Ini terlihat dari keinginan Sroedji bersekolah. Padahal ia sadar dan tahu bertul kalau orangtuanya tidak mampu. Orangtuanya hanya pedagang pasar. (hal. 16) tapi kedua orangtuanya juga tahu dan bangga pada kemampuan Sroedji sehingga rela menyisihkan uang untuk Sroedji bersekolah.

Penulis juga berhasil membangkitkan rasa penasaran saya untuk terus membaca dan tidak berhenti sebelum tamat. Petikan ucapan langsung Sroedji saat membangkitkan semangat anak mbuahnya, bisa saya rasakan dan rasa semangat saya juga bangkit. Sebagian lagi, kisah dalam buku ini memperlihatkan "rasa kemanusiaan keperempuanan" Roekmini. Yang memberontak dan kecewa karena terus-terusan ditinggal sang suami. Roekmini tahu, suaminya sedang berjuang tapi sebagai peremuan dan istri, ia juga punya keinginan berdekatan dengan sang suami. Protesnya Rukmini tergambar dari keputusannya menolak nama pemberian suami untuk anaknya yang bungsu. Dengan alasan, ini anakku, aku yang mengandung. tapi kalau membaca nama yang tercantumk pada penjelasan di buku, pada akhirnya Roekmini juga mencantumkan nama pemberian Sroedji pada anak bungsunya.

Semangat juang dalam diri Sroedji, sukses diogambarkan Irma. Bahkan romantisme antara Sroedji dan Roekmini bukan sekedar opemanis tapi bagian dari keutuhan cerita. Penulis mampu mengatur alur cerita dan membuat perasaan pembaca naik turun. Termasuk pada bagian ketika sahabat Sroedji meninggal saat berusaha menyelamatkan Sroedji. dan saya semakin terbawa perasaan haru, manakala saya membaca penjelasan-penjelasan catatan penunjang cerita. Keluarga Sroedji tetap berhubungan baik dengan anak-anak almarhum sahabat Sroedji. Ini memperlihatkan betapa manisnya persahabatan.

Buku ini sudah mulai mengikat perhatian saya saat pengantar di awal. Irma berhasil mendeskripsikan sebuah gambaran lewat kata-kata yang membangkitkan imajinasi saya membayangkan rangkaian kata-kata Irma dalam sebuah gambar di benak saya.

"Saat makin dekat, barulah orang-orang tersadar. Kekagetan melanda di benak mereka. Tubuh yang terseret truk itu adalah sosok pujaan warga Jember. Sekian banyak pasang mata yang menyaksikan peristiwa itu sontak berkabut, air mata tak kuasa terbendung. Sungguh propaganda yang kejam! Bara api menyorot dari berpasang-pasang mata yang menyaksikan. (halaman 2)"
 
Pendeskripsian atau penggambaran secara detil dalam sebuah buku sangat penting. Semakin pandai penulis mendeskripsikan dengan detul dan menghadirkan bayangan gambar dalam benak pembaca, maka si penulis dianggap berhasil. Trik pendeskripsian cerita juga bagian dalam upaya membuat pembaca tidak bosan. Apa yang dituliskan Irma, sesuatu yang sangat jauh berbeda dengan gaya penulisan formal dalam buku-buku hukumnya. Tapi kepiawaian menjalin cerita menghidupkan semangat juang, patut di acungkan jempol. Paling tidak Irma berhasil mencatat kisah yang di dalamnya mengandung muatan pesan moral yang sepertinya nyaris terkikis jaman sekarang.
 
Tokoh utamanya memang gugur tapi semangat juangnya dan apa yang sudah dilakukan buat abngsa dan negara serta anak-cucu keturunannya dalah kebanggan tiada tara. Tauladan dengan perbuatan. Tanpa kata yang diucapkan.  Selain anak cucunya, seluruh masyarakat Indonesia perlu tahu dan perlu membaca buku ini. Bahwa sangat pahlawanan yang mengorbankan jiwa raga demi kemerdekaan, demi kehidupan kita hari ini. Satu pertanyaan balik kepada diri masing-masing "Patriotisme masihkah ada? Seharusnya masih ada dan tidak boleh hilang. Jaman boleh berganti tapi semangat berjuang membela yang benar adalah syarat mutlak untuk mempertahankan apa yang sudah diperjuangkan para pahlawan.

 

Ikuti tulisan menarik Elisa Koraag lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 jam lalu

Terpopuler