x

Iklan

sangpemikir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Oktober 2021

Rabu, 20 Oktober 2021 11:43 WIB

Bila Diolah Dengan Genah, Sampah Bisa Berubah Menjadi Rupiah

Usianya baru menginjak 44 tahun, namun Mohammad Baedowy sudah tergolong senior dalam hal ihwal daur ulang plastik. Ia punya pengalaman 21 tahun sebagai social entrepreneur, yakni pelaku usaha yang berbasis pada kepedulian penanggulangan sampah plastik serta pemberdayaan kaum pemulung. Kini Baedowy menjadi salah satu social entrepreneur sampah terkemuka di tanah air.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Memulai usahanya pada tahun 2000, ia mengalami situasi jatuh bangun. Namun, alumnus Fakultas Ekonomi Universitas Merdeka di Malang itu terlanjur jatuh hati dengan tantangan di seputar solusi pencemaran sampah plastik. Maka, ia terus menggelutinya dan berhasil. Basisnya usahanya di Kota Bekasi.

Usahanya maju, dan Mohammad Baedowy bisa hidup sangat layak dari usahanya. Jerih payahnya juga mendapatkan pengakuan dari berbagai pihak. Ia meraih penghargaan Kalpataru tahun  2001 dari Kementerian Lingkungan Hidup Indonesia; meraih gelar  ASEAN Young Green Soldier di 2011, dan penghargaan Industri Hijau Nasional 2010 dari Kementerian Perindustrian RI. Ia pun tampil di beberapa acara talkshow TV Nasional seperti Kick Andy dan Hitam Putih.

Sampah plastik merupakan salah satu masalah serius bagi  lingkungan hidup. Di Indonesia, volume sampah plastik saat ini mencapai 5,4 juta ton setahun, atau menyumbang 14 persen total produksi sampah. Peringkat sampah di Indonesia adalah sampah organik, sampah plastik dan sampah kertas  di posisi ketiga. Secara global, jumlah  sampah plastik yang dihasilkan mencapai 300 juta ton setiap tahunnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di Indonesia, sampah plastik masuk ke laut karena kebiasaan masyarakat yang main buang sampah ke selokan dan sungai. Dari 5m4 juta ton sampah plastik itu, 3,2 juta ton diantaranya masuk ke laut. Dari sungai sampah mengalir sampai jauh dan akhirnya ke laut. Karena lebih ringan dan bentuknya yang khas, seperti botol minuman dan kantung, tak ayal sampah plastik lebih menyebar di lautan, katimbang batang kayu atau lumpur.

Salah satu dampak gawat membludaknya sampah plastik dapat dilihat di kerusakan ekosistem laut. Kerap ada berita tentang terumbu karang yang mati, menghitam, karena menjadi tiang  sangkutan kantung-kantung plastik. Akibatnya berikutnya, ikan-ikan karang pun menghilang. Kisah tragedi pun berlanjut dengan penyu yang  terdampar mati di pesisir karena menelan kantung plastik yang dikira ubur-ubur. Yang memilukan, kita biasa mendengar paus mati dengan perut penuh sampah plastik.

Dalam sehari-hari, mungkin kita juga sering melihat sampah plastik mengotori jalan-jalan di sekitar tempat tinggal, di  kawasan wisata dan terutama pusat-pusaat perdagangan. Bukan hanya menjadi polusi visual, sampah plastik  ini juga menjadi polusi secara harfiah ketika sudah mulai menyumbat sistem drainase dan mengakibatkan limpasan banjir setiap kali hujan lebat datang.

Plastik merupakan penemuan yang baru yang hadir pada abad ke-20 dalam bentuk polimer sintetik. Dalam proses pembuatan plastik, bahan baku yang paling umum dipakai adalah produk petrokimia seperti etana, propana. Selanjutnya etana dan propana dipecah dengan temperatur bersuhu tinggi, hingga terbentuk etilena dan propilena. Dalam reaktor etilena dan propilena  digabungkan dengan katalis membentuk polimer plastik yang selanjutnya menjadi pelet/bijih plastik.

Bijih plastik itulah yang  diproses menjadi aneka produk plastik seperti sisir, botol  plastik, kantong plastik dan banyak bentuk lainnya. Sayangnya, setelah digunakan dan dibuang sebagai sampah, ia tak mudah busuk dan terdekomposisi. Perlu ratusan tahun untuk membuatnya terurai. Sementara itu, orang Amerika tergolong paling boros dengan rata-rata menghasilkan 80 kg sampah plastik per tahun, di Eropa 60 kg, Indonesia 20 kg. Yang paling hemat adalah orang India. Sampah plastiknya hanya 2 kg per kapita per tahun.

Usaha Daur Ulang

Melalui CV Majestic Buana Group, Mohammad Baedowy mencoba berbuat dengan turut menahan luapan sampah plastik itu melalui proses daur ulang. Perusahaannya mengoperasikan mesin-mesin yang  mencacah limbah plastik,  terutama dalam bentuk borol minuman, botol shampo, minyak oli, kemasan obat dan sejenisnya, yang umumnya dibuat dari bahan dasar Polietilen (PE) atau Polistiren (PS), untuk dicetak menjadi barang baru. Produk andalannya antara lain cangkang sabut/ijuk untuk sapu lantai. Ada juga produk pot untuk tanaman hias.

CV Majestic Buana juga mengekspor platik PE cacahan ke China. Sepekan bisa 2-3 kontainer ukuran 20 ton. ‘’Untung bersih bisa Rp. 500 – Rp. 1000 per kilogramnya,’’ tutur Baedowy dalam wawancara di sebuah televisi. Bayangkan keuntungannya kalau sebulan bisa 10 kontainer saja. Plastik cacahan itu tak semuanya dihasilkan sendiri. Sebagian dipasok oleh mitra usahanya.

Maka, ia terus mencoba memperluas jaringannya. Ia menjual mesin pencacah plastik bagi  mitranya. Bila sang mitra menginginkan mesin lain untuk mengolah cacahan plastik itu menjadi produk ember, mangkok plastik atau jemuran pakaian, ia  pun bisa mengusahakannya. Mesin-mesin itu dipesannya di sebuah bengkel industri di Bekasi. Baedowy pun siap melayani pelatihan pengopoperasiannya. Ia juga siap mengkoneksikan calon mitranya ke sumber pembiayaan yang murah.

Kepedulian lingkungan adalah basis dari CV Majestic Buana Group. Ia akan mengajak para mitranya masuk jejaring rantai pasok dalam bisnis produk daur ulang plastik. Tujuan,  menghasilkan semakin banyak entrepreneur yang terjun dalam penanggulangan sampah plastik. Namun, satu hal yang dia selalu mengingatkan pada para mitranya adalah, bahwa semangat menanggulangi masalah sampah plastik itu bisa berkelanjutan, hanya bila sebagai usaha itu dapat tumbuh, memberi manfaat secara ekonomi, hingga usaha tersebut pun berkelanjutan. Penanggulangan sampah bila semata-mata atas semangat kerja bakti umumnya mudah kehabisan stamina.

Majestic Buana Group itu sendiri didirikan oleh Muhammad Baedowy di  tahun 2000, jauh sebelum sentimen peduli lingkungan marak digaungkan melalui media sosial. Baedowy mememulainya dari nol, dan ia mengaku pada awal-awal baru mulai dirinya rela menjadi pemulung. Justeru, karena dia mulai dari bawah, ia paham bagaimana bisnis daur ulang plastik itu bisa dioperasikan lan langsung bermitra dengan pemulung.

Baedowy adalah pria kelahiran Balikpapan.  Selepas kuliah di Malang, ia beruntung bisa bekerja di Royal Bank of Scotland, Cabang Jakarta sebagai auditor. Ia dididik sebagai auditor, pekerjaan yang menuntutnya selalu cermat pada setiap proses. Toh, terdorong keinginannya menjadi entrepeneur dan kepenasarannya dengan sampah plastik, ia putuskan mundur dari pekerjaannya di bank, guna menekuni bisnis daur ulang plastik. Keluarganya protes tapi dia tak beringsut.

Terjun Bersama Pemulung

Bermodal Rp. 50 juta, ketika itu tahun 2000, ia membeli mesin pencacah sampah plastik, menyewa lahan dan membangun lapak industri sedehana. Kepalang basah, Baedowy ikut  terjun ke lapangan bersama  mitra pemulungnya mengumpulkan sampah botol plastik di tempat pembuangan sampah. Ia memilah-milih sendiri sampah-sampah itu. Botol-botol   dipisah berdasarkan warna dan jenisnya. Tumpukan plastik itu lantas dicacah dengan mesin sederhana, yang dirancangnya sendiri, dan dijual. Kegiatan itu dijalaninya setiap hari.

Baedowy sempat pula bekerja di sebuah pabrik ember, sebutan untuk industri kecil yang mendaur ulang plastik dan menjadikannya produk baru. Biasanya untuk perkakas rumah tangga, seperti pot,  ember, gantungan  baju dan banyak lainnya. Ia ingin mempelajari prosesnya,  dan bagaimana cara menjualnya.

Belajar dari pengalaman itulah Baedowy mampu memproduksi mesin sendiri, dan kelak kemudian hari buah inovasinya itu dipakai  puluhan mitranya yang  tersebar di berbagai tempat di Indonesia. Awalnya, tak  selalu lancar. Sesekali mesin rusak misalnya, kerugian pun terjadi. Sempat ia berpikir menutup  lapak sampahnya.  Namun, Baedowy memutuskan jalan terus,  sambil terus belajar, dan menambah pengalaman.

Perlahan-lahan ia memperbaiki bisnisnya pun bangkit lagi. Pada tahun 2003, perusahaannya sudah bisa memproduksi sejumlah 3 ton plastik cacah per bulan, yang bisa dijualnya ke berbagai pihak di dalam negeri, atau bahkan bisa langsung diekspor ke China, dijadikan bahan baku benang poliester. Usahanya terus berkembang maju.

Kini, perusahaan Baedowy sudah beromset milyaran rupiah. Ia  mempunyai 60 karyawan di Bekasi, yang diambil dari masyarakat di sekitar pabriknya. Ia juga memiliki jaringan di 80 tempat, tersebar dari Aceh hingga Papua, yang masing-masing dilengkapi dengan mesin pencacah plastik dan mesin pencetak  produk-produk plastik untuk berbagai keperluan alat rumah tangga. Semua  berjejaring dalam satu rantai pasok. Masing-masih unit itu juga memiliki sekitar 60 orang pekerja dari warga di sekitar pabrik dan terkoneksi langsung ke jaringan pemulung.

Tempat Pembuangan Sementara

Melalui jaringan yang luas itu, Baedowy terus ikut menyampaikan pesannya ke semua pihak untuk memerangi sampah dengan cara reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali) dan recycle (daur ulang) alias 3-R. ‘’Untuk bila melakukan 3-R, sampah harus dibuang di tempat pembuangan yang disediakan. Agar bisa dipilah dan dipilih mana-mana yang bisa di-reuse dan di-recycle,’’ ujar Baedowy seperti dikutip di sebuah blog biografinya.

Baedowy mengaku menyaksikan, betapa tumpukan sampah sudah terlalu banyak. Ia mendorong kemasan menggunakan plastik yang bisa didaur ulang. Tempat pembuangan sampah yang resmi memungkinkan  dilakukan gerakan 3-R, dan karenanya harus disediakan oleh pemerintah (pusat maupun daerah), sehingga sampah tidak masuk ke selokan, sungai dan akhirnya ke laut. Dengan adanya tempat pembuangan sementara, sampah akan selamat sampai pembuangan akhir, dan dikendalikan dampak buruknya di sana.

Sebagai pebisnis, Baedowy merupakan bos yang dermawan. Ia menganggap para pekerhanya itu adalah orang yang berjasa untuk kesuksesannya. Pada karyawan yang sudah bekerja lebih dari 5 tahun di CV Majestic Buana, ia membagikan bagian yang cukup besar dari keuntungan bersih pada setiap  tahunnya. Ia menempatkan karyawannya sebagai mitra bukan buruh.

Sukses Baedowy yang berangkat dari kepedulian akan lingkungan patut menjadi model. Melek isu lingkungan dan rela melakukan upaya lebih adalah sesuatu yang perlu diterapkan semua pihak jika ingin menciptakan lingkungan hidup yang layak bagi seluruh lapisan masyarakat.

Sampah adalah masalah besar bangsa kita. Tapi bila diolah secara baik, genah, dan tepat dengan teknologi tepat pula, sampah pun bisa menjadi rupiah. ‘’Saya berobsesi untuk menyebar luaskan pengetahuan saya ini kepada seluruh masyarakat,” ujar Baedowy.

Penulis : Indy Keningar

 

Ikuti tulisan menarik sangpemikir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler