Menunggu Beredarnya Mesin PCR Buatan Dalam Negeri

Rabu, 3 November 2021 08:32 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Harga tes PCR Covid-19 selama ini diketahui mahal, meski sekarang sudah diturunkan menjadi Rp300 ribuan. Namun, dibalik mahalnya harga tes PCR ini bukan tanpa alasan. Indonesia masih saja mengimpor mesin-mesin tes PCR dari luar negeri, padahal Indonesia telah mumpuni untuk mengembangkan alatnya sendiri. Kini, para pembuat mesin PCR lokal ini sedang menunggu dukungan dari pemerintah pusat.

Polymerase chain reaction (PCR) adalah sesuatu yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia di kala Pandemi Covid-19 masih menghantam. Ketika bepergian, warga disyaratkan menujukkan bukti negatif swab test RT-PCR.

Dulunya PCR hanya diperuntukkan yang bepergian dengan pesawat. Alasannya, karena ekonomi orang yang naik pesawat lebih memadai ketimbang moda transportasi lainnya. Tetapi kemudian muncul titah dari Presiden Jokowi untuk menurunkan harga tes PCR. Kini, Dari yang semula harganya RP495 ribu menjadi Rp275 ribu untuk wilayah Jawa. Sementara, untuk wilayah luar Jawa dan Bali yang semula tarifnya Rp525 ribu kini menjadi Rp300 ribu saja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sontak, masyarakat gegap gempita menyambut kabar ini. Tetapi meski ini adalah keuntungan bagi negara, namun ada pihak yang sedikit dirugikan yaitu pihak rumah sakit. Kecuali, kini tes PCR dilakukan dengan menggunakan mesin buatan dalam negeri.

Mengapa Indonesia harus membuat mesin PCR sendiri? Karena selama ini negeri kita masih mengimpor mesin-mesin dan reagen mBiocoV-19 ditambah insentif bagi para pekerja medis yang masih terbatas, serta penggunaan mesin PCR itu sendiri. Untuk mesin PCR sendiri harganya mencapai Rp2 miliar. 

Sejatinya, ada solusi agar harga tes PCR tidak mahal dan membebani anggaran belanja negara karena impor. Pemerintah harus mendorong dan mengerahkan segala dukungan untuk pembuatan mesin PCR lokal.

Hingga akhirnya kabar baik datang dari Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjajaran bersama dengan PT Gerbang Telekomunikasi. Mereka berhasil mengembangkan alat Auto Magnetic Extractor (AutoMagER) yang berfungsi mengecek sampel pasien Covid-19.

 Dalam pemeriksaan PCR, AutoMagER digunakan untuk mengekstrak RNA pada sampel baru setelah itu dimurnikan. Kapasitas ekstraksi yang dimiliki AutoMagER ini mencapai 96 sampel dengan waktu 15-40 menit. Alat ini juga dinilai lebih efektif dan dapat dipakai semua jenis mesin PCR. 

Anggota tim peneliti Fakultas Kedokteran dan Laboratorium Rumah Sakit Pendidikan Universitas Padjajaran, Savira Eka Wardhani, mengatakan bahwa saat ini timnya sudah menggaet produsen lokal agar AutoMagER dapat diproduksi secara massal dengan mengurus perizinannya.

Akankah Mesin PCR Lokal Beredar?

Disaat warga, peneliti hingga dokter antusias mengembangkan mesin PCR lokal, ada satu hambatan lain yang Saya fikir dapat menjadi faktor terhambatnya penggunaan mesin PCR lokal.

Karena belakangan ini, ada isu yang ramai diperbincangkan masyarakat yaitu terkait keterlibatan sejumlah nama pejabat negara yang diduga meraup keuntungan dari adanya pandemi dalam bisnis segala jenis tes Covid-19 termasuk tes usap PCR. Bahkan bisnis tersebut bisa menghasilkan keuntungan hingga triliunan rupiah per 1 juta orang yang tes PCR di harga Rp300 ribuan.

Jika rakyat beralih ke perusahaan laboratorium tes PCR yang telah menggunakan mesin lokal dengan harga yang murah, bukankah ini artinya para penikmat cuan bisnis PCR akan kehilangan pundi-pundi triliunan rupiah? Kecuali mereka mengesampingkan hasrat memenuhi kepentingan pribadi dan turut mendukung mesin PCR lokal. Tapi akankah 'keajaiban' tersebut kejadian? Bagaimana pendapatmu?

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Aisyah Hetra

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler