x

Iklan

Muhamad Raditya Danu Carita

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 November 2021

Sabtu, 13 November 2021 12:42 WIB

Cerpen: di Balik Purnama

Karya Muhamad Raditya Danu Carita.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

DI BALIK PURNAMA

Malam itu purnama tampak terang sekali. Sebuah tanda sudah masuk pertengahan bulan. Sinarnya menerangi gelap malam. Saat itu, aku sedang tiduran dengan bulan purnama yang terlihat jelas dalam jendela. Tenang sekali, sampai-sampai terdengar suara hewan malam. Sepertinya, jika tidak di dengar dengan penuh konsentrasi, suara itu akan lenyap begitu saja. Suara itu pun terus menggangguku yang ingin memejamkan mata.

Keanehan mulai muncul, di tengah paduan suara serangga malam itu jendela kamarku mulai berderit kencang. Kacanya bergetar hampir pecah. Cahaya purnama mendadak hilang. Bulan itu tertutupi benda besar. Entah benda apa itu, aku tidak tahu, intinya benda itu besar sekali. Bingkai jendelaku sampai tidak mampu memperlihatkan seluruh bagiannya karena benda itu terlampau besar. Lalu, derit jendela juga semakin kencang. Sungguh menyeramkan dan aku berbaring dengan penuh ketakutan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aku segera menarik selimut dan bersembunyi di baliknya. Saking takutnya, aku segera memejamkan mata dan menutup telinga rapat-rapat agar suara deritan itu tidak sampai ke otakku. Beberapa saat kemudian, suara deritan jendela itu berhenti. Cahaya bulan purnama muncul kembali. Hilang seperti tak ada apa-apa.

”Aku harus segera tidur!.” Menyeramkan sekali, aku langsung tidur dan berharap dapat melupakan kejadian tak masuk akal itu.

Mentari pagi sudah bersinar, melewati jendela kamarku, dan menggantikan cahaya purnama. Melihat jendela itu, aku teringat kejadian tadi malam. Suara derit jendela dan benda besar misterius. Sebenarnya benda besar apakah itu? Aku justru penasaran.

”Sebaiknya aku memeriksa bekasnya di halaman. Barangkali ada jejak yang tertinggal.” Setelah berbicara sendiri, aku segera memeriksa keadaan luar.

Halamanku baik-baik saja tetapi kebun tomat di samping rumahku hancur. Kehancurannya seperti habis terkena badai. Apakah benar tadi malam terjadi badai hebat? Halaman rumah terlihat baik-baik saja. Tidak mungkin ini ulah badai. Pasti ini karena ulah benda besar misterius tadi malam yang besarnya tidak karuan.

Pola kehancuran kebun juga sangat rapi. Dari seluruh bagian kebun, yang hancur hanya bagian tengahnya saja, membentuk kawah melingkar. Tanaman tomat yang di tepian kebun tidak ikut hancur. Syukurlah bulan ini aku masih bisa memanen tomat meski hanya tersisa bagian tepi.

Hari itu aku membersihkan tanaman yang hancur dan menyelamatkan beberapa tomat yang masih layak jual. Tanaman-tanaman hancur itu aku hadiahkan kepada sapi kesayanganku dan tomatnya aku jual, lumayan hasil penjualannya bisa mengisi dompet.

”Nanti malam, aku akan berjaga, mencari tahu siapa biang kerok kerusakan ini.” Kalimat itu aku katakan sambil mengepalkan tangan tanda bersemangat membalas dendam.

Malam telah tiba. Bulan purnama masih nampak bulat seperti kemarin. Bulan itu menemaniku berjaga di teras rumah. Secangkir kopi dan wafer renyah mungkin bisa membuat mataku tetap terbangun. Kali ini yang terdengar tidak hanya suara serangga malam, tetapi ada suara tetesan air sisa hujan tadi sore. Suara tetesan air itu mempunyai ritme yang unik. Membuat tanganku ikut mengetuk-ngetuk senapan yang aku bawa.

Tik, tik, tik, tik…

Suara itu terus berbunyi hingga dua jam berikutnya, eh… bukan, tiga jam kalau tidak salah. Sampai saat itu pula aku belum menemukan tanda-tanda keanehan. Kopiku sudah habis sejak tadi, aku jadi mulai mengantuk. Oksigen di otakku sudah mulai habis. Membuat aku menguap sangat lebar, menyerap oksigen sebanyak-banyaknya.

”Hoam…” Seperti itu kira-kira suara aku menguap. Saat aku sedang menikmati lezatnya menguap, terdengar suara aneh. Suara itu membuat mataku kembali terbuka. Sebenarnya suara itu biasa muncul malam-malam, yang membuat aneh adalah variasinya.

Auuu… biasanya suaranya seperti itu, tetapi kali ini berbeda. Auuu…u…u…u…khkhkh… kira-kira seperti itu variasinya. Lolongan serigala hutan terdengar sedang tercekik. Bila aku perhatikan  dari suaranya, sepertinya serigala hutan itu sedang kesakitan. Hal itu membuat bulu kudukku berdiri, merinding rasanya mendengar suara menyeramkan itu. Aku jadi tidak berminat untuk tetap berjaga. Meskipun biang kerok itu belum muncul juga sampai detik ini, aku memilih menyerah dan masuk rumah untuk segera tidur.

Pagi telah tiba. Hari ini aku berniat mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi pada serigala hutan. Suara lolongan serigala aneh tadi malam membuatku penasaran. Semakin aneh saja kejadiannya sejak jendela kamarku berderit kencang. Si biang kerok itu juga belum menampakkan diri lagi. Hal itu menambah rasa penasaranku, apakah ada hubungan antara keduanya? Aku tidak tahu.

Aku pergi ke hutan membawa senapan untuk berjaga. Tidak lupa pula aku membawa sapi kesayanganku. Dia akan aku lepas di padang rumput dekat hutan. Pasti dia akan senang. Tentunya, aku tidak melepasnya begitu saja. Itu hanya istilah untuk membiarkannya menikmati rumput di sekitar tempat dia diikat.

 Suara lolongan serigala biasanya berasal dari bukit bebatuan di pinggir hutan. Serigala akan memilih puncak-puncak bukit tersebut sebagai tempat dia melolong. Tempat yang tinggi menyebabkan suaranya dapat terdengar sampai rumahku. Itu adalah sedikit penjelasan yang memudahkan aku mencari sumber suara aneh tadi malam. Aku langsung melesat ke sana melihat apa yang sebenarnya terjadi.

Beberapa saat kemudian aku sampai. Di sana aku tidak melihat bekas apa-apa. Tempat itu kosong, mungkin dugaanku salah. Aku harus mencari ke puncak yang lain. Saat aku melangkah turun, kakiku terpaku diam karena setelah aku perhatikan baik-baik, terdapat ceceran darah yang bisa dibilang sebagai jejak. Jejak itu mengarahkanku pada sebuah gua. Ceceran darah itu habis tepat di mulut gua. Di sana ada seekor serigala yang sudah tewas. Benar dugaanku tadi malam. Lehernya terluka, sepertinya dicekik oleh sesuatu.

Melihat hal itu membuat aku merinding lagi. Suasananya menyeramkan sekali. Sosok apakah yang berani mencekik serigala saat melolong. Apakah itu monster hutan, hantu, atau sesama binatang? Aaaa… aku tidak bisa membayangkannya. Aku takut, lebih baik aku pulang. Aku segera keluar dari hutan, menuju padang rumput tempat aku mengikat sapi. Akan sial bila aku sampai  bertemu dengan sosok itu, mungkin aku akan ikut dicekik juga.

ketika sampai di padang rumput, aku terkejut karena tidak melihat sapiku di sana. Mengapa dia bisa hilang? Tempat mengikatnya masih ada, tetapi tali dan sapinya sudah tidak ada. Mungkinkah sapiku kabur? Dia tidak bisa melepas ikatannya sendiri. Pasti ada yang mencuri.

”Oh… tidak, hari mulai sore. Aku tidak bisa mencarinya sekarang. Lebih baik aku pulang dahulu.”

Sial sekali nasibku hari ini. Meskipun tidak bertemu sosok pencekik serigala tapi aku kehilangan sapi kesayanganku. Setelah mandi dan makan malam, aku berniat mencarinya di malam hari. Akan tetapi, keberanianku tidak sebesar semangatku, aku masih takut bila ke sana sendirian. Aku memutuskan mengajak sepupuku berburu sapi di malam hari. Apabila aku mencarinya besok pagi, pasti sudah jauh dibawa pencuri dan aku tak sempat lagi mengejarnya.

Sepupuku sudah membawa alat penglihatan malam. Bentuknya seperti kacamata tapi itu bukan kacamata biasa. Bentuknya balok dengan lubang kaca tempat mata melihat. Cara kerjanya aku tidak tahu, Begitu juga bahan pembuatannya.  Yang aku tahu, itu dilapisi logam dan nyaman menempel di mata. Penglihatan kami menjadi hijau dan nampak benda-benda di kegelapan. Alat ini sangat membantu perburuan kami.

 Selain itu, sepupuku juga membawa alat sensor suara. Katanya, alat itu akan bereaksi jika mendengar suara lonceng sapi milikku. Sekecil apa pun suaranya pasti akan bereaksi. Dia berencana mengikuti petunjuk alat itu menuju suara lonceng. Dengan begitu, kami akan lebih cepat menemukannya.

Aku berkontribusi dengan membawa dua senapan. Satu untuknya dan satu untukku. Mungkin senapan itu akan berguna untuk perlindungan diri. Setelah mengisi amunisi dan persiapan lain, kami segera bergerak menuju hutan.

Kami memulai pencarian dari tempat mengikat sapi terakhir kali. Sepupuku mulai menghidupkan sensornya. Lantas, tidak menunggu lama, sensor itu bereaksi. Kami berdua terus mengikuti petunjuknya. Kami melewati jalan setapak, semak belukar, dan tanah bebatuan. Anehnya jalan itu adalah jalan yang aku lalui tadi siang. Jalan menuju gua tempat aku menemukan bangkai serigala.  Tidak lama kemudian, kami sampai. Sensor itu berhenti tepat di mulut gua. Bangkai serigala tadi teryata sudah tidak ada.

”Bagaimana, apakah sapinya ada di dalam?” Aku bertanya pada sepupuku.

”Pasti, alat ini tidak mungkin keliru,” jawabnya.

Kami memeriksa bagian dalam gua menggunakan alat penglihatan malam. Beberapa saat setelah dinyalakan, dari dalam gua yang gelap, tampak sosok seperti manusia sedang menggenggam tali sapiku. Ternyata dia adalah makhluk yang sudah mencuri sapi kesayanganku. Aku bilang seperti manusia karena dia bukan manusia. Matanya besar bersinar, berwarna biru bila dilihat dengan alat, berwarna merah saat dilihat langsung. Hidungnya pesek, mulutnya kecil seperti mulut ikan. Lebih mengerikannya lagi, dia tidak memiliki daun telinga, telinganya hanya sebuah lubang.

Makhluk itu mendekati kami berdua sambal menyeret tali sapiku. Syukurlah sapi masih baik-baik saja, tidak ikut dicekik seperti serigala. Makhluk itu mulai berbicara dengan bahasanya sendiri. Kami tidak paham apa yang dibicarakannya. Memasang muka bodoh dan menggaruk-garuk kepala yang tak gatal mungkin gambaran yang pas dengan tingkah kami saat itu. Sepertinya, makhluk itu paham maksud kami karena dia menghentikan ocehannya. Lalu dia mengeluarkan dua bintik cahaya dari mulut. Bintik itu dengan cepat melesat ke tenggorokan kami. Kami tak bisa menolaknya, masuk begitu saja.

Entah kenapa setelah dimasuki bintik itu kami jadi paham apa yang dia katakan.

Dia berkata, ”Wahai Kisanak, bolehkah saya mengambil sapi Anda ini untuk dijadikan spesies baru di planet kami dan akan kami kembang biakkan? Spesies sapi di planet kami sudah punah, padahal dagingnya sangat lezat. Secara kebetulan, kaum kami menemukan bahwa ternyata planet ini masih memiliki spesies sapi yang kami idam-idamkan. Lalu, saya dan teman-teman saya diutus untuk mengambilnya.

Saat sampai di rumah Anda, saya hendak mencuri. Akan tetapi, saya tidak bisa membuka pintu kandangnya. Karena kelamaan, saya ditinggal pergi kawan-kawan saya. Kemudian saya mencari tempat perlindungan dan sampailah di gua ini. Namun, tidak saya sangka. Ternyata banyak hewan buas mengganggu saya. Saat hewan itu menyerang, saya membela diri dan dengan terpaksa membunuhnya.

Tadi siang saya jalan-jalan di padang rumput dan kebetulan melihat sapi Anda. Saya khilaf mencurinya, lalu saya bawa ke gua ini. Setelah berkontemplasi, seharusnya saya meminta izin kepada pemiliknya terlebih dahulu. Saya teringat rasanya ketika ditinggal pergi oleh teman-teman yang saya sayangi. Saya tidak ingin hal itu terjadi kepada Anda karena ditinggal sapi kesayangan Anda. Hingga Anda datang sendiri ke tempat ini. Oleh karena itu, mumpung sekarang sudah ada Anda, Apakah Anda mengizinkan?” 

Setelah mendengar penjelasan panjang lebar makhluk itu, akhirnya aku mengerti sebab keanehan yang terjadi dua hari terakhir. Ternyata dia adalah makhluk luar angkasa yang ingin mengambil sapi kesayanganku.

”Em… Boleh saja, tetapi bagaimana sapi itu akan berkembang biak bila hanya seekor sapi jantan yang akan kaubawa?” Aku bertanya pada makhluk luar angkasa itu.

”Untuk masalah itu, kami juga masih bingung mencari sapi seekor lagi,” dia menjawab dengan rendah hati.

”Aku punya seekor sapi betina. Kamu bisa membawanya sebagai pasangan sapi itu,” kata sepupuku. Dia menawarkan sapi betinanya.

Aku berkata, ”Iya… kami akan memberikannya kepadamu secara cuma-Cuma. Sebab, usahamu untuk tidak mencuri, adalah hal yang sangat langka dan jarang ditemukan di planet kami, yatiu ketulusan, keterbukaan, dan kejujuran.”

”Wah! Terima kasih banyak Kisanak, kebaikan kalian berdua pasti akan kami balas. Kami akan mengirim hidangan daging sapi terlezat yang pernah ada di alam semesta untuk Anda berdua. Terima kasih.” Makhluk itu terlihat girang sambil menunduk-nunduk berterima kasih.

Sepupuku membawa sapi betinanya ke padang rumput untuk dibawa makhluk luar angkasa. Di planet mereka nanti, sapi jantanku akan dikawinkan dengan sapi betina milik sepupuku.

Saat makhluk itu melihat sapinya, dia berkata, ”Seperti yang aku katakan tadi, kami berjanji kepada kalian untuk memberi hidangan daging sapi terlezat. Dengan teknologi kami, sapi akan siap santap sebulan sekali. Pertumbuhannya akan kami percepat dan kami berusaha semaksimal mungkin untuk tetap melestarikannya.” Makhluk itu berjanji akan mengirim makanan kepada kami sebulan sekali.

”Baiklah, jaga dan rawat baik-baik sapiku ya! Semoga dapat bermanfaat bagi kaummu,” balasku.

Sebuah piring terbang tiba-tiba muncul di atas kami, makhluk itu sudah berusaha menghubungi temannya dengan bantuan alat dari sepupuku. Lalu, membawa kedua sapi kami melalui sorortan cahaya dari piring terbang. Lalu melesat masuk ke dalam. Aku dan sepupuku melambaikan tangan kepada mereka. Benda sebesar itu melaju cepat menembus awan menghilang di balik purnama malam itu.

Sejak saat itu kami bersahabat dengan makhluk luar angkasa. Berkunjung rutin setiap bulan purnama. Menikmati hidangan lezat bersama. Kadang di rumahku kadang di rumah sepupuku. Semakin lama kami jadi tahu nama mereka. Makhluk yang mencuri sapiku bernama To. Teman-teman To yang meninggalkannya waktu itu bernama Ne, Ro, dan Ba.

Oh iya… ternyata kami belum memperkenalkan diri. Namaku Hendrik dan sepupuku Kevin. Ah, Sungguh sebuah barter yang menguntungkan. Terlebih setelah beberapa bulan, mereka mengembalikan sapi yang telah kami beri. Katanya, sapi di planet mereka sudah mulai banyak. Dengan begitu, aku jadi bisa mengajak sapi kesayanganku merumput di padang rumput lagi.

TAMAT

Ikuti tulisan menarik Muhamad Raditya Danu Carita lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu