x

Iklan

Mulyanto AyahMulia

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Senin, 15 November 2021 06:18 WIB

Tidak Semua Wanita Itu Begitu


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Nita Marleta namanya (nama samaran). Dia cantik putih langsing mantan atlet tinju. Kini janda. Punya anak putri berusia 4 mau 5 tahun.
Aku mengenalnya pertama kali saat dia latihan di sasana tinjunya. Di Solo. Aku bukan atlet tinju aku wartawan waktu itu. Sekitar tahun 2012.
Nita ini hanya bisa digambarkan dalam dua kata. Cantik baik. Dulu waktu aku meliputnya pertama kali untuk kami muat di koran kami Nita melayaniku dengan sangat baik. Perangainya lembut suka senyum dan sopan.
Aku sebagai lelaki normal tentu saja menyukainya. Nita mungkin biasa. Atau nggak. Sebagai gadis cantik banyak yang suka pasti normal. Atau mungkin dia juga sudah punya pacar waktu.
Aku ya suka sama Nita. Sayang aku sudah punya pacar juga waktu itu. Dan aku tidak suka main-main dengan komitmen. Kalau sudah di satu hati ya tak akan ke hati yang lain.
Saat aku meliput Nita, aku mewawancarainya dengan merem.
Aku banyak menunduk atau membuang muka ke tembok, ke lampu di langit-langit rumah, ke rak buku, ke salip kecil di dinding di atas pintu dan lainnya. Sedikit sekali aku menatap mata Nita. Takut aku. Sadar diri.
Dia saat itu kuliah semester 6. Dan karir atletnya moncer. Nita menggeluti tinju sejak SMP sampai kuliah. Kuliah jurusan psikologi.
Aku mewawancarainya di rumahnya yang berada di agak tepian kota. Nita saat itu baru saja meraih prestasi sebagai juara 1 kejuaraan tinju level internasional di kelasnya. Tarungnya di Ibu kota.
“Bukan aku yang hebat, Mas. Aku biasa aja.” Katanya merendah. “Semua prestasi ini berkat pertolongan dan kebaikhatian Tuhan. Tuhan yang menghendaki aku dapat prestasi ini,” katanya. Lalu dia melepas senyum untukku. Manis. Cantik. Menyusup ke relung hatiku.
Aku ya tulis saja apa adanya, apapun yang dia katakan. Inspiratif pasti.
Intinya sejak saat itu kami intens ketemu. Ketemu di sasana tinju. Sehabis latihan dia menghampiriku. Dia mengaku liputanku memuaskan. Tulisanku bagus. Kubilang bukan karena aku, tulisan atau kisah Nita memang yang bagus. Inspiratif.
Singkat kisah, Nita lulus kuliah lalu kerja di Ibu Kota. Mungkin dia meninggalkan pacaranya yang di kota itu. Nita karirnya persis wajahnya: mulus cantik. Kerjaannya bagus dengan gaji tinggi. Jabatannya sekretaris kepala HDR di RS swasta besar di Ibu kota.
Kami sudah tak berhubungan lagi sesudah itu. Mungkin Nita sudah bahagia di Ibu kota. Aku juga masih terus hidup jadi pewarta sebuah koran agak besar di kota ini. Aku juga bahagia. Aku punya pacar baik dan cantik waktu itu.
Hanya saja lebaran kemarin tetiba ada nomor asing meneleponku. Maklum nomor HPku jadul betul. Aku masih setia memang. Karena sejak SMA aku memelihara nomor itu meski HPnya ganti-ganti.
Rupanya orang yang menghubungiku itu adalah Nita. Entah ada angin apa. Katanya dia buka instagramnya terus ketemu foto aku yang lagi sama istriku. Terus dia bilang kangen sama aku. Kangen berbagi cerita. Bukan yang lain! Lalu dia menemukan nomor HPku maka dia lantas meneleponku.
Nita cerita macam-macam lebaran kapan hari itu. Sepertinya tak ada yang berubah. Nita tetap asyik dan banyak bercerita. Waktu kami di sasana tinju memang kerap Nita bercerita ini itu tanpa topik. Dan aku mungkin cocok jadi pendengar yang buaik buat dia.
Aku bertanya gimana karirnya, keluarga, anak, dll. Nita malah nangis. Lalu dia bercerita tentang keluarganya, panjang dan lama.
Katanya, sejak di Ibu kota dia bahagia. Tapi hanya satu tahun. Setahun pertama dia bagus kerjaannya lalu dinikahi anaknya direktur rumah sakit. Lalu setahun berikutnya menjalani rumah tangga dengan penuh air mata.
Di rumah dia diperlakukan bukan sebagai ratu sebagaimana janjinya waktu menyatakan cinta di puncak, malam itu. Malah dia dijadikan keset yang sesuka hati selalu diinjaknya. Setiap saat. Bila ingin dihampiri bila tidak dibiarkan. Dan kejam sekali suami ini.
Bayangkan, sudah beristri tapi masih membawa WIL (wanita idaman lain) ke dalam rumah mereka. Hancur Nita. Sakit dia. Tapi dia selalu bisa berpura-pura baik, ya di kantor masih baik, di keluarga besar masih baik.
“Sampai akhirnya borok itu meledak, Mas. Aku nggak kuat. Masak aku melahirkan anak kami di RS dengan perjuangan yang berat, masak dia enak-enakan begituan dengan wanita lain, kata pembantuku ya di rumah, di rumah kami.” Ceritanya menggebu. “Esoknya aku habis lahiran langsung menggugat cerai dia, Mas. Syukur semua lancar. Aku punya hak penuh atas anakku.”
Pilu betul kisahnya. Aku ya seperti dulu. Jadi pendengarnya yang baik.
“Aku resign dari RS sambil mengurus anak sambil mengurus perceraian kami, Mas. Semua lancar, aku pakai pengacara yang top.”
Inti ceritanya begini. Nita sudah itu ada waktu enam bulan membesarkan anaknya dengan ASI. Full. Mereka tinggal di perumahan hanya berdua dengan bayinya, lalu dia berfikir untuk bekerja lagi di perusahaan. Dan itu terealisasi. Dia mendatangkan buleknya yang janda tua—yang anaknya sudah gede-dege—ke Ibukota untuk menjaga buah hatinya. Sedangkan sama bekas suaminya yang anak direktur RS benar-benar tus-tus-putus.
Nita keterima kerja di pabrik tekstil. Dia sebagai manajer gitu lah. Ternyata di kantor baru Nita juga hanya sebentar bahagianya. Tujuh bulan saja. Awalnya baik-baik saja, sampai ada rekannya yang mendekatinya dan sampai makan malam segala, sedangkan ternyata dia sudah punya anak dan istri sah.
Nita dijuluki pelakor dan semua berakhir.
Ada juga peristiwa pilu, ini sungguh memalukan. Nita kan kerja di pabrik tekstil yang bersebelahan dengan pabrik makanan ringan. Nah, si bos pabrik makanan ringan bila sampai parker mobil acap bareng dengan Nita juga keluar mobil.
Siapa yang tak tergoda paras dan penampilan Nita yang pakaian selalu kekecilan sehingga isinya nampak sebaliknya. Dan mata Nita itu, duh, gimana gitu. Singkat kejadian, si bos pabrik makanan ringan kepincut sama Nita. Padahal dia ya punya istri-anak.
Lalu diWAlah Nita, di teleponlah Nita oleh si bos pabrik makanan ringan itu. Namun bukan untuk hal baik, Nita diajak ke hotel, katanya si keparat itu mau memuaskan Nita yang sudah lama tak dibelai.
Sayang sejuta sayang Nita memang cantik dan pakaiannya kekecilan, tapi dia bukan wanita begitu. Dia selalu punya Tuhan. Dia malu kalau sampai berbuat yang membuat Tuhan sedih bahkan marah. Maka ditolaklah si bos pabrik makanan ringan itu sambil kisah ajakan itu diceritakan ke satpam pabrik tekstil. Maksud Nita agar dia dapat perlindungan.
Benar Nita aman, Tapi menyebarlah hal laknat itu bahwa si bos pabrik makanan ringan yang sopan dan berwibawa selama ini rupanya pernah mengajak begitu ke Nita. Biadab.
Baiklah kini, maka sekali lagi semua berakhir. Termasuk Nita putuskan tak lagi kerja. Namun dia orang yang pintar. Dia banyak sekali tabungan. Dia hemat. Dia tak repot-repot beli bedak mahal hanya untuk glowing. Memang dari sononya sudah uwayu.
Sebulan Nita hanya di rumah saja sampai buleknya menyarankan agar dia membuka butik. Khususnya busana muslimah. “Sekarang lagi tren busana muslimah, Nduk,” usul buleknya.
Dan, Nita seletah merenungi dalam-dalam dia memutuskan benar membuka butik. Dia hubungi rekan-rekannya yang masih baik padanya, baik teman di RS maupun di pabrik tekstil agar bisa membantunya. Benar saja banyak yang bantu. Maklum selain cantik wajah Nita juga cantik hati. Tuhan banyak menolong dia.
Sebelum benar-benar buka butik, Nita minta dibimbing membaca syahadat ke buleknya lalu minta diajari mengaji di musholla rumahnya setiap hari. Kemudian Nita memutuskan pakai hijab. Wes. Makin cantik dan anggun saja dia.
Kini Nita menjalankan butiknya dengan mempekerjakan 128 pegawai. Yang awalnya haya menyewa ruko di daerah padat warga kini merambat membeli 4 ruko lagi dan membuka 7 tenan di mall. Singkatnya Nita kini sukses luar biasa.
Aku ikut bungah dadan bersyukur atas kesuksesan temanku itu. Tapi di akhir ceritanya dia meminta alamat rumahku. Ya kuberi saja. Lalu dia bilang suruh tunggu sesuatu yang istimewa dua-tiga hari ke depan. Aku mengiyakan saja. Sebelum menutup telepon Nita juga menyampaikan salam untuk anak-anak dan istriku. Aku juga titip salam buat anak dan buleknya dia.
***
Rupanya tiga hari dari kami teleponan itu ada yang bisa dikata istimewa ke rumahku, ke rumah kami. Tapi bagi orang lain juga bisa dikata musibah.
Sabtu pagi Nita sampai di rumahku bersama anak, bulek dan Papanya. Kalau ibunya sudah meninggal dua tahun lalu.
Tentu kami sangat bahagia ketamuan orang kaya. Orang baik. Istriku dan anak-anakku juga bahagia. Mereka dibawakan hadiah baju dan makanan enak oleh Nita.
Ternyata kepentingan Nita ke rumah adalah hanya ingin meminta persetujuanku untuk aku mengawininya di hari Senin, lusa. Istriku yang merencakana itu semua sama Nita. Rupanya mereka berdua sudah berkongsi sejak lama.
“Mas, tolong katakan iya ke Mbak Nita,” kata istriku. Aku diam dan menatap pilu ke wajahnya.
“Istri Nak Mas Furqon sudah ikhlas, bagaimana dengan Nak Mas sendiri?” tanya Papa Nita. Kena skak mat aku.
“Kalau Mas tidak berkenan tidak apa-apa, Mas,” kata Nita sembari tersenyum. Manis, anggun dia. Gamis putih dengan kerudung senada yang dia kenakan makin meneguhkan dia itu cantik. Sudah lah cantik. Bodoh kalau aku berkata tidak.
“Mohon maaf, kenapa aku tidak diberi waktu berfikir dan merenung dulu? Ya Allah, ini sangat berat. …. Tapi Bismillahirrahmanirrahim, Aku bersedia, Dik Nita. Semoga Allah membuat hidup keluarga kita indah dan barokah. Aamiin.”
***
Bila ada pelajaranya semoga bisa dipetik.
Surabaya, 26/6/2021

Pengarang Mulyanto orang Madura
Tulisan ini hanya karangan fiksi,

Ikuti tulisan menarik Mulyanto AyahMulia lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Dalam Gerbong

Oleh: Fabian Satya Rabani

Jumat, 22 Maret 2024 17:59 WIB