x

Melihat perkembangan infrastruktur sekolah dan sistem literasi di Indonesia

Iklan

Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 11 November 2021

Rabu, 17 November 2021 12:34 WIB

Membangun Literasi Budaya dengan Kearifan Lokal Menuju Indonesia Gemar Membaca

Deklarasi Praha tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,dan budaya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Saat ini menyosialisasikan dan meningkatkan kemampuan gerakan literasi di sekolah belum begitu membuahkan hasil yang maksimal karena masih rendahnya pendampingan dan pelatihan untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan literasi di kalangan siswa dan guru. Masih banyak guru yang beranggapan bahwa literasi menjadi tanggungjawab guru mata pelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, bahan bacaan dan teks yang tersedia di sekolah belum dimanfaatkan secara optimal untuk mengembangkan kemampuan literasi siswa. Hasilnya gerakan literasi yang dicanangkan di sekolah tidak dapat terlaksana dengan baik.

            Deklarasi Praha tahun 2003 menyebutkan bahwa literasi juga mencakup bagaimana seseorang berkomunikasi dalam masyarakat. Literasi juga bermakna praktik dan hubungan sosial yang terkait dengan pengetahuan, bahasa,dan budaya (UNESCO, 2003 dalam Kemendikbud, 2016). Di samping itu, World Economic Forum 2015 dalam Kemendikbud (2017) mengemukakan bahwa literasi menjadi sangat penting tidak hanya bagi peserta didik, tetapi juga bagi orang tua dan seluruh warga masyarakat.

Literasi budaya dapat didefinisikan sebagai jaringan informasi yang dimiliki oleh pembaca kompeten, sebagai dasar informasi yang melekat di pikiran dan dipahami, memperoleh intinya, memahami implikasinya, menghubungkan apa yang mereka baca dengan konteks yang tidak tertulis yang memberi makna terhadap bacaan. Hirsc (dalam Hoffman, 1991:2) menjelaskan bahwa literasi budaya adalah, “The network of information that competent readers possess. It is the background information, stored in their minds, that enables them to take up a newspaper and read it with an adequate level of comprehension, getting the point, grasping the implications…”.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Para guru perlu melakukan strategi literasi dalam pembelajaran. Pengembangan kemampuan literasi di sekolah akan membantu meningkatkan kemampuan belajar siswa. Penggunaan teks dan/atau bahan ajar yang bervariasi, disertai dengan perencanaan yang baik dalam kegiatan pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi siswa. Salah satu strategi yang dapat dilakukan sekolah adalah literasi pembelajaran berbasis kearifan lokal. Berdasarkan realitas ini maka sekolah dapat melakukan upaya penguatan pendidikan karakter melalui strategi literasi berbasis muatan lokal. Hal ini dilakukan untuk membangun kepribadian, mentalitas, moralitas yang adiluhung. Ini mengandung arti bahwa muatan lokal dapat membekali siswa untuk menjadi pribadi yang bernilai tinggi karena kebaikan budi pekertinya.

            Literasi dapat diartikan melek teknologi, melek informasi, berpikir kritis, peka terhadap lingkungan, bahkan juga peka terhadap politik. Seorang dikatakan literat jika ia sudah bisa memahami sesuatu karena membaca informasi yang tepat dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahamannya terhadap isi bacaan tersebut (Naibaho, 2007). Penumbuhan literasi di sekolah dapat dilakukan melalui kegiatan rutin dan kegiatan insidental. Kegiatan tersebut dilakukan dalam tiga tahapan literasi yaitu tahap pembiasaan, pengembangan dan pembelajaran.

            Selama ini, gerakan literasi sekolah baru dilaksanakan pada tahap pembiasaan, yakni penumbuhan minat baca melalui kegiatan membaca 15 menit tanpa tagihan. Di beberapa sekolah telah dilakukan strategi literasi tahap kedua, yakni memberikan tagihan setelah siswa melakukan kegiatan membaca. Namun, kedua hal tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan karena pelaksanaannya sebatas pada gerakan saja. Untuk itulah, mulai tahun 2017, kemdikbud mencanangkan strategi literasi dalam pembelajaran.

            Tujuan utama penggunaan strategi literasi dalam pembelajaran adalah untuk membangun pemahaman siswa, keterampilan menulis, dan keterampilan komunikasi secara menyeluruh. Tiga hal ini akan bermuara pada pengembangan karakter dan keterampilan berpikir tingkat tinggi. Selama ini berkembang pendapat bahwa literasi hanya ada dalam pembelajaran bahasa atau di kelas bahasa. Pendapat ini tentu saja tidak tepat karena literasi berkembang rimbun dalam bidang matematika, sains, ilmu sosial, teknik, seni, olahraga, kesehatan, ekonomi, agama, prakarya dll. (cf. Robb, L dalam Kemdikbud 2017).

            Pembelajaran yang menerapkan strategi literasi penting untuk menumbuhkan pembaca yang baik dan kritis dalam bidang apa pun. Berdasarkan beberapa sumber, dapat disarikan tujuh karakteristik pembelajaran yang menerapkan strategi literasi yang dapat mengembangkan kemampuan metakognitif yaitu: (1) pemantauan pemahaman teks (siswa merekam pemahamannya sebelum, ketika, dan setelah membaca), (2) penggunaan berbagai moda selama pembelajaran (literasi multimoda), (3) instruksi yang jelas dan eksplisit, (4) pemanfaatan alat bantu seperti pengatur grafis dan daftar cek, (5) respon terhadap berbagai jenis pertanyaan, (6) membuat pertanyaan, (7) analisis, sintesis, dan evaluasi teks, (8) meringkas isi teks.

            Pada kegiatan literasi pembelajaran berbasis muatan lokal guru bahasa Indonesia perlu menyiapkan bahan bacaan atau teks yang sarat dengan nilai-nilai kearifan lokal. Cerita-cerita rakyat, berita, dan bacaan yang meninginspirasi dapat dipilih untuk mengembangkan karakter siswa melalui pengenalan kearifan lokal. Tahap literasi dalam pembelajaran bahasa Indonesia berbasis kearifan lokal dapat dilakukan hal-hal berikut: (1) Tahap Think-aloud siswa diharapkan dapat membunyikan secara lisan apa yang ada di dalam pikiran siswa pada saat berusaha memahami bacaan, memecahkan masalah, atau mencoba menjawab pertanyaan guru atau siswa lain. Kaitkan setiap isi bacaan dengan muatan kearifan lokal. Strategi ini dapat membantu siswa memonitor pemahamannya, berpikir tingkat tinggi, dan membentuk karakter, (2) Inferensi merupakan simpulan sementara berdasarkan informasi yang tersirat dalam teks. (3) Keterkaitan antarteks atau intertekstualitas, (4) Istilah “ringkasan” Kegiatan ini membantu siswa membentuk karakter dan berpikir tingkat tinggi, (5) Evaluasi teks, kegiatan ini membantu siswa membentuk karakter dan berpikir tingkat tinggi. (6) Moda merujuk pada bagaimana atau dengan cara apa pesan disampaikan (teks tulis, audio, visual, audiovisual, digital, kinestesik, dsb.), (7) Pengatur grafis (graphic organizers) dan (8) Konteks.

            Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1, “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara”. Tujuan pendidikan nasional dapat dicapai dengan adanya pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran pendidikan formal, semi formal, ataupun pendidikan nonformal. Pendidikan karakter terintegrasi dalam setiap mata pelajaran, tidak terkecuali pada pendidikan bahasa Indonesia. Penerapan pendidikan karakter dalam mata pelajaran bahasa Indonesia meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan.

Perencanaan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

            Proses perencanaan pendidikan karakter meliputi, penyeleksian dan pengorganisasian butir-butir nilai yang dapat diintegrasikan dalam instrumen pembelajaran, serta penyeleksian pengalaman belajar yang layak dan bermakna dalam pembelajaran (Amri, 2011:). Perencanaan implementasi pendidikan karakter dapat menghindari kesalahan nilai atau skor yang diharapkan serta kebosanan peserta didik. Dalam melakukan perencanaan pembelajaran pendidikan karakter, pendidik diminta untuk menganalisis kondisi pembelajaran, kendala pembelajaran, sumber materi pembelajaran, karakteristik siswa, dan kompetensi yang akan dicapai.

            Perencanaan pelaksanaan pembelajaran menurut Amri (2011) meliputi perencanaan pengelolaan kelas, pengorganisasian bahan, proses belajar mengajar, penggunaan sumber belajar, dan penilaian. Penilaian kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan ujian tertulis, maupun melalui pengamatan langsung oleh pendidik. Dari uraian di atas, menunjukkan perencanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran meliputi pemilihan nilai karakter yang disesuaikan dengan instrumen pembelajaran. Selain itu, nilai karakter yang dipilih juga disesuaikan dengan karakteristik siswa dan kompetensi yang akan dicapai.

Pelaksanaan Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

            Pendidikan karakter yang terintegrasi dalam pembelajaran merupakan pengenalan nilai-nilai dan internalisasi nilai-nilai ke dalam tingkah laku peserta didik melalui kegiatan pembelajaran (Asmani, 2011). Kegiatan pendidik saat melaksanakan pendidikan karakter dalam kegiatan pembelajaran menurut Amri, dkk. (2011) perlu menyajikan materi pembelajaran, melaksanakan metode pembelajaran, dan mendorong siswa untuk aktif. Penyajian materi pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan. Pendidik dalam mengimplementasikan pendidikan karakter juga diminta membina hubungan antarpribadi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran bertujuan untuk mengenalkan dan internalisasi nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran. Internalisasi nilai-nilai tersebut dapat melalui metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dan dapat mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan. Pendidik juga diminta membina hubungan antarsiswa dan pendidik.

Evaluasi Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran

Wibowo (2012) menyatakan langkah-langkah penilaian ketercapaian implementasi pendidikan karakter meliputi penetapan indikator dari nilai-nilai yang disepakati, penyusunan instrumen penilaian, pencatatan pencapaian indikator, analisis hasil penilaian, dan tindak lanjut hasil penilaian. Hasil penilaian karakter yang telah dimiliki peserta didik digunakan pendidik dalam mengkombinasikan nilai karakter yang akan dicapai dengan kompetensi pembelajaran. Guru memperoleh informasi hasil pertumbuhan dan perkembangan sikap serta perilaku peserta didik melalui penilaian karakter peserta didik. Instrumen penilaian karakter dapat berupa lembar observasi, lembar skala sikap, portofolio, dan lembar pedoman wawancara. Penilaian karakter peserta didik tidak hanya dilakukan di dalam kelas, tetapi dapat dilakukan melalui pengamatan pergaulan peserta didik Zuriah (2011).

Penilaian pendidikan karakter menurut Kesuma (2011) bertujuan untuk mengetahui kemajuan karakter yang dimiliki peserta didik, mengetahui kekurangan dan kelebihan perencanaan pembelajaran, serta untuk mengetahui efektivitas proses pembelajaran. Penilaian karakter peserta didik dapat dilihat dari unjuk kerja siswa.

Indikator keberhasilan pendidikan karakter meliputi: a) mengamalkan ajaran agama yang dianut sesuai dengan tahap perkembangan remaja; b) memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri; c) menunjukkan sikap percaya diri; d) mematuhi aturan-aturan sosial yang berlaku dalam lingkungan yang lebih luas; e) menghargai keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan golongan sosial ekonomi dalam lingkup nasional; f) mencari dan menerapkan informasi dari lingkungan sekitar dan sumber-sumber lain secara logis, kritis, dan kreatif; g) menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif; h) menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimiliki; i) menunjukkan kemampuan menganalisis dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; j) mendeskripsikan gejala alam dan sosial; k) memanfaatkan lingkungan secara bertanggung jawab; l) menerapkan nilai-nilai kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara kesatuan Republik Indonesia; m) menghargai karya seni dan budaya sosial; n) menghargai tugas pekerjaan dan memiliki kemampuan untuk berkarya; o) menerapkan hidup bersih, sehat, bugar, aman, dan memanfaatkan waktu luang dengan baik; p) berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun; q) memahami hak dan kewajiban diri dan orang lain dalam pergaulan di masyarakat; r) menunjukkan kegemaran membaca dan menulis naskah pendek sederhana; s) menunjukkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris sederhana; t) menguasai pengetahuan yang diperlukan untuk mengikuti pendidikan menengah; u) memiliki jiwa kewirausahaan (Asmani, 2011).

Pelaksanaan pendidikan karakter dalam pembelajaran bertujuan untuk mengenalkan dan internalisasi nilai-nilai karakter dalam kegiatan pembelajaran. Internalisasi nilai-nilai tersebut dapat melalui metode pembelajaran yang mendorong siswa untuk aktif dan dapat mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan. Pendidik juga diminta membina hubungan antarsiswa dan pendidik. Apresiasi dan ekspresi terhadap penerapan nilai-nilai kearifan lokal di kehidupan sehari-hari peserta didik, baik ketika berada di lingkungan sekolah maupun di lingkungan rumah atau masyarakat. Selain itu apresiasi dan ekspresi juga merupakan upaya pembudayaan nilai-nilai kearifan lokal budaya di Indonesia. Peserta didik didekatkan kembali dengan budaya lokal untuk menghindarkan peserta didik dari ketercerabutan terhadap budaya mereka sendiri.

Ikuti tulisan menarik Firmanda Dwi Septiawan firmandads@gmail.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu