x

Ilustrasi Minum Kopi. Pixabay.com

Iklan

Muhammad Irfandi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 17 November 2021

Kamis, 18 November 2021 07:17 WIB

Perihal Rasa Pada Kopi

azhar harus terjebak di kafe langgannya malam itu. tidak bisa pulang, dia bertemu dengan wanita yang mengajaknya berdiskusi sedikit mengenai kopi. dia yang awalnya pendiam, mulai terbawa jauh soal kesamaan kopi dimiripkan dengan sifat manusia. walau sampai akhir diskusi azhar tidak menemukan nama wanita itu siapa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

<--more-->

Perihal rasa pada Kopi

malam itu langit sedang tidak bersahabat. Hujan dijatuhkan ke tanah yang kering. Keadaan di luar basah dan dingin. Aku terjebak di café langgananku, walaupun baru datang aku tau jika nanti akan berada disini dengan waktu yang lama. Di tempat ini aku biasa menghabiskan waktu sendiri, belajar, mengerjakan tugas dan mungkin melamun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena termasuk pelanggan, maka wajar ketika datang banyak senyum menyapa dari para pelayan. Ditempat biasa dekat jendela aku biasa disitu. Sambil melihat ke luar, aku bisa tau banyak hal – hal yang jarang kita saksikan. Seperti anak kecil yang berselimut dingin di atas kardus, mungkin mencari kehangatan disitu.

Kalau tidak malam , berarti sore. Waktu – waktu yang aku gunakan kesini. Pesananku selalu biasa, kopi tubruk dan beberapa roti. Sering dikatakan sama pelayan bahwa pesanan itu seperti punya bapak – bapak.

“disini ada banyak pilihan mas. Banyak variasi kopi. Tapi yang dipilih selalu itu”

“ini bagi saya bukan hanya sekedar tampilannya. Tetapi rasa yang diberikan”

Hujan masih lebat, aku terpaksa bertahan disini. Membaca buku dan melihat – lihat berita melalui internet. Dari pintu ada yang masuk wanita yang memakai jaket untuk melindungi dari hujan. berhijab yang menutupi kepalanya maka kurang terlihat jelas raut wajah itu. Dengan melihatnya sebentar, aku kembali membaca buku. Mengabaikan dirinya, karena aku pikir pasti nanti terjebak disini juga.

“permisi mas saya boleh duduk disini ?”

Suara itu berkata kepadaku, dia wanita yang baru masuk

“oh silahkan”

“mas penikmat kopi tubruk juga, padahal varian disini banyak” saat duduk dia langsung berkata

“oh ini. saya lebih senang menikmati yang murni, belum bercampur apapun”

“pasti ada nilai disitu, boleh diceritakan”

“saya rasa maksud sebenarnya dari kopi ini dibuat adalah agar yang murni seperti ini makin banyak dinikmati . dia belum terkontaminasi sesuatu yang baru” kataku

“Wah. Nilai filosofis yang baik mas. Saya juga memilih kopi tubruk karena biar lebih dapat menikmati yang murni”

Setelah percakapan di awal itu, kami kembali pada aktivitas masing – masing. Dia sibuk melihat layar HP dan aku kembali membaca buku. Pesanannya datang dia terlihat menikmati, tatapan dia kadang melihatku.

“satu pertanyaan boleh mas ?” dia kembali bertanya

“silahkan kalau tidak berat” jawabku sambil tetap membaca buku

“tadi sempat mas katakan jika memilih kopi ini karena ingin marasakan yang alami. Tapi saya perhatikan untuk menikmatinya, mas butuh pemanis . bukankah itu sama saja, sudah bergeser dari kaidah yang pertama. Yang murni kan tidak usah ditambah apapun”

“yang saya maksudkan alami itu adalah tampilannya. Kopi tidak berasa dan tidak disukai jika tak ada pendampingnya. Gula itu adalah alasan minuman kopi dinikmati” jawabku

“berarti secara tidak langsung, kalau saya contohkan ke dalam sifat manusia, untuk bisa menikmati sesuatu yang buruk kita harus punya pemanis atau kebaikan agar dia terlihat baik juga ?” Tanya wanita itu

“bukan seperti itu konsepnya, manusia harus tetap murni menjadi diri sendiri, itu tampilannya. Dan untuk masuk ke adalam fase kebaikan dia harus berusaha menjadi baik. Dengan memoles cita rasa hidup dengan pemanis yaitu kebaikan”

Pembahasan masih berlanjut, ketika tampilan kopi dijadikan pertanyaan. Ketika selesai membahas itu aku baru sadar. Pengunjung  di kafe ini tersisa kami berdua, kursi – kursi yang tadi berpenghuni sudah terlihat kosong. Begitu serius kami berdua membahas kopi sampai tidak menyadari keadaan. Tidak lama setelah itu pelayan kafe bertanya.

“sudah waktunya kafe tutup mas. Mau menginap disini atau ?. di luar hujan masih lebat, keadaan malam juga sudah mulai larut jalan – jalan kalau basah seperti ini kurang aman untuk berkendara. Apalagi ditambah kabut sepanjang malam”

“tapi aktivitas kafe sudah selesai. Apakah kami tidak menjadi beban jika disini. Bukankah pelayan disini juga akan pulang” kataku

“tidak masalah mas, ada 2 kamar di dalam. Mas sama pelayan kafe yang laki – laki bisa 1 ruangan untuk istrahat, dan mbak ini biar sama saya di sebelah. Tapi mas tidak apa kan, berpisah sebentar dengan pacarnya” kami berdua kaget mendengar itu

“oh ini bukan pacar saya. Kami juga baru kenalan disini” kataku untuk membela

Setelah itu aku langsung ke tempat istrahat. Sempat berpikir dulu untuk menunggu hujan ini reda. Tapi rasanya percuma, kami tetap terjebak disini.

Ketika matahari mulai terlihat, hujan semalam telah reda. Aku tertidur sangat pulas hingga melewati waktu shubuh. Ketika bangun para pelayan kafe sudah kembali ditempat kerjanya, wanita semalam juga telah pergi, aku berjalan ke luar ditempat motor ditaruh. Ada suara panggilan dari belakang.

“mas ada titipan surat dari wanita semalam, katanya diberikan ketika nanti mas sudah bangun”

Aku segera mengambil suratnya, dan memasukan ke dalam saku, setelah itu berangkat pergi. Diperjalanan ada satu pertanyaan tiba saja muncul. Bahwa apakah kesucian dan sikap baik kita itu menunjukan ada sesuatu yang kita sembunyikan berupa hina ?. karena tanpa pemanis, minuman seperti kopi hanyalah memberi pahit pada lidah.

Di depan rumah ibu terlihat menunggu, dari raut wajahnya terlihat tidak suka. Wajar karena aku lupa memberi kabar

“assalamualaikum ibu”

“waalaikumsalam , azhar dari mana saja semalam. Dihubungi tidak aktif” kata ibu

“azhar semalam terjebak di kafe yang biasa. Hujan deras jadi tidak pulang”

“kalau seperti itu kasih kabar, ibu khawatir semalaman. Ayo masuk dulu sarapan”

“bentar bu. Ibu bisa buatkan kopi yang lain, bukan seperti biasanya”

“loh kenapa ?. tidak biasanya seperti ini. kamu dulu ditawar untuk merasakan yang lain tidak mau. Katanya yang lebih murni itu pertama”

“penasaran saja ibu, soal bagaimana rasa yang lain”

Ibu sepertinya heran dengan apa yang aku katakan karena aku adalah pribadi orang yang kurang peduli dengan kata orang. Tapi perkataan semalam darinya untuk mencoba banyak rasa membuatku penasaran disitu.

“kalau azhar minta yang berbeda dari yang disukai. Yang ada cuman kopi Americano”

“tidak apa ibu yang penting ada perbedaan” jawabku

Saat dibawa oleh ibu, aku tidak melihat perbedaan disitu. Tampilannya sama, berarti cara di sajikan pasti juga mirip.

“ini katanya Americano, tapi mengapa mirip dengan kopi tubruk. Apa yang baru ibu ?” aku bertanya

“jelas beda azhar. Antara cara menikmati saja beda, coba diminum dahulu”

Aku pun mengikuti perintah ibu, membuktikan kesamaan dua kopi itu

“rasanya berbeda ibu, pasti jelas ini bukan kopi tubruk”

“bagaimana sudah jelas bukan. Dari namanya saja sudah beda. Yang kau nikmati sekarang bukanlah kopi khas Indonesia, tapi Americano datang dari tempat lain. Dia berkunjung ke Indonesia hanya untuk memberikan varian rasa baru dalam dunia kopi di Indonesia. Lalu apa tanggapan mengenai rasa baru itu ?” Tanya ibu

“aneh ibu, tidak kuat untuk dihabiskan”

“seperti itulah kalau kita melakukan sesuatu yang tidak disukai, menikmatinya saja akan membuat tidak nyaman. Apalagi ditambah dengan belum terbiasa azhar. Jangan cepat berada pada kemauan orang tanpa tau contoh – contohnya. Ibu buatkan yang lain, biar itu tinggalkan saja buat ibu”

Hari ini kecerdasan seorang ibu kembali terlihat. Dengan retorika sederhana beliau dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kita yang jangan salah mengikuti kehendak orang.

Hari ini karena libur kuliah aku pasti dikamar menghabiskan waktu membaca buku. Aku mulai ingat atas surat yang tadi diberikan. Sedang ada rencana apa dia sampai harus menitip pesan

“salam azhar, maaf aku duluan sebelum kamu bangun. Jangan kaget jika aku tau nama itu. Di kafe yang kita duduk itu adalah tempat langgananku juga, aku sering melihatmu disitu. Dekat jendela sendiri. Karena sering datang maka namamu sering disebut. Nanti malam jika tak punya sibuk, tunggulah aku ditempat itu, kita akan melanjutkan pembahasan soal tema perihal rasa pada kopi. Itu pun jika bersedia datang”

Itulah pesan singkat yang dia berikan, seperti tidak suka berbasa – basi dan langsung saja dengan inti. Aku akan pikir lagi tawaran ini, karena hanya 1 kali bertemu saja sudah terjebak pada apa yang dia mau. Lagipula apa jadinya kalau nanti malam hujan kembali menjebak kami, telingan ibuku pasti merasa bosan jika aku tawari alasan itu.

*******

Aku berada di kafe tempat biasa. Tidak tau kenapa aku mau saja datang ikut ajakannya. Tapi sesuai dengan kesepakatan sepertinya dia akan datang terlambat. Aku belum melakukan pesanan, menunggu saja dia datang.

“mas azhar, sudah datang ya” lambaian tangan itu memanggilku, dia sekarang berdiri di meja kasir

“mas, saya yang pesan minumannya. Seperti biasa kan ?”

“ia boleh” jawab ku

Dia menunggu untuk minumannya yang tengah disiapkan. Aku akan bertanya beberapa hal padanya mengenai tema yang dikatakan dalam surat yang dia berikan.

“saya kira azhar tidak akan datang”

“sebenarnya belum ingin datang, namun aku penasaran saja soal tema ini, perihal rasa dengan kopi”

“saya hari ini Americano dan padamu azhar, kopi yang biasa dipesan” katanya

“sejujurnya saya bukan pribadi yang senang untuk ada dalam ke inginan orang lain. Tapi tiba saja kemauan saya harus terperangkap dalam rasa penasaran yang mbak berikan”

“bagus kalau seperti itu, lebih baik mencoba dari pada kenginan bergantung karena penasaran. Yang aku temukan sebagai penikmat kopi adalah saat satu rasa harus berteman dulu dengan banyak jenis yang lain agar dia terlihat menarik. Coba bayangkan azhar jika di kafe ini hanya ada satu jenis kopi yang dari Indonesia, kopi tubruk misalnya, tempat ini akan sepi, jarang pengunjung. Maka itu dihadirkan sesuatu yang baru dan menarik”

“tapi lihat saja akibatnya. Kopi yang datang dari luar negri dengan sejuta pesona itu, membuat kopi asli kita sepi peminat. Banyak orang tergiur rasa dan model yang baru. Dan mungkin sekarang kopi asli kita di daftar menu hanya menjadi orang pinggiran sepertinya. Atau tidak dianggap” balasku

“itulah gunanya punya inofasi. Saran saya mudah saja, dibuat varian yang lebih bagus, tetapi dengan tidak menghilangkan cita rasa aslinya” dia kembali menambahkan

Aku sempat mengira mungkin dia adalah pecinta budaya luar. Bagaimana bisa mengganti tampilan tapi tidak mengubah rasa. Bentuk yang berubah pasti berpengaruh juga sampai ke rasa karena memaksa dia menjadi yang lain.

“jangan khawatir azhar, coba ingat bagaimana semua kopi dibentu, atau dibuat. Bukannya proses itu sama”

Setelah berkata itu dia langsung meminta izin untuk pergi sebentar, katanya ada urusan yang harus dilakukan. Dia berkata juga kalau menunggunya terasa lama, maka boleh saja aku pergi.

Tapi satu hal yang baru aku sadar, bahwa selama itu dengannya tidak aku tau siapa  namanya. Aku akan menunggunya datang lagi kesini. Melanjutkan pembahasan yang belum usai.

 

Ikuti tulisan menarik Muhammad Irfandi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler