Vaksin
Sabtu, 20 November 2021 08:50 WIB#Fiksi #SayembaraCerpenTempo2021
Gelap gulita, sama sekali tak ada cahaya. Hingga kemudian tiba-tiba layar lebar itu terang, jadi ada cahaya yang menerangi ruangan ini meski tetap temaram. Ternyata banyak kepala-kepala manusia yang terlihat, mereka duduk berjejer di kursi-kursi plastik tersusun seperti tangga. Suara yang diperdengarkan dari layar itu pun menggelegar, hingga terdengar suara seseorang yang terkejut "astagfirullah!", beberapa mata pun langsung melihat ke arahnya, ada yang mendecis dan ada yang tertawa lucu.
NARTO (25) tersipu malu melihat mata-mata ke arahnya, agak tertunduk sambil membenarkan posisi topi merah yang sama warnanya dengan kaos yang dia kenakan, dia membawa beberapa kemasan popcorn yang tatakan nya diselempangkan di depan dada, lalu dengan setengah berbisik dia berjalan "Kak.. Popcornnya kak.. Popcorn".
Cuma butuh beberapa detik saja waktu yang diperlukan Narto untuk melupakan kejadian agak memalukan tadi. Kini dia sudah berjalan perlahan sambil tersenyum kepada setiap orang yang duduk rapih di jejeran kursi itu, cahaya dalam ruangan ini masih temaram, tapi sesekali kerlap kerlip mengikuti cahaya kuat yang dipancarkan oleh layar lebar di hadapan orang-orang yang duduk ini. Suara menggelegar dari layar juga seakan berusaha menutupi suara Narto yang terus saja merayu orang untuk membeli popcornnya.
"Eh berisik, pilemnya udah mau mulai nih..sana!! " Sahut seorang lelaki menatap Narto, tapi Narto tetap tersenyum walaupun agak ketakutan lalu berjalan ke deratan kursi lain.
Lalu tiba-tiba ada yang suara memanggil ke arahnya "bang..sini", Narto langsung sumringah dan buru-buru menuju ke orang yang memanggilnya tersebut " Popcornya kak? Mau yang ukuran medium apa large? ". Tapi orang yang dia ajak bicara itu malah pura-pura memasang wajah heran, lantas tertawa dengan beberapa orang disebelahnya. Dia lalu menunjuk ke temannya dan kemudian menunjuk ke temannya lagi, begitu seterusnya. Kali ini Narto terdiam, sedih, tapi terlihat berusaha tegar lalu mundur perlahan dan berjalan ke arah berdiri semula, bersamaan ada suara-suara mendecis karena pandangan mereka ke layar terhalang oleh Narto yang berjalan.
Semua kejadian itu tiba-tiba sekelebat hilang, dan ternyata itu adalah Lamunan Narto yang sedang duduk sembari memegang gadget, dan layar gadget itu menunjukkan paragrap-paragrap tulisan.
Narto lalu berusaha fokus melihat gadgetnya, membaca tulisan-tulisan yang ada di gadget itu, berpikir sejenak, lalu mengetik serius dengan gadgetnya. Narto berada dalam ruangan kamar yang sempit, tidak mewah, dan terlihat ada sebuah kaos dan topi merah yang sama dikenakanya dalam cerita di lamunannya tadi, tergantung dekat pintu.
.................
Narto terlelap, mengorok dan agak ileran, tiba-tiba tersentak bersamaan dengan handphonenya yang berdering. Jam dinding menunjukkan pukul 11.30. Dan sayu-sayu terdengar suara adzan.
Sebuah pesan wa masuk tertera di gadget Narto, dan ada 7 panggilan tak terjawab.
"Ah aseeem.. Telat gw" Narto kesal melihat gadgetnya tersebut. Lalu bergegas keluar kamar.
Beberapa menit kemudian telah terlihat Narto baru selesai sholat. Lantas buru-buru merapihkan pakaian yang dikenakan, mengambil tas selempangnya, memakai masker, lantas keluar dari kamar ini.
Yang terjadi kemudian adalah suara pintu terkunci dari luar, suasana kamar kecil dan berantakan kini sepi tanpa siapapun
...................
Narto sudah berada di dalam kereta yang sepi penumpang, itupun mereka duduk saling jaga jarak dan bermasker.
Narto terduduk gusar sembari melihat gadgetnya, dan diketahui juga ada selembar karcis kereta serta kartu tanda vaksin yang dipegangnya.
....................
Di dalam ruangan ini, suasana yang terlihat seperti sedang rapat ; ada meja panjang yang disebelah kiri dan kanannya duduk orang-orang berseragam hitam, bermasker. Pasti banyak yang tahu bahwa seragam itu mencirikan karyawan di salah satu stasiun TV swasta.
Tiba-tiba pintu diketuk, dan salah seorang dari mereka menyuruh masuk. Ketika pintu terbuka yang datang ternyata Narto dengan raut merasa bersalah.
"Hem.. Baru datang nih orang.. Telat lu to!! "
"Iya, maaf pak.. Saya semalam begadang nyelesein revisi skenarionya" Ujar Narto.
"Emang lu doang yang begadang?!! Kita-kita juga kaleee. Lu penulis baru jangan belagu dong!! Mana skenario lu pada out budget semua lagi.. Amsyong ah... Kita ini sudah dibuat ribet dengan segala aturan syuting taat prokes, elu nambah-nambah masalah. Lu pingin jadi penulis beneran gak sih? Gw itu nerima elu cuma karena kasihan sama cerita viral lu di tiktok, pingin jadi penulis film, suka nonton film sampe bela-belain kerja di bioskop. Tapi kalo gini caranya, lu balik lagi deh ke kerjaan elu"
"Tapi bioskop kan pada tutup pak" Ujar Narto sedih
"Ya bodo amat. Kerja apa kek. Gak cocok lu jadi penulis. Ganti.. Ganti deh. Biar tim kita yang nulis skripnya. Dari elu kita ambil sinopsisnya aja.. "
Narto terdiam dengan raut pasrah, di hadapan para karyawan tv itu yang memandangnya kesal.
.....................
Narto sedang makan di warteg dengan raut wajah lesu, cuma pake tempe dan telor asin. Raut Narto kemudian berubah heran melihat penjaga warteg yang seperti gelisah mendengar suara sirene.
"Mas, kenapa mas?" Ujar Narto.
Tapi penjaga warteg itu tidak menjawab, semakin gusar mendengar suara sirene makin mendekat dan ada mobil pemadam yang parkir depan wartegnya.
"Awassss!! " Teriak penjaga warteg itu.
Tapi BLASSSHHH!! Narto terlambat menghindar, dia diguyur air dari selang pemadam tersebut, terlihat petugas yang menyiramnya cuek dan tak merasa bersalah.
Dengan penuh amarah Narto kemudian keluar dan melemparkan piring makannya ke arah mobil pemadam, tapi pecah mengenai aspal.
"Woi !! Maksud lu apa, hah!? " Teriak Narto
Tapi petugas itu tetap cuek "ini peraturan bos, gak boleh makan di tempat"
"Ah sialan!! "
Dengan raut yang sangat marah Narto kemudian melompat dan menerjang petugas itu, mereka berdua berkelahi ; Narto mengerahkan tendangan dan tinjunya secara membabi buta, petugas juga tak kalah jago menghindar dan balas menerjang.
....................
"Oh jadi begitu ceritanya" Ujar SAPRI
Narto mengangguk. Hingga kemudian diketahui bahwa mereka sedang berada dalam jeruji penjara, dan ada 2 orang Napi lain, BERNARD dan RIZAL yang ikut menyimak cerita mereka.
SAPRI tampangnya kalem, tipikal orang Jawa. Rizal wong Palembang, orangnya pendek dan agak sinis wajahnya. Sedangkan BERNARD kekar, hitam dan tinggi seperti orang yang berasal dari timur negeri ini.
"Kalo lu sendiri kenapa bisa sampe disini Pri?"
"Kalo saya gara-gara gak terima gerobak nasi goreng saya diobrak-abrik. Tapi gak berantem sama petugas kaya' kamu To. Cuma gak sengaja numpahin air panas ke kepala petugas"
Semua tercekat.
"Itu namanya kau sengaja Pri, mana ada nyiram gak sengaja" Ujar Rizal
Semua tertawa
"Abisnya saya kesal. Dagangan baru dibuka, dipaksa tutup, kalo ngelawan gerobak saya mau dibawa" Sapri kesal.
"Kalian masih syukur tidak dipukul rame-rame, kalo saya.... "
"Ntar dulu" Rizal memotong pembicaraan Bernard
"Aku dulu yang cerita" Ujar Rizal lagi
Bernard kesal "eh berani kau sama saya... "
Rizal lalu cepat-cepat tersenyum karena agak takut, lalu memberi isyarat dengan tangan untuk persilahkan Bernard bicara.
"Saya nagih pinjaman online ke orang tak punya malu, padahal itu kewajiban dia tapi malah seakan-akan jadi korban. Saya tidak tahu juga kalo itu orang punya abang-abang preman di kampung itu. Habis saya dihajar, polisi datang malah saya yang ditangkap"
"Haha.. Badan segede kau, mempan juga dipukul ya.. Haha" ujar Rizal.
"Eh kau diam! Sekarang kau cerita sudah bemana sampai kau kesini?" Kali ini bernard lebih marah.
Rizal santai bercerita "kalo aku tadinya punya toko baju di mall, tapi daganganku sepi, tambah lagi dengan pandemi jadi makin parah. Toko ku tutup, pindah ke jualan online. Ternyata lumayan juga hasilnya. Tapii aku lebih banyak nipu, barang yang kukirim gak sesuai aslinya. Apes kena batunya juga, yang beli ngerasa dirugiin. Padahal gak banyak-banyak amat sih uangnya, tapi karena dia nuntut ya udah.. " Rizal pasrah.
Semua terdiam karena seperti sedang memikirkan nasip masing-masing atau memang sudah tidak ada bahan untuk cerita.
"Tapi tenang aja, kita ini kan dipenjara bukan karena masalah berat, tanpa sidang juga. Paling lama sebulan bebas" Ujar Sapri.
Mereka semua pun mengangguk.
Rizal lalu berkata lagi "Entah kapan ya corona ini selesai. Gara-gara semua serba online, gini jadinya, mol sebesar itu bisa bangkrut dibuatnya, apalagi aku!!"
" Ya itu, semua serba online. Minjem duitpun tidak perlu tatap muka, teken hitam di atas putih. Kauu tinggal pakek pencet di internet, beres. .. Tapi giliran bayar kabur-kaburan, orang macam kami ini malah jadi tumbal,, padahal cari makan ju buat anak istri. Ah sial!"
"Kalo saya ya tetap merasa di posisi yang benar, lah wong nyari makan halal. Saya juga punya tempat jualan yang resmi, bayar pajak. Preman aja gak sampe segitunya sama pedagang kecil" Ujar Sapri
"Udah... Udah.. Sebenarnya itu sudah jadi konsekuensi untuk orang miskin seperti kita. Kalo saja kita punya banyak duit, dimanapun, pasti ada kemudahan. Tapi asalkan kta masih diberi kesehatan, jangan pantang menyerah, rejeki sudah ada yang atur dan kita tidak pernah tahu bagaimana ke depanya. Kalo bicara corona, orang pintar dan kaya di banyak negara aja dibuat bingung, apalagi kita yang cuma seupil manusia..haha.." Ucap Narto mencoba tertawa.
Tapi semua mendengar ucapan Narto dengan seksama tanpa tertawa hingga membuat Narto justru terdiam.
Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh seorang petugas yang memukul jeruji dengan kunci.
"Eh. Siapa diantara kalian belum divaksin?!"
Awalnya semua tetap diam dan cuek, hingga membuat raut wajah petugas itu makin kesal.
"Ditanyain diam aja.. Mau tambah lama disini, ha?! Siapa yang belum divaksin?! "
Semua akhirnya angkat tangan, kecuali Narto.
Petugas kemudian melihat Narto.
"Ya udah, kecuali dia, yang lain ikut saya" Kata petugas.
Petugas itu membuka pintu jeruji, lalu memberi isyarat supaya Rizal, Sapri dan Bernard keluar. Setelah itu, mereka pergi meninggalkan Narto sendiri.
..................
Di ruangan tempat vaksin, terlihat ada beberapa petugas, orang sipil yang duduk mengantri. Termasuk diantaranyan Rizal, Sapri, dan Bernard, tapi karena mereka adalah penghuni satu-satunya sel yang ada di polsek ini, maka mereka dijaga petugas. Duduk berjejer disalah satu kursi panjang, mereka berbicara sambil berbisik-bisik seperti takut didengar oleh petugas.
"Apa sih gunanya vaksin ini? Padahal kita tidak sakit sama sekali. Kena Corona juga tidak" Ujar Bernard.
"Buat pencegahannn... Udah ikutin aja" Kata Rizal.
Yang terlihat kemudian mereka mendapat giliran disuntik vaksin. Bernard terlihat meringis ketika disuntik, Rizal pura-pura tegar, sedangkan Sapri kalem.
.....................
Narto, Sapri, Bernard dan Rizal sekarang sudah duduk berhadapan dengan pak Kapolsek.. Wajah mereka sumringah.
"Jadi kami sudah boleh bebas kah pak Polisi? " Kata Bernard
"Ya kalian sudah boleh keluar, penjara kami ini cuma satu, adanya kalian cuma menuh-menuhin aja. Masih ada orang yang benar-benar pelaku kriminal perlu dibina disini sebelum dipindahkan ke lapas"
"Baru juga seminggu pak, kirain sampe berbulan-bulan.. Ha.. " Ujar Rizal
"Husssst" Sergah kawan-kawanya yang lain
Tapi pak kapolsek hanya tersenyum. "Ya sudah.. Kemasi barang-barang kalian.. Sudah divaksin semua kan?. Jangan buat onar lagi dan slalu taati prokes. Dengar itu?. Pokoknya zaman corona gini kuncinya cuma satu, gak usah bingung-bingung kalo kalian sayang sama diri dan orang lain, asal udah divaksin beress wesss""
"Siappp pak..ha..".... Ujar mereka berempat kompak dan tertawa
....................
Selanjutnya 4 lelaki itu kembali dalam kehidupan biasa mereka, Sapri tetap berjualan nasi goreng dan tidak ada lagi razia makan di tempat, Rizal tetap melanjutkan jualan online dengan lebih jujur, bernard tetap menjadi depkolektor tapi lebih persuasif menghadapi kreditur.
Dan Narto berhasil mendapat juara 1 lomba cerpen nasional dengan menulis kisah nyata dari pertemuan mereka berempat di penjara, dari tulisannya itu dilirik untuk jadi skenario film pendek. Uang yang dia dapatkan dari cerpen dan film pendek itu tidak seberapa, tapi dia jadi berteman dengan banyak crew film, mengantarkan dia mendapat pekerjaan sebagai PU (Pembantu Umum) di lokasi syuting, asal tetap dalam dunia film menurutnya adalah proses yang harus disyukuri.
Judul cerpen dan film pendek Narto itu ada hubunganya seperti apa yang dikatakan pak kapolsek waktu itu, yakni obat utama dari situasi pandemi yang cukup membuat perekonomian bangsa ini morat marit, coba saja dari awal sudah ada... "Vaksin adalah cara mencintai Kemanusiaan".

Penulis Indonesiana
0 Pengikut
Baca Juga
Artikel Terpopuler