x

Iklan

feny_na@yahoo.com

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 November 2021

Minggu, 21 November 2021 07:52 WIB

Balada Si Calon CPNS


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setidaknya diriku pernah berjuang, walau tak pernah ternilai di matamu..

 

Lagu itu sepertinya cocok jadi theme song kisahku ini. Obsesi jadi seorang PNS membuat emak tangguh ini patah hati. Lagi dan lagi.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kisahnya bermula dari pengumuman CPNS yang cetar membahana. Kalau tidak salah  kisah ini terjadi di akhir tahun 2018. Waktu itu, aku baru bekerja setahun sebagai Kerokan eh Kerani di perusahaan tempatku bekerja sekarang.  Dari dulu ‘ngidam’ banget jadi PNS. Entah mengap. Melihat dari kacamata luar, PNS kayak paling pas sebagai tempat bekerja ‘emak-emak’. Kayaknya dari motivasi saja sudah tidak direstui Tuhan ya. Hahaha.

 

Seperti fakir CPNS, aku gegap gempita kembali semangat ikutan tes CPNS. Bukan Cuma dorongan dari diri sendiri, tapi juga semangat dari keluarga. Okelah kita coba ya kan? Online ini. Kemungkinan persyaratannya lebih mudah untuk diurus, begitulah pikirku. Siapa tau kisahku lebih baik dari beberapa tahun lalu. Iya aku pernah ikut test CPNS, waktu itu usiaku masih belia dan ‘unyu-unyu’. Dan gagal.

Tragis.

 

Tekad di hati sudah membara, pokoknya sebelum batas umur yang ditentukan lewat, hajar. Hahaha.

Apakah syarat mengikuti test CPNS tersebut mudah? We’ll see.

 

Awalnya dibantu kakak iparku yang juga semangat ikut test tersebut, aku dibantu buat akun CPNS. Berhasil. Oke step paling dasar sudah terpenuhi.

Kemudian adikku yang kebetulan seorang anggota POLRI, aku dibantu mengurus legalisir KTP & KK. Urusan di capil tidak mudah kan? Antriannya panjang. Apalagi dengan adanya test CPNS ini, tentunya membludak. Tapi untungnya dimudahkan saat itu.

 

Tadinya kupikir. How easy? Tapi sempat mikir, tidak mungkin semudah ini. Bukan aku namanya kalau terlalu ordinary jalannya. Tapi sebelumnya, untuk mengurus legalisir KTP & KK aja sudah ribetnya minta ampun. Dalam hati kecil masih berharap semoga ini pertanda baik ya kan. J

 

Adegan dimulai dari menulis lamaran CPNS. 2018 lamaran masih harus tulis tangan dan bukan diketik. Memang CPNS juga menguji kegigihan seseorang mungkin ya. Dua lembar kertas folio bergaris. Jari-jemari sudah keriting karena tulisan lamarannya cukup panjang kali lebar kali tinggi. Rangkap 2 pula dengan text yang sama. Setelahnya ditempel material 6000. Kemudian dilanjut mengetik surat pernyataan diprint  rangkap 2 juga dan juga ditempel materai.

Dunia terasa sebegitu mudahnya.

Begitu.

 

Setelahnya, pengurusan upload berkas. Bukan hanya fakir laptop, aku juga menjelma jadi fakir wifi.  Laptop nebeng, wifi pun nebeng. Hahahaha. Sebab tidak kuat pakai hotspot hand phone. Jadi mau tidak mau nebeng wifi tetangga.

Di sinilah perjuangan dimulai kawan.

Kukira upload berkas ini se-easy upload foto atau video di facebook atau instagram ya kan. Ternyataa salah besar saudara-saudara! Lima berkas syarat yang diminta formatnya berbeda-beda. Ada yang harus JPG ada juga yang harus PDF. Besarannya pun berbeda-beda tiap berkas. Beberapa berhasil ke-upload. Beberapa  lagi minta diresize karena filenya kebesaran.

 

Belum putus asa, beruntung ada teman yang bisa diminta tolong untuk compress file PDF karena pekerjaan di kantorpun tidak bisa ditinggal saat itu. Jadi tidak bisa hanya fokus mengerjakan lamaran CPNS saja. Akhirnya teman berhasil me-rize file PDF nya.

 

Aku coba upload lagi. Proses upload ini ternyata tidak cukup sehari. Selain filenya harus diatur besarannya, itu website pendaftarannya kadang kayak ngajakin berantem. Ngadat dan butuh direfresh terus. Sepertinya karena begitu banyak yang mau upload. Sisi positifnya aku bisa tahu kalau bukan cuma aku di kabupaten ini yang fakir CPNS rupanya. Hahaha.

 

Setelah upload meng-upload selesai, aku sedikit bernafas lega.

Kemudian, aku bersama seorang teman waktu itu curi-curi waktu kerja pergi ke tempat pengumpulan berkas. Oh iya, kala itu bukan Cuma upload file ke portal CPNS Kabupaten, tetapi juga harus mengantarkan berkas hard copy nya ke panitia CPNS.

Setelah pergi ke tempat pengumpulan berkas untuk memastikan siapa tau ada berkas yang belum lengkap dan tidak tercantum di surat lamaran. Dan benar juga. Aku kekurangan satu berkas  lagi. Yaitu STR (Surat Tanda Registrasi). Tanya sana  sini pengurusan berkas tersebut tidak cukup sehari atau 2 hari, bisa sampai 2 bulan. Jadi menyesal tidak mengurusnya sejak jaman Purba L

Dari pada bingung aku coba tanya ke Panitia CPNS langsung. Siapa tau ada secercah petunjuk. Percakapannya kira-kira begini :

Aku        : Pak untuk SKM, apakah butuh STR?

Panitia  : Iya Bu.

Aku        : Pak bisa kah kalau saya ngurus surat bahwa STR masih dalam pengurusan, soalnya ngurus STR gak bisa cepet. Berbulan bulan katanya.

Panitia : *raut berpikir*. Dicoba saja Bu. Nanti pas verifikasi berkas ketahuan kok.

 

Jawaban Panitia kurang memuaskan. Kepalaku cenat cenut. Suami chat WA bertanya kelangsungan berkasku. Aku ceritakan yang terjadi. Pengurusan surat yang berhubungan dengan STR semuanya diurus di Samarinda, tepatnya di Dinas Kesehatan Provinsi. Mau tidak mau memang harus ke sana, tapi waktu itu usia anak pertamaku belum sampai setahun. Masih menyusui. Dilemma melanda.

Aku coba ambil cuti dan approve. Akhirnya demi cita dan cinta, aku dengan diantar suami berangkat ke Samarinda. Maafkan mamamu ini Nak ya. Ketika itu harus meninggalkanmu.

 

Hari itu, masih ingat tepatnya, Minggu, 14 Oktober 2018 kami berangkat ke Samarinda. Sebagai informasi, aku tinggal di sebuah kota kecil bernama Sangatta, kabupaten Kutai Timur. Kalau dalam hitungan jam memakan waktu sekitar 4 jam ke Samarinda.

Jam 4 sore Waktu Indonesia Tengah, kami touch down Samarinda. Karena keuangan terbatas, saya colek suami untuk cari penginapan murah meriah saja. Dapatlah sebuah penginapan di daerah Antasari dekat dengan Dinkes Provinsi, tetapi lokasinya jauh dari kampusku dulu, Universitas Mulawarman. Sebab masih buta bagaimana proses pengurusan berkas STR ini maka tujuan pertama haruslah kampus dulu.

Tapi tak apalah. Yang penting murah meriah. Haha.

 

Cerita lucu ketika di lobby penginapan. Si receptionist minta surat nikah. Sempat kaget. Manalah kami bawa kan ya. Untungnya masih bisa ditunjukkan dalam bentuk foto. Mungkin tampang kami kayak pasangan mesum. Alias melas sumpah. Haha.

 

Waktu itu karena masih menyusui aku sempatkan untuk memompa ASI selama di penginapan. Perjuangan sangat pokoknya.

Senin, 15 Oktober 2018, aku bangun subuh-subuh. Semangat full. Berharap semua urusan berjalan lancar. Subuh itu aku sempatin lagi mompa ASI, kemudian turun ke lobby untuk seduh teh hangat dan makan biscuit. Terus lanjut mompa ASI lagi, harus dikosongin karena seharian full akan berada di luar takutnya tidak sempat mompa ASI, bisa nyut-nyutan kepalaku.

 

Pukul 07:30 pagi langsung berangkat ke kampus. Bertemu dengan admin kampus untuk menanyakan prosedur pengurusannya seperti apa. Kaki menyentuh halaman kampus, hati penuh rindu menghembus. Melihat sekeliling kampus membuat rasa rindu menggebu yang sulit dijelaskan, tapi mellow dan lebay ditepiskan dulu lah ya. Pengurusan berkas ini bisa tidak selesai nanti.

 

Setelah dapat info bagaimana cara pengurusannya, kemudian aku bergerak. Ke warnet. Hari gini masih ke warnet. Aduhai. Tidak elite banget ya. Tidak masalah lah ya. Aku ke warnet untuk daftar online MTKI untuk pengurusan STR tersebut. Kemudian setelahnya ke Bank untuk pembayaran registrasinya.

Dari bank harus cari cari warnet lagi untuk lanjutkan upload bukti pembayaran untuk registrasi online STR. Susah sekarang cari warnet, padahal dulu jaman aku kuliah setiap sudut tempat ada itu barang.

 

Setelah urusan perwarnetan selesai, suamiku lunglai. Kami cari tempat makan dulu sekalian re-charge energy untuk proses selanjutnya.

Singkat cerita, setelahnya kami menuju DINKES. Di DINKES baru tau kalau surat sebelum STR jadi bisa dalam bentuk SKR dan itu juga tidak bisa langsung jadi di hari itu juga. Harus menunggu 2 atau 3 hari approvalnya. Sempat memohon kepada petugas yang mengurus surat tersebut, tapi beliau bergeming.

 

Belum putus asa, aku coba hubungi kerabat yang ternyata punya saudara bekerja di DINKES tersebut. Akhirnya bisa tertolong. Tapi suratnya bukan dalam bentuk STR tapi SKR. Sudahlah tak apa apa boleh buat, yang penting aku sudah mencoba. Semoga nanti berkasku bisa lolos di panita seleksi.

 

Setelah urusan di Samarinda selesai kami langsung pulang hari itu juga tanpa basa-basi, karena besoknya aku harus kembali kerja. Keesokan harinya aku berangkat ke kantor yang biasanya aku naik bus tapi karena mau pengumpulan berkas, jadi ‘bela-belain’ naik motor. Perjalanan ke kantor itu lumayan jauh untuk ditempuh motor. Apalagi pagi itu kabut tebal, tidak seperti biasanya. Pandangan jadi terbatas, tidak bisa laju-laju. Sepanjang jalan mata kelilipan kabut. Baju basah semua. Asli. Lengkap derita. Demi PNS. Tidak masalah. Hahaha.

 

Setelah sampai di kantor aku langsung mempersiapkan berkas yang dibutuhkan. Menyusunnya sesuai urutan yang diperlukan. Tidak lupa membawa dokumen asli untuk ditunjukkan ke Panitia. Rasanya hari itu semua bisa kutakhlukan. Saking siapnya aku. Hahaha.

Aku ijin sebentar ke Boss di kantor bilang ada urusan di luar. Setelahnya langsung berangkat ke lokasi pengumpulan berkas. Syukur kepada Tuhan, antrean saat itu tidak panjang. Jadi begitu cepat namaku sudah dipanggil untuk periksa berkas.

 

Di depan panitia saat itu kira-kira seperti ini percakapan kami:

Panitia : Mbak berkasnya udah disusun?

Aku        : Sudah mas.

Dia meneliti setiap berkasku.

Panitia  : Mbak STR nya mana ya?

Aku        : Masih dalam pengurusan, Mas. Tapi dari DINKES dikasih ini ini SKR.

 

Mas-mas Panitia itu sekilas memandang ke teman di belakangnya sesama Panitia, kemudian menggeleng.”Belum bisa Mbak, ini gak kami terima. Maaf ya…”

Masih ngeyel kan ya,”Pake SKR itu juga gak bisa ya Mas?”

Panitia : Gak bisa Mbak. Harus STR. Sebab itu syarat mutlak untuk tenaga kesehatan.

 

Kok secepat ini tertolaknya ya? Padahal pengurusannya menguras kesehatan jiwa dan raga. Hahaha.

Di depan loket panitia. Aku lemas seperti tak bertulang. Ubur-ubur, cumi-cumi. Seperti itu. Mau nangis di bawah jemuran, di situ tidak ada jemuran. Adanya tali BH. Hiks, sedih. Aku mundur ke tempat duduk antrian, nangis tersedu-sedu seperti bayi. Seriusan itu aku nangis.

 

Sekian naskah demi PNS ini, ketika itu aku dengar “kretek kretek dung dung tek”. Bukan itu bukan suara topeng monyet. Itu suara hatiku yang agak retak. Bunyinya memang agak lebay kadang. Kisah ini lebih buruk dari sekian tahun lalu aku test. Dulu aku masih berhasil jadi CPNS. Sekarang buat calon CPNS pun tidak mampu.

 

Oke semua, suaranyaaaa…

Setidaknya diriku pernah berjuaaaaanngg.. walau tak pernah ternilai di matamuuuuuu…

Ikuti tulisan menarik feny_na@yahoo.com lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler