Mamuli

Minggu, 21 November 2021 08:07 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cerita ini terinspirasi dari sejarah dan budaya masyarakat Sumba yang dilengkapi oleh imajinasi penulis sehingga dapat menarik minat pembaca sekaligus pembaca dapat belajar akan sejarah dan budaya masyarakat Sumba yang berhubungan dengan pengaruh orang Belanda atau para Zending. Selain itu, unsur dramatis antara cinta Tuhan atau manusia, serta harga diri seorang wanita dan rasa cinta seorang pria dalam bukti pengorbanan menjadi hal penting yang dapat dipelajari oleh pembaca. Semuanya ini, terjadi karena kecintaan atau rasa obsesi seorang wanita bernama Koba akan benda yang melambangkan harga diri wanita, yaitu mamuli. Dengan demikian, untuk para pembaca apakah kalian pernah terobsesi akan suatu benda yang melambangkan diri kalian? Silakan kalian berefleksi melalui cerita ini!

 

Mamuli

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

(Yunia B.)

 

“Tuan bisa mendengarnya?” sambut pendeta yang sudah lama menunggu. Engkau menjawab, “Sinyalnya bermasalah saya tidak dapat mendengarkannya.” Mereka memutuskan untuk pergi ke Gereja Kristen Sumba. Dalam perjalanan menggunakan pikap, engkau memandang eloknya kampung  Sumba dan melihat jajaran rumah adat masyarakat setempat yang terdiri dari suku Kodi, Wewewa, dan suku Laura. Tak lepas dari pandangan mata biru yang tertuju pada uma bokulu1 dari tiga tingkatan rumah dengan bagian bawah ditempati empat ekor babi, tingkatan kedua di atas babi, ada tiga orang penduduk Sumba yang sedang bercerita sambil sirih dan pinang terkunyah enak memerahi bibir dan  gigi tua itu. Sampai pada tingkatan ketiga hawa mistis mulai memasuki pikiran dan engkau ikut terdiam sejenak. Tingkatan ketiga adalah tempat berdiamnya marapu2 yang disembah oleh orang Sumba. Beralih pandangan, engkau memperhatikan alang-alang yang menjadi atap rumah adat dengan lapangannya yang berisikan kuburan megalitikum. Selanjutnya engkau tersihir dengan aneka kain tenun Sumba bercorak kuda, ayam, burung kakaktua, rusa, dan buaya yang memiliki maknanya masing-masing. Kain-kain tenun tersebut melambai-lambai tergoyahkan angin dan di belakangnya ada para wanita Sumba baik muda  maupun tua sedang sibuk memasang benang memanjang pada plangkan3.  Ada yang menggambar corak pada benang yang tersusun, ada yang mengikat benang sesuai gambar corak yang telah dibuat, lalu benang dicelupkan ke dalam pewarna alami berwarna gelap, dan tali rafia dibuka untuk bagian warna lebih muda yang dicelupkan ke bahan pewarna, serta ada yang melanjutkan benang yang sudah diwarnai dan dikeringkan dengan menenun sambil menyisipkan benang pakan pada benang lungsi. Kejelian dan kepandaian menenun para wanita engkau apresiasi dengan senyuman manis membuka lesung pipi. Hingga tak sengaja senyuman teralihkan menjadi binaran mata takjub akan kecantikan seorang wanita bernama Koba. Wanita yang sedang menenun dengan rambut panjang yang terurai sedang memisahkan diri dari kerumunan para wanita yang sibuk bekerja sama dengan kain mereka. “Jangan dipandang terus Tuan, nanti verliefd worden4,” kata pendeta yang bersama engkau. Engkau tiba-tiba kaget, lalu berhenti memperhatikannya. Engkau mulai memikirkan wanita itu. Caranya menenun, ketajaman mata yang membius kain-kain sehingga erat terjalin. Tak lupa rambut panjangnya.

Menginjili bukanlah impian engkau sejak awal. Engkau mencoba menghubungi orang yang mengutus engkau untuk kembali ke Belanda. Kejadiannya tidak sesuai dengan yang engkau harapkan karena sinyal tidak berpihak kepada engkau. Orang itu adalah ayah engkau yang engkau sebut Zending5. Semenjak Jepang menguasai Sumba dan para Zending harus memutuskan rantai pengabaran Injil pada tahun 1942-1945. Beliau telah beralih ke pulau Sabu. Walaupun begitu setidaknya para Zending sudah berhasil mengabarkan Injil selama 63 tahun di Sumba dari tahun 1881- 1942. Hingga tahun 1947 berdirilah GKS (Gereja Kristen Sumba) yang dibangun oleh para pendeta yang diutus bersama pekerja pribumi yang telah dipengaruhi oleh para Zending. Namun, malapetaka justru menimpamu. Ternyata komunikasi terputus dengan beliau adalah saat terakhir engkau bersamanya karena dia telah ditembak mati oleh para sekutu Jepang di pulau Sabu. Diperhadapkan dengan situasi menyedihkan dalam hidupmu, engkau mencoba mengingat pesan ayahmu bahwa pentingnya pengabaran Injil di Sumba harus berlanjut. Untuk itu, engkau bertekad melanjutkan perjalananmu di Sumba yang dimulai dari mengunjungi GKS yang dibangun karena ada pengaruh para Zending.

Setiba di GKS, engkau disambut para pekerja pribumi yang sedari dulu membantu para Zending dan pendeta utusan. Bersama bantuan mereka, engkau mencoba memahami evangelisme6 untuk dapat menginjili masyarakat Sumba yang kental akan marapu. Buku tentang sinkretimse7 menjadi tombak ukur engkau melihat budaya masyarakat Sumba dengan kepercayaan mereka. Hingga engkau memutuskan bahwa marapu tidak dapat dipersatukan dengan kepercayaan kepada Tuhanmu. Budaya animisme dengan Tuhanmu tidak dapat diintegrasikan. Engkau perlahan-lahan mulai memikirkan strategi mengenai Injil yang dapat dijangkau oleh masyarakat Sumba khususnya suku Wewewa. Terbesit dalam pikiranmu mengenai kesukaanmu akan  kain  tenun. Bersama pendeta utusan, engkau semangat pergi ke area kain tenun yang sempat engkau lihat dan di sanalah engkau bertemu dengan Koba.

###

Pendeta menyapa dan bertanya, “Permisi Ina8, Wou9 bisa mengajarkan kami cara membuat  kain tenun?”

Wou dari mana?” jawab ibu pemimpin para penenun kain Sumba. 

“Kami penginjil Ina dan kami tinggal di GKS.”

“Bolehkah kalian makan sirih dan pinang dulu!” “Baik Ina,” sambung pendeta.

Engkau hanya melihat pendeta mengunyah sirih dan pinang hingga merah gigi dan bibirnya.

Wou punya teman tidak bisa makan sirih dan pinang?” tanya Ina

“Benar Ina,” sambut pendeta.

“Hei, coba engkau bertanya kepada Ina, perempuan itu namanya siapa!” sambil mata dan tangan  tertuju padanya, timpa engkau.

“Kawan Wou nama siapa?” tanya Ina. “Lukas, Ina,” kata pendeta.

“Koba mari ajarkan Lukas cara membuat kain tenun!” seruan Ina.

Sebelum niat hati bertanya, sudah disambut Ina. Apakah ini cinta? Entahlah, tapi yang  pasti engkau menyukai Koba.

“Perkenalkan namanya Koba, putri satu-satunya Ina,” kata Ina

Tangan engkau memegang erat tangannya ketika bersalaman, mata engkau terbius senyuman manisnya ketika menyambutmu. Tak sadar bahwa Ina dan pendeta engkau abaikan. Erat peganganmu  hingga Koba merasa risi.

“Sudah, lepas!” sambat pendeta.

###

Setiap waktu engkau habiskan bersama Koba. Caranya menjelaskan setiap corak kain membuat engkau terkesima. Jari manisnya menggulung benang saat angin nakal mengangkat rambut indahnya dan mengenai hidungmu, engkau hampir pinsan. Kemudian,  Koba  menjelaskan satu kain tenun yang amat bermakna untuknya. “Ini adalah kain tenun ikat yang sangat saya sukai, kain bercorak mamuli10.  Kain ini menggambarkan diri saya, saya akan hancur jika kain ini dirobek, lalu dibuang. Semua cerita kehidupan, proses menuju surga yang dirindukan, kejadian di sekitar, tertuang di atas kain tenun ikat ini. Kain tenun di Sumba adalah kehidupan itu sendiri. Di coraknya ada cerita asal-usul manusia, lahir, menjadi dewasa, hingga kematian,” kata Koba. Berjalannya waktu, engkau diajarkan oleh Koba bagaimana cara menenun kain Sumba hingga Koba pun luluh karena cinta bersemi ketika ia melihat bagaimana engkau  memperlakukan kain tenun yang ia cintai. Setiap benang ditenun engkau dengan penuh cinta. Engkau membuat  perpaduan warna kain yang menawan hati dengan antusias bekerja. Ditambah memanen kapas dan mengecek hama penggangu. Setiap ajaran Koba engkau peraktikkan dengan cinta. Cinta akan kain bercorak mamuli yang engkau tenun tersebut menjadi dasar Koba sangat mencintai engkau sekalipun kepercayaan yang tidak mungkin dipersatukan. Koba yang tersentuh hatinya, mengungkapkan bahwa ia mencintai engkau dan langsung memeluk tubuh engkau dan meninggalkan bekas bibirnya. Engkau seketika mendorongnya hingga terjatuh ke tanah. Koba pun bangkit dan menampar pipi engkau.  Dengan air mata yang jatuh membasahi tanah dan tubuh yang terlihat lemas dan tanpa sepatah kata pun Koba berlari meninggalkan engkau. Koba menuju kuburan megalitikum. Di atas kuburan tersebut ia berbaring dan menatap cahaya bulan di tengah malam penuh kesakitan hati dan jiwa yang merintih sembari berbicara sendiri:  “Apakah karena cintaku terhadap marapu? Mengapa rasa sakit itu ada? Mengapa semua itu terulang kembali?” Seketika itu pun roh-roh marapu berwarna gelap mengelilingi kuburan tersebut dan menutupi tubuh Koba. Adapun seorang pria bernama Umbu yang berjalan melewati kuburan tersebut dan tak sengaja menemukan Koba yang sedang menangis penuh kesakitan dan di kelilingi oleh roh marapu. Hal ini membuat Umbu kembali teringat pada masa kecilnya bersama Koba. Ketika Koba berusia 6 tahun, orang tuanya membawa Koba menuju uma bokulu. Dalam rumah tersebut terdapat hewan, yaitu ayam kampung yang siap untuk dimakan oleh marapu, serta mamuli untuk dimasuki oleh roh marapu. Ritual pun dimulai dengan rato11 mengeluarkan bahasa: “Kaden’ga di marapu deke’a om’ma ta’i di ing’i da’na ba’ge ka’pa pe’ne di u’ma.” 12 Dalam ritual tersebut adapun Umbu yang melihat dari lubang kecil yang ada di rumah tersebut. Ia melihat roh-roh marapu yang mematikan ayam tersebut tanpa dibunuh oleh manusia. Kemudian, daging ayam yang sudah mati tersebut diberikan kepada Koba untuk dimakan. Hal ini dilakukan oleh orang tua Koba agar Koba mendapatkan kekuatan dan perlindungan dari marapu sekaligus pemujaannya pada marapu. Umbu lalu menghampiri Koba dan berusaha memeluknya dengan kehangatan agar Koba tenang. Umbu adalah teman masa kecil Koba yang sangat menyukai Koba, tetapi Koba sebaliknya. Umbu dengan belaian kasihnya memberikan perhatian khusus pada Koba karena semasa kecilnya, Koba adalah anak yang sangat penyendiri. Ia menyimpan luka batin dan jiwa  yang terlihat dari raut wajahnya. Waktu itu, ia adalah teman satu-satunya yang diceritakan oleh Koba mengenai perselingkuhan ibunya dengan kepala desa dan pencurian hewan milik warga yang dilakukan oleh ayahnya dengan mengandalkan obat kampung untuk menghilangkan jejak pencurian. Selain itu, orang tuanya menganggap Koba adalah anak yang gila karena mengagumi kain tenun ikat layaknya wanita yang mencintai pujaan hatinya. Kain itu bercorak mamuli. Kesakitan ini menjadi luka bagi Koba yang dirasakannya hingga roh marapu membuat dirinya berubah menjadi wanita mempesona di desa dengan keahliannya dalam menenun kain bercorak mamuli. Umbu yang mendengarkan cerita ini, segera memastikannya kepada kepala desa.

###

Dua hari berlalu, Lukas datang menghampiri Koba di tempat menenunnya dan dirinya bermaksud meminta maaf kepada Koba. Lukas sadar bahwa dirinya menyukai Koba, namun tidak bisa menerima Koba dan kepercayaannya. Koba lalu berkata: “Mengapa kepercayaanmu engkau bawa dalam cinta, mengapa cintaku padamu engkau anggap dosa? Kuberikan semua cintaku dalam kain bermotif mamuli ini dan aku ingin engkau membuatnya bagiku sekarang dengan memakai pewarna kain merah yang berasal dari darahku!” Lukas terdiam. Koba berkata: “Mengapa engkau terdiam? Cinta layaknya darah dalam tubuh yang memberikan kehidupan! Bukankah Tuhanmu adalah cintamu? Lalu, mengapa engkau tidak bisa mencintaiku sama seperti engkau mencintai Tuhanmu dan sama seperti aku mencintai mamuli?” Lukas yang mendengar perkataan Koba pun merasa bersalah hingga akhirnya memeluk Koba dengan mesra dan mencium bibirnya. Mereka terbuai dalam api asmara hingga senja menjelang malam. Namun, tanpa disadari ada Umbu di sana yang menatap mereka dari kejauhan sembari memegang parang ditangannya.

###

Esok harinya para warga berkumpul untuk menari dengan iringan gong yang berbunyi keras diiringi dengan tarian para wanita Sumba yang kemayu ditemani  para pria gagah memegang parang Sumba dan terikan ibu-ibu Sumba yang dinamakan pakalak’ka untuk mengantar kedua pasangan menuju uma bokulu agar diberkati oleh marapu dengan membawa kotak besar seukuran kepala manusia berisikan banyaknya mamuli yang ditutupi oleh kain tenun Sumba berwarna hitam gelap sebagai mahar. Ketika sampai di uma bokulu, rato membuka kotak berisikan mamuli tersebut dan ternyata terdapat kepala Lukas di dalam kotak tersebut dan darah yang mengalir dari leher. Satu desa geger dan mengatakan bahwa Koba dekat dengan penginjil ini. Koba pun datang dan mengatakan bahwa Umbu yang melakukannya karena cemburu. Umbu yang sangat mencintai Koba akhirnya menyerahkan dirinya untuk dipasung hingga mati oleh warga desa karena hukum adat.

###

Bersama senja dan kain bermotif mamuli yang ditenun dengan kerasnya angin menggoyahkan rambut panjangnya, Koba tak sengaja melihat seorang wanita tua di seberang rumahnya sedang merobek kain tenun bermotif mamuli. Hal ini membuat Koba mengingat apa yang dilakukan oleh Lukas seperti merobek harga dirinya. Lukas yang mendengar suruhan Koba waktu itu, tak terima karena mengingat dirinya adalah penginjil. Dirinya pun langsung memarahi Koba dan merobek kain bermotif mamuli yang dijadikan contoh oleh Koba sambil mengatakan bahwa, “Patuh pada Tuhan lebih berharga daripada patuh pada kain mamulimu.” Mendengar hal ini kesakitan batin dan jiwa dalam diri Koba kembali, ia lalu berteriak histeris dan mengambil parang Sumba yang dipegang oleh Umbu yang sedang melihat Koba dan Lukas, lalu parang itu ditusukkan Koba ke perut Lukas sampai Lukas sekarat dan Koba memotong kepalanya tepat di depan Umbu. Umbu yang melihat hal tersebut hanya bisa terdiam kaku seperti tidak ada napas, lalu menjadi gila karena menyadari bahwa perkataan kepala desa kepadanya mengenai cerita Koba akan ayah dan ibunya adalah kebohongan karena sebenarnya semua yang diceritakan oleh Koba adalah berasal dari rasa obsesinya akan kain bermotif mamuli sebagai lambang harga diri wanita karena masyarakat Sumba yang cenderung menilai pria lebih berharga dari wanita tidak dipercayai oleh Umbu akibat cintanya pada Koba yang berujung maut.

~Selesai~

------------------------------

1Rumah persekutuan (uma bungguru): untuk upacara-upacara kebaktian pemujaan kepada marapu, perkawinan, kematian, dan penguburan.

2Semula merupakan kelompok manusia pertama yang turun dari langit untuk menetap di bumi. Mereka diyakini sebagai leluhur orang Sumba.

3Alat yang terbuat dari kayu dan digunakan untuk menenun.

4Jatuh cinta (bahasa Belanda).

5Pengabaran Injil; usaha-usaha menyebarkan agama Kristen atau badan-badan penyelenggara (misi) penyebaran agama Kristen.

6Mengacu pada praktik menyampaikan informasi tentang set tertentu dari kepercayaan kepada orang lain yang tidak memegang keyakinan itu.

7Sinkretisme secara umum: Upaya penyatuan ide-ide yang bertentangan ke dalam satu kesatuan pikiran atau ke dalam suatu hubungan yang harmonis. Sinkretisme secara teologis: Asimilasi antara suatu kepercayaan ke dalam agama lain sehingga menghasilkan perubahan dalam identitas asli agama yang dianut sebelumnya.

8Ibu

9 Kamu

  10Salah satu benda pusaka yang disimpan secara khusus karena memiliki pertalian dengan para luluhur. Mamuli (Omma) adalah perhiasaan khas dari Pulau Sumba yang berbentuk anting-anting telinga yang ukurannya agak besar dengan tambahan hiasan ornamen pelengkap. Mamuli juga digunakan sebagai jimat atau mahar pernikahan bagi pengantin perempuan, serta mamuli ini diistilahkan sebagai watu mata (biji mata) yang melambangkan penghargaan terhadap usaha seorang ibu dalam membesarkan anak perempuannya.

11Pemimpin keagamaan.

12Panggil marapu, siapkan mamuli dan masukkan ke kain (nanti dimasuki roh marapu), lalu dibawa masuk ke  rumah adat.

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Just Me

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Mamuli

Minggu, 21 November 2021 08:07 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua