x

Iklan

Biru Alaska

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 22 November 2021

Selasa, 23 November 2021 05:47 WIB

Gadis Misterius Penanti Senja

Seorang gadis bernama Sabila yang mengalami buta karena kecelakaan sangat menyukai senja. Bagaimana seorang gadis buta bisa menyaksikan senja?? Sabila punya caranya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

<--more-->Seorang laki-laki tampak mendorong gerobak ciloknya melewati sebuah taman yang selalu ramai setiap harinya, apalagi ketika sore hari. Taman yang letaknya tak jauh dari pusat kota ini adalah tempat yang paling cocok untuk menyaksikan senja di sore hari. Semburat jingga yang menghiasi langit bagai menghipnotis siapa saja yang berada di tempat itu. Farzan biasa menjajakan cilok ayahnya di taman tersebut. Ia masih duduk di bangku SMA kelas 12, ia membantu sang ayah berjualan ketika sore hari sepulang sekolah.

“Mas saya beli lima ribuan jadi dua ya, yang satu enggak pedas.” ucap seorang wanita setengah baya sambil menggandeng anaknya yang masih balita.

“Ini Bu, terima kasih.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hari semakin gelap dan cilok dagangan Farzan sudah ludes terjual. Ia pun bersiap untuk pulang ke rumah membawa hasil jualannya sore hari ini. Ketika akan menyeberang netranya melihat seorang gadis seumuran dengannya sedang duduk sendirian di taman tersebut, Farzan hanya melihatnya dari kejauhan. Tak lama kemudian seorang laki-laki paruh baya mendekatinya. Sudah dipastikan laki-laki tersebut adalah ayah gadis itu. Farzan tertegun ketika laki-laki tersebut menarik paksa lengan gadis yang tubuhnya tampak kurus kering. Farzan semakin terkejut saat gadis itu berusaha mencari sesuatu dengan meraba sekitarnya.

Setelah mendapatkan apa yang ia cari, ia pun berusaha untuk mengimbangi langkah laki-laki tersebut. Gadis itu buta, itulah yang Farzan lihat. Laki-laki tersebut tampak membanting tubuh si gadis ke dalam mobil hitam yang berada tak jauh dari tempat Farzan berdiri. Hatinya sedikit tercubit ketika mengetahui gadis yang duduk sendirian di taman itu tidak bisa melihat, lantas untuk apa ia duduk sendirian di sana. Batin Farzan bergejolak.

Tak ingin berlama-lama di sana, ia pun mendorong gerobaknya menyeberangi jalan dan masuk ke gang kecil tak jauh dari taman tersebut.

“Assalamualaikum Pak, Ajan pulang nih dagangannya ludes!” seru Farzan ketika sampai di sebuah rumah yang tak terlalu besar. Ia tinggal bersama ayah kandung dan ibu tirinya. Ibu Farzan sudah meninggal dunia sejak Farzan balita dan kini bersama ibu tirinya, ia memiliki satu orang adik perempuan bernama Meisya.

“Waalaikumsalam Jan, bapak di belakang!” sahut seseorang dari belakang rumah.

“Gerobaknya kenapa Pak?”

“Ini loh ban nya kempes, mau bapak pompa tapi kok tidak bisa.” ucap ayah Farzan yang masih berkutat dengan pompa dan ban gerobak miliknya.

“Sini Pak, biar Ajan coba.” dengan perlahan Fauzan memompa ban tersebut, sesekali mengecek ban nya, namun sepertinya tidak ada perubahan. “ Sepertinya pompa nya rusak pak biar besok Ajan pinjam di bengkelnya om Jaka.

“Oh ya sudah Nak. Sini istirahatlah dulu kamu pasti capek kan berkeliling.” mereka berdua pun duduk di sebuah kursi kayu yang berada di belakang rumah.

 “Silakan diminum dulu Jan.” Seorang wanita tampak mendekati mereka sambil membawa nampan berisi dua gelas air putih. “Terima kasih Bu.”

“Oh iya Jan katanya dagangan laku keras mana coba bapak lihat hasilnya.”

Fauzan pun merogoh saku celana pendeknya dan mengeluarkan uang pecahan 50 ribu dan 20 ribu dengan jumlah yang begitu banyak. Saking banyaknya tangan Farzan sampai penuh dengan uang tersebut.

“Wah alhamdullilah sekali Jan, terima kasih ya Nak.” Farzan tersenyum sebelum masuk ke dalam rumah. Ia akan mandi setelah itu Shalat Magrib berjamaah bersama bapak dan ibunya.

Keesokan harinya

Farzan kembali menjajakan ciloknya di tempat yang sama. Taman itu lebih ramai dari hari sebelumnya. Yang benar saja di malam Minggu banyak sejoli yang memadu kasih di taman tersebut, menyaksikan senja bersama orang terkasih. Farzan tersenyum menyaksikannya.

Farzan melihat kursi taman yang tak jauh dari tempatnya duduk. Gadis yang sama duduk di kursi yang sama seperti kemarin. Bedanya ia duduk bersama seorang wanita yang memakai jilbab dan gamis. Wanita itu ia perkirakan berusia sekitar 29 tahun. Tak lama kemudian ia pun berdiri meninggalkan sang gadis buta tersebut.

Hari semakin gelap dan cilok dagangannya masih sisa beberapa butir. Kondisi taman semakin ramai oleh pasangan muda mudi. Gadis tersebut berdiri dari duduknya ketika mendengar suara yang saling bersahut-sahutan, pertanda taman tersebut ramai pengunjung.

Farzan merasa iba ketika melihat gadis itu berjalan sambil mengarahkan tongkat didepanya. Melewati Farzan begitu saja, hampir saja gadis itu tersandung batu, buru-buru Farzan memegangi lengan gadis cantik itu.

Yap gadis itu cantik dengan kulit putih mulus dengan hidung mancung. “Te-terima kasih.” gadis itu langsung pergi meninggalkan Farzan sebelum sempat ditanyai namanya, gadis itu berjalan menyusuri trotoar.

“Mas ciloknya masih?” seorang bapak-bapak mengagetkan Farzan. “Masih Pak.”

“Saya beli 10 ribu ya Mas.”

Farzan menoleh ke arah trotoar di mana gadis itu berjalan. Namun aneh nya gadis itu menghilang entah ke mana. Biarkan saja ia akan memberanikan diri berkenalan dengan gadis misterius itu besok.

 

Keesokan harinya

Farzan berniat untuk berkenalan dengan gadis tersebut, ia mengedarkan pandangannya mencari gadis cantik tersebut. Namun nihil, ia tidak menemukan gadis itu, di kursi yang biasa ia tempati pun kosong. Sepertinya gadis itu tidak datang ke taman ini.

Farzan sedikit kecewa, karena tidak menemukan gadis itu disudut mana pun. Ia pun pulang ke rumah dengan wajah tertekuk. Hari ini sengaja ia tidak berjualan karena ingin menemui gadis misterius itu.

“Ketemu orangnya Jan?” tanya ayah Farzan yang duduk di teras sambil memangku Meisya. Ayah Farzan sudah tahu mengenai gadis itu, karena Farzan menceritakannya, bagaimana ia merasa iba dengan kondisi gadis tersebut yang jauh dari kata baik.

“Dia tidak datang Pak.”

“Sudah tidak apa-apa besok bisa dicari lagi kan. Sudah sana masuk hari semakin gelap”

Keesokan harinya

Hari Senin adalah tanggal merah itu artinya Farzan libur sekolah dan lebih memilih menjajakan ciloknya pagi-pagi sekali. Ia tidak berniat mangkal di taman kemarin, ia akan berkeliling di Komplek perumahan di depan taman tersebut. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat gadis yang ia cari duduk di kursi taman yang biasa ia duduki sendirian. Se pagi ini untuk apa gadis itu duduk disana? Tak ingin kehilangan kesempatan, Farzan pun menghampiri gadis tersebut.

Kursi taman tampak berderit kala Farzan duduk di sebelah gadis itu.

“Siapa kamu!” gadis itu tampak ketakutan dan berusaha menggeser duduknya. “Jangan takut aku tidak akan menyakitimu.”

Farzan mengulurkan tangannya, “ Namaku Farzan.”

Gadis itu tampak bingung dengan sikap Farzan. Ia menetralkan ekspresinya kemudian tersenyum tipis.

“Aku Sabila.”

gadis bernama Sabila itu mengulurkan tangannya, Farzan tersenyum getir. Gadis itu memang mengulurkan tangannya tapi didepan, sedangkan posisi Farzan ada di sebelahnya. Ia pun mengalah dan menarik tangan gadis tersebut membenarkan bahwa ia ada di sebelahnya.

“Oh maaf aku nggak lihat.” Sabila tersenyum kikuk sambil memainkan ujung tongkat yang ia pegang. “Tunggu sebentar.”

Farzan bangkit dan berlari ke gerobaknya. Kemudian menghampiri gadis itu lagi. Farzan menarik tangan gadis itu mengarahkan telapak tangannya agar terbuka, dan mengulurkan bungkusan plastik berisi cilok di tangan gadis itu.

“I-ini apa?”

“Itu cilok, aku menjual cilok ayahku di daerah ini.” Sabila tampak mengangguk paham. Kemudian tangannya yang lain berusaha meraih tas yang ada di sebelahnya. “ Aku memberi cilok itu gratis untuk kamu jadi jangan membayarnya ya.” seru Farzan dengan nada ramahnya.

“Te-terima kasih” Sabila tampak sedikit gugup, terlihat dari bicaranya yang agak gagap. “Kamu ngapain di sini Bil?” tanya Farzan sambil menatap Sabila yang memakan ciloknya.

“Menunggu senja.” dahi Farzan mengernyit, bagaimana ia menunggu senja sedangkan jam menunjukkan pukul 7 pagi.

“Eumm Sabila tapi ini masih pagi, kamu bisa kembali lagi kesini nanti sore kan?”

Sabila tersenyum getir. “Aku akan menunggu di sini sepanjang hari.”

“Tapi bagaimana Bil? Dengan kondisimu yang seperti ini, maksudku-”

“Aku tahu Zan pasti kamu bingung kan? Bagaimana aku bisa melihat senja dengan mata buta seperti ini?.” Sabila meletakkan tongkatnya di atas tanah. “Aku bisa merasakan senja. Suasananya, kehangatannya meskipun aku tak bisa menyaksikannya. Dengan begitu aku merasa sedang mendapatkan pelukan dari semesta yang selalu membuatku kuat melewati hidup dalam kegelapan. ”

Farzan tertegun mendengar penuturan gadis misterius itu. “ Sebenarnya aku sering melihat kamu duduk sendirian di sini, aku juga mengamatimu sejak beberapa hari ini. Siapa laki-laki yang kasar menarikmu?”

Sabila tampak terkejut mendengar pertanyaan Farzan. “Dia ayahku saat itu aku masih ingin berlama-lama di sini tetapi ia memaksaku untuk pulang.” Sabila menunduk.

“Dia selalu kasar padamu?” Sabila menggeleng kuat. “Aku yang salah jadi wajar dia marah.”

“Lalu wanita setengah baya itu siapa?”

“Dia Bu Maya, orangnya baik dia orang kepercayaan ibuku.” Jawab Sabila mantap.

“Ayah dan ibuku berpisah dan tinggal di tempat berbeda. Bu Maya yang menjagaku di sini dan melindungiku dari kekerasan yang dilakukan ayah padaku.” terang Sabila sambil menitikkan air matanya.

“Maaf Sabila kenapa kamu begitu percaya pada orang asing sepertiku dengan menceritakan latar belakangmu padaku, apa kamu tidak takut? Kita baru kenal beberapa menit yang lalu kan?” tanya Farzan.

“Aku percaya padamu Farzan. Aku tau kamu orang baik.”

Sabila berdiri lantas Farzan ikut berdiri, “Aku akan pergi menyusul ibuku di luar kota. Aku tidak akan kesini lagi Farzan, terima kasih atas kebaikan kamu terutama kemarin kamu sudah menolongku agar tidak jatuh.”

“Kamu tau?”

“Iya, aku bisa merasakan dari sentuhan tanganmu. Sekali lagi terima kasih, aku beruntung bisa bertemu dengan laki-laki baik sepertimu.” Sabila meninggalkan Farzan yang masih berdiri mematung di tempat yang sama.

Hari-hari setelah pertemuan singkatnya dengan gadis misterius penanti senja itu, ia tak lagi menemukan gadis itu di taman hingga 2 tahun berlalu. Ia berharap akan bertemu dengan Sabila lagi suatu hari nanti.

 

Ikuti tulisan menarik Biru Alaska lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

11 jam lalu

Terpopuler