x

Iklan

Anggra

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2021

Selasa, 30 November 2021 13:59 WIB

Si Pengangguran

Seorang pria yang sempat bekerja namun terkena PHK karena perusahaan tempatnya bekerja pailit. Becerita tentang perjuangan dan pergolakan batin sang pria pengangguran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setiap hari Nurdin bangun kira-kira jam 5 pagi. Kegiatannya selalu sama saja tidak ada bedanya dengan hari libur. Makan, tidur,cari lowongan kerja baik di koran atau internet sesekali untuk menghilangkan suntuk, Nurdin jalan-jalan keliling kota. Sudah 5 tahun ini dia menjadi si pengangguran. Sebenarnya dia sempat bekerja selama 2 tahun namun akhirnya terkena PHK gara-gara perusahaan tempatnya bekerja dinyatakan bangkrut.

“Nur ...  sarapan dulu!” panggil Ibu dengan nada lembut.

“Sebentar bu,” balasnya singkat.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Beruntungnya Nurdin masih memiliki orang tua lengkap. Ayahnya walau seorang pensiunan masih memiliki penghasilan pasif yaitu usaha kos-kosan. Tidak hanya keluarga lengkap, orang tuanya masih memberi dukungan walau dia hanya pengangguran. Akan tetapi tetap saja dia merasa malu. Apalagi dia laki-laki dan sudah menganggur 5 tahun. Hal itu juga yang menyebabkan Nurdin masih enggan menikah. Memenuhi kebutuhannya sendiri tidak mampu, bagaimana memenuhi kebutuhan anak dan istrinya kelak?

Setelah sarapan kemudian dia mulai rajin browsing internet. Apalagi yang dicari kalau bukan informasi lowongan kerja. Kegiatan penjelajahan internet itu baru terhenti jika sudah waktunya salat dan makan. Tak terasa jam dinding menunjukkan pukul 21.30. Ini waktu bagi Nurdin melenggang di kasur menuju alam mimpi.

Keesokan harinya dia bangun seperti biasa. Namun kali ini Nurdin terlihat berbeda hari ini adalah pengumuman bagi yang beruntung mendapat kartu prakerja pemerintah. Dia mulai browsing website dan hasilnya jauh dari harapan. Gelombang kali ini bahkan namanya belum lolos sebagai penerima kartu prakerja.

Nurdin hanya mampu tertunduk lesu. Tiba-tiba dia teringat bagaimana susah hatinya setelah terkena PHK. Melamar kerja kiri kanan atas bawah tidak pernah diterima bekerja. Teringat alasan mengapa dirinya tidak diterima kadang nilai tesnya masih di bawah kompetitornya atau dia dinilai tidak memiliki cukup keterampilan untuk bekerja di posisi yang dilamar dan banyak lagi alasan lainnya. Dia pernah mencoba berdagang tetapi terus merugi dan tidak balik modal. Akhirnya dia berhenti berdagang karena tidak punya modal lagi dan balik menjadi pengangguran.

“Gimana Nur?” tanya Ibu penuh kehati-hatian.

“Saya belum lolos. Aduh kenapa ya bu?” dari pertanyaannya saja terlihat dia mulai kehilangan semangat.

“Jangan terlalu dipikirkan. Setiap manusia pasti ada rezekinya masing-masing. Bapak yakin jika kamu tetap berusaha dan berdoa suatu saat rezeki akan mendatangimu nanti,” nasihat Bapak terdengar sejuk di telinga Nurdin.

“Bapak, Ibu saya pergi dulu ya. Pulang ke rumah palingan sore,” ucap Nurdin seraya pamit kepada kedua orang tuanya.

Nurdin merasa sedih hari ini. Jika sedang sedih dia biasanya melampiaskan dengan jalan-jalan keliling kota bersama motor yang dibeli saat pernah bekerja dulu. Entahlah berapa banyak kesedihan yang telah dia lewati. Namun ini klimaks dari semua peristiwa yang terjadi. Sudah 5 tahun dia menganggur, mencoba mencari kerja tapi selalu gagal, tidak lolos jadi peserta prakerja padahal sudah 7 kali dia mencobanya, dan pandemi yang melanda seluruh dunia tambah mempersulit untuk mendapat pekerjaan. Nurdin masih beruntung setidaknya dia memiliki orang tua yang bisa mendukungnya secara finansial. Namun apa dia mau seumur hidup bergantung pada orang tuanya melulu? Apalagi mereka bertambah tua dan masih ada Bram adik Nurdin yang sedang kuliah. Harusnya dia sudah membanggakan mereka bukannya menyusahkan kehidupan orang tuanya. Terkadang dia merasa gagal sebagai laki-laki.

“Hai mas,” sapa Bram.

“Kenapa Bram?” tanya Nurdin dengan nada malas.

“Semangat dong mas. Oya kayaknya ada lowongan EO punya kakaknya temanku tapi cuma kerja part time sih,”pungkas Bram seraya mengingat hal lain.

“Makasih ya Bram,” ucap Nurdin sambil tersenyum padanya.

Bunuh diri kadang terlintas di pikiran Nurdin jika pikirannya sedang mampet. Namun mungkin karena terlalu takut dia langsung mengurungkan niatnya. Akan tetapi dia sadar betapa banyak orang menyayanginya. Dia masih punya bapak, ibu, dan adiknya. Bram  selalu ada saat Nurdin merasa terpuruk. Menghibur dengan candaan recehnya kadang terselip nasihat yang tidak menggurui. Allah membenci hambanya yang berputus asa. Mulai saat ini Nurdin bertekad selama dia bernyawa dia tidak akan menyerah untuk mencari pekerjaan apapun asalkan halal. Dia akan berjuang hingga titik darah penghabisan demi diri sendiri dan keluarga yang menyayanginya.

Ikuti tulisan menarik Anggra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB

Terpopuler

Puisi Kematian

Oleh: sucahyo adi swasono

Sabtu, 13 April 2024 06:31 WIB