x

Iklan

Phiodias M

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 15 September 2021

Rabu, 1 Desember 2021 07:37 WIB

Suatu Saat Pada 2074

Publik juga mengenal Sri Bathara Agung Putra sebagai sosok yang sangat menaruh respek pada ke-3 tokoh sainstis berikut ini, yakni: Francis Bacon, Charles Dudley dan Fukuzawa Yukichi. Ketiganya dikenal berjasa menyempurnakan perkembangan kecerdasan peradaban. Proses inkubasi pemikiran dan perenungan mendalam, menjadikannya titik tolak dan alasan kuat terjun dalam pencapresan 2024.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Suasana khidmat. Pagi itu, pada hari Jum'at, 17 Agustus 2074, tepat pada jam 10.00 terdengar suara dentuman meriam sebanyak 17 kali di seputaran halaman istana kepresidenan di Ibu Kota Negara yang merupakan kawasan Penajam Paser Utara Kalimantan Timur. Itulah momen penting peringatan hari ulang tahun kemerdekaan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh Presiden Begawan Abdinegara.

Patut disyukuri bahwa walau telah lama berjalan, namun tradisi peringatan detik-detik proklamasi itu tetap terjaga dengan baik. Inilah salah satu warisan penting generasi terdahulu. Mengestafetkan rasa bersyukur antar generasi tentang begitu penting dan mulianya menjadi bangsa yang merdeka dan berkeadaban. Sebagai pemenuhan sabda Ilahiah dalam penciptaan manusia di muka bumi. Peringatan itu juga sekaligus menjadi cara efektif agar senantiasa hidupnya semangat persatuan dan kesatuan bangsa. Pendorong semakin kokohnya pertalian kohesivitas bangsa. Modal paling berharga bagi terbangunnya sikap optimisme bangsa dalam menatap masa depan yang semakin gemilang.

Masih dalam rangkaian peringatan hari ulang tahun kemerdekaan RI, sehari sebelumnya Presiden RI yang ke-12 itu menyampaikan pidato penuh emosional dan menggema seluruh pelosok bumi nusantara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ibu Kota Negara baru. Istana negara, lokasi upacara peringatan 129 tahun kemerdekaan RI yang dipimpin oleh Presiden Begawan Abdinegara itu, berada di Ibu Kota Negara baru yang baru dibangun pada tahun 2054. Semasa periode Presiden Wiki Historiawan. Tertunda selama 30 tahun. Sewaktu pembangunannya dimulai, wilayah sejauh radius 150 km dari pusat IKN baru itu telah tumbuh beberapa sentra produksi. Itulah hasil konsensus nasional pada tahun 2024.

Menjelang pilpres 2024, isu pembangunan IKN baru itu viral. Semula gagasan itu merupakan isu teknis sebagai pendorong percepatan dan pemerataan pembangunan nasional di kawasan Indonesia bagian tengah dan timur. Namun dalam perkembangannya berubah menjadi isu konstitusional dan politik.

Diperkirakan proyek dengan kawasan seluas 256.000 hektar dan berlokasi sekitar 121 km Barat Daya kota Samarinda itu memerlukan dana tidak kurang dari Rp 1200 triliun dengan 20 tahun periode pembangunannya. Perkiraan itu jika IKN baru disetarakan biayanya dengan pembangunan Brasilia, ibu kota baru Brazil yang selesai dibangun pada tahun 1960 itu.

Melalui gugatan di lembaga peradilan saat itu, undang-undang terkait dengan pembangunan IKN baru itu dibatalkan sebagian. Terutama terkait dengan jadwal pemindahan IKN baru yang dianggap tidak tepat. Pihak eksekutif dan legislatif yang melahirkan UU itu, dianggap tidak peka dengan keterbatasan sumber daya dan prioritas pembangunan yang berpotensi menimbulkan krisis keuangan negara. Timbulnya gagasan pembangunan IKN baru itu ditengah-tengah bangsa memerlukan dana besar untuk pemulihan ekonomi dan menghadapi ketidakpastian ekonomi global akibat belum klopnya tatanan keuangan/ekonomi dunia dan dampak Covid. 

Pertimbangan gagasan pembangunan IKN baru itu untuk percepatan dan pemerataan pembangunan nasional juga dianggap tidak tepat. Tanpa adanya gagasan itu, percepatan dan pemerataan itu sebenarnya bisa dilakukan dengan menumbuhkembangkan sentra produksi seputaran kawasan IKN baru itu. 

Berlimpahnya kekayaan sumber daya alam disana, pengembangan ekonomi kawasan sesuatu yang feasible menurut hukum/mekanisme kekuatan pasar. Potensi itu mampu menciptakan pusat pertumbuhan ekonomi baru dan arus kas positif keuangan negara. 

Sebaliknya, pembangunan IKN baru merupakan kebijakan melawan hukum pasar. Diperlukan sumber daya sangat besar dalam waktu singkat, tapi ironinya tidak menciptakan nilai ekonomi baru secara nasional. Karena pada saat bersamaan terjadi aktivitas ekonomi negatif di IKN lama. Demikian pelajaran berharga dari pembangunan IKN Brazil.

Kritikan yang tidak kalah tajamnya adalah realitas masih jauh tertinggalnya kondisi pengembangan pencerdasan bangsa dibanding negara-negara lain. Bahkan tanpa jelasnya peta jalan bagaimana mengejar ketertinggalan itu. Sehingga muncul persepsi publik bahwa negara abai dengan amanah proklamasi itu. Pondasi kemajuan peradaban. 

Saat itu, kalangan milenial dan intelektual menaruh perhatian besar pada isu itu. Kelompok ini dibayang-bayangi kecemasan akan besarnya utang negara yang akan ditanggung generasi mendatang seperti yang dialami Brazil. Pada tahun 2020 utang Brazil sebesar 98,94% dari PDB. Saat itu diproyeksikan utang itu akan terus meningkat pada masa mendatang. 

Dianggap kebijakan itu akan fait accompli generasi mendatang dengan beban yang seharusnya bisa dihindari. Juga dituding seolah negara tidak pernah belajar dari krisis 98 dimana utang swasta berkontribusi atas terjadinya ketidakseimbangan nilai tukar Rupiah.

Titik balik perjalanan bangsa. "Pemerintahan 2024 - 2029 adalah suatu periode penting. Pada periode itu terjadi titik balik perjalanan bangsa", ungkap Presiden Begawan Abdinegara dalam pidato kenegaraannya di depan sidang DPR RI dan DPD RI pada 16 Agustus 2074 itu.

Demikianlah ikhwalnya. Pada 20 Mei 2028, persis 120 tahun setelah kebangkitan nasional, merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Setahun menjelang pilpres 2029, tercapailah suatu konsensus politik nasional kedua setelah 2024. Perihal solusi 4 isu fundamental bangsa yang pernah diangkat dalam kampanye pilpres Sri Bathara Agung Putra 2024.

Keempat isu itu adalah perlunya penegasan tema pembangunan nasional sesuai dengan cita-cita proklamasi sekaligus tema kebangkitan peradaban modern, penyatupaduan 5 sektor pencerdasan bangsa, penguatan jati diri bangsa dan penerapan konsep quattuor politica. 

Bagi Presiden Bathara Agung, hari itu merupakan titik kulminasi perjuangannya meyakinkan elit bangsa tentang mutlaknya solusi atas 4 isu fundamental tersebut. 

Semula, penolakan terberat atas gagasan itu adalah penerapan konsep quattuor politica dalam sistem ketatanegaraan kita. Unsur kesaintifikan menjadi kekuatan ke-4 perpolitikan nasional. Melengkapi unsur-unsur eksekutif, legislatif dan yudikatif.

Alasan penolakan penentangnya: "Belum ada satu negarapun di dunia yang menerapkannya". "Memang secara formal kelembagaan, praktik itu belum ada", jelas Presiden Bathara Agung pada suatu kesempatan. 

"Namun, sejak kebangkitan peradaban Barat/modern, eksistensi kekuatan politik kelompok kesaintifikan dalam mewujudkan kemanfaatan sains dan teknologi adalah riel. Berdasarkan konvensi yang terbangun sejak era Renaissance abad 14, kesaintifikan adalah domainnya saintis. Bukan politisi. Negara hanya berkepentingan atas isu keselamatan dan kemanfaatan publik".

"Waktu 79 tahun cukuplah untuk membuktikan suatu fakta", ujar Bathara Agung pada suatu kesempatan kampanyenya. "Dahsyatnya praktik korupsi yang dilakukan kumpulan elitis, telah melumpuhkan usaha pengembangan pencerdasan bangsa. Pembangunan profesionalisme yang seharusnya menjadi perangkat ampuh pencegah korupsi seperti terabaikan", ujarnya.

Sejak berakhirnya konflik saintis dan otoritas Abad Pertengahan, basis legitimasi kekuasaan berdasarkan objektivitas sains semakin menonjol. Dengan pembuktian sebagai hukum tertingginya. Revolusi Perancis dan bubarnya Uni Soviet, contoh bekerjanya mekanisme pembuktian itu. Pemahaman itu berdasarkan teori empirisme.

Maka atas desakan publik menjelang pilpres 2029, akhirnya negara meneguhkan peran kelompok intelektual sebagai pengawal rasionalitas bangsa. Peran kesaintifikan itu sejajar dengan kekuasaan politik eksekutif, legislatif dan yudikatif. 

Ada 2 peran lembaga kesaintifikan itu, yakni: memberikan penilaian atas kinerja pemerintahan menjelang 1 tahun berakhir tugasnya dan menilai setiap kritik terhadap negara apakah termasuk wilayah kesaintifikan atau tindakan melanggar hukum.

Hadirnya peran kelembagaan itu dengan memperhatikan stabilitas politik dan kohesivitas bangsa, cukup efektif mengimbangi opini otoritas yang biasanya cenderung mengklaim keberhasilan pencapaiannya dan menutupi kekurangannya. Dengan dukungan segenap perangkat lembaga di bawah kekuasaan politiknya, klaim itu mudah dilakukan. Itulah sumber terjadinya distorsi objektivitas. Pameo kekuasaan cenderung koruptif, menegaskan fenomena itu. Krisis 97/98 yang berakibat tumbangnya suatu rezim, salah contoh distorsi itu.

Itulah sebabnya siklus 5 tahunan pesta demokrasi yang telah terselenggara selama itu, tidak mampu mendorong semakin matangnya kedewasaan berpolitik bangsa. Malah berpotensi mudahnya menguburkan objektivitas kehidupan berbangsa dan bernegara dalam-dalam.

Sepuluh tahun pemerintahan Presiden Bathara Agung, dikenal dengan era konsolidasi dan sinkronisasi atas 2 sisi subjek pembangunan. Pemberdayaan dan pengembangan 5 sektor pencerdasan bangsa di satu sisi. Pengembangan dan pemanfaatan sumber daya pembangunan nasional di sisi lain.

Pemerintahannya mempunyai perhatian khusus atas pendayagunaan 3 senjata pamungkas kecerdasan bangsa - riset, profesionalisme dan perencanaan - dalam implementasi kebijakan pemerintahannya. Langkah ini terinspirasi dari resep keberhasilan kebangkitan peradaban Barat/modern itu. 

Terobosan yang dilakukannya adalah dengan memisahkan struktur kabinetnya dalam 2 tugas utama. Yakni penanganan isu strategis dan isu harian. 

Dia tidak ingin pencapaian target strategisnya tersandera oleh isu harian yang biasanya terkait dengan masalah keadministrasian itu. Kementerian dan lembaga pemerintahan yang terkait dengan 5 sektor pencerdasan bangsa, seperti: pendidikan, riset, profesionalisme, ketenagaahlian dan perencanaan; disatupadukannya di bawah Kementerian Koordinator Bidang Strategis. Sedangkan lainnya di bawah Kementerian Koordinator Bidang Administrasi Pemerintahan.

Model koordinasi yang dirintis oleh Presiden Bathara Agung itu terus dilanjutkan oleh pemerintahan sesudahnya.

Munculnya sang kuda hitam. Pada awalnya bagi sebagian besar publik, hasil pesta demokrasi 5 tahunan 2024 yang berujung kemenangan sang kuda hitam itu, tidak terbayangkan sebelumnya. Terlebih kala itu perhatian mayoritas publik lebih tertuju pada popularitas figur para kandidat daripada gagasan program-programnya. Ini pertanda mayoritas publik masih belum "ngeh" dengan realitas kondisi bangsa saat itu.

Namun bagi komunitas yang kritis menyoroti permasalahan bangsa, fenomena itu sudah bisa ditebak jauh-jauh hari. Apalagi bagi para peneliti masalah keindonesiaan dalam perspektif sejarah peradaban, hasil itu merupakan suatu keniscayaan. Mereka paham dengan sindiran filsuf Georg Hegel. Banyak pelaku sejarah tidak belajar pada sejarah. 

Bagi kelompok intelektual yang mempercayai teori "fase pembuktian" itu, sudah antisipasi bahwa hasil 79 tahun pembangunan nasional yang di bawah pencapaian transformasi bangsa-bangsa Jepang, China dan Korea Selatan itu, akan mendorong timbulnya momentum kesadaran baru bangsa.

Belum tuntasnya 2 komitmen rezim Reformasi, apalagi tanpa adanya road map, dalam pemberantasan korupsi dan penguatan daya saing SDM; makin mensolidkan opini publik dalam memahami makna dan implikasi "fase pembuktian" itu. Padahal waktu itu rezim tersebut telah berkuasa selama 26 tahun. 

Para pakar masalah keindonesiaan pada waktu itu menyimpulkan bahwa munculnya kedua isu itu - 79 tahun fase pembuktian pembangunan nasional dan 26 tahun komitmen rezim Reformasi - adalah dampak metodologi pembangunan nasional selama itu yang tidak menyasar subjek sentral perkembangan peradaban. Yakni pembangunan pencerdasan bangsa. Padahal fundamental ini merupakan cita-cita proklamasi yang tercantum pada Pembukaan UUD45.

Menurut para pakar itu, munculnya isu itu akibat terbatasnya pemahaman makna pencerdasan bangsa. Selama itu dianggap sama dan sebangun dengan sektor pendidikan saja. Padahal jika mengacu pada sejarah perkembangan peradaban, pemaknaan pencerdasan bangsa juga harus dilengkapi dengan 4 sektor lainnya, yakni: riset, profesionalisme, ketenagaahlian dan perencanaan.

"Dengan keterbatasan itu", lanjut para pakar itu: "Bisa dipahami jika 3 senjata pamungkas kecerdasan peradaban - riset, profesionalisme dan perencanaan - tidak diberdayakan sepenuhnya dalam pembangunan nasional". Padahal ketiga senjata inilah yang membawa keberhasilan kebangkitan peradaban Barat/modern. Termasuk keberhasilan Restorasi Meiji Jepang, transformasi China, Korea Selatan dan Singapore.

Dengan mengkristalnya momentum itu, maka menggelindinglah kekontrasan opini umum. Publik dihadapkan pada pilihan hitam-putih. Kejayaan bangsa atau kembali jadi bangsa yang terjajah!

Seperti sudah menjadi takdir Ilahi, kemunculan kandidat Presiden Sri Bathara Agung Putra, dengan dukungan milenial dan komunitas kritis, tepat pada waktunya. Hubungan Bathara Agung dengan para peneliti masalah keindonesiaan itu, bagaikan amplifier di satu sisi dengan sumber suara di sisi lainnya.

Belajar pada sejarah perkembangan peradaban. Tentu kemenangan sosok kuda hitam dalam pilpres 2024 itu bukanlah sekonyong-konyong.

Beberapa waktu sebelum kemunculan Bathara Agung ke publik, telah terpublikasi tulisan tentang 2 topik yang menjadi diskursus nasional. Yaitu, fase pembuktian dan 4 isu kuncian masalah bangsa. Diposting oleh seorang penulis yang gandrung dengan sastra nasionalistik, historistik dan futuristik. Terinspirasi dari Francesco Petrarch yang mendeskripsikan keadaan Roma pada 1341 dianggap alami kemunduran dibanding kejayaan Romawi. Periode itu dinamakannya sebagai Era Gelap.

Topik itu diangkat ke publik bukan karena keahlian bidangnya. Melainkan kegusarannya karena tidak ditemukannya suatu deskripsi realistis kondisi bangsa. Di kemudian hari, si penulis dikenal dengan julukan Sang Deskriptor Kondisi Bangsa.

Disadarinya bahwa gagasan tulisannya itu melampaui zamannya. Ditengah-tengah masyarakat yang literasi kesejarahannya rendah. Agar dapat dipahami khalayak, diperlukan sosialisasi atau munculnya sosok tokoh untuk menyuarakannya.

Namun bagi Sri Bathara Agung Putra, seorang peneliti, sejarawan, penulis produktif, sang kuda hitam pencapresan 2024, tulisan itu langsung menarik perhatiannya. Bagaikan refleks, dia lantas teringat dengan ajaran luhur nusantara, Sastra Jenda Hayuningrat. Ajaran ini terkait dengan mitologi Satrio Piningit ramalan Jayabaya yang masyhur itu. Untuk menata dunia, menurut ajaran ini, diperlukan suatu metode yang dapat mengaitkan praktik masa lalu dan masa sekarang untuk menata masa depan. Konsepsi ajaran ini terpatri kuat dalam alam pikirnya. 

Publik juga mengenal Sri Bathara Agung Putra sebagai sosok yang sangat menaruh respek pada ke-3 tokoh sainstis berikut ini, yakni: Francis Bacon, Charles Dudley dan Fukuzawa Yukichi. 

Ketiganya dikenal berjasa menyempurnakan perkembangan kecerdasan peradaban. Pada bidang-bidang riset, profesionalisme dan prosesor kecerdasan dalam perencanaan.

Proses inkubasi pemikiran dan perenungan mendalam, menjadikannya titik tolak dan alasan kuat terjun dalam pencapresan 2024.

Akhirnya. "Saudara-saudara sebangsa dan setanah air", ucap Presiden Begawan Abdinegara ditengah pidato kenegaraannya di depan sidang DPR RI dan DPD RI pada 16 Agustus 2074 itu, menyapa rakyat Indonesia. "Marilah kita menjadi bangsa yang selalu optimis dan bersyukur", lanjutnya. "Generasi terdahulu telah berhasil menerjang segala penghalang perjalanan bangsa. Kita tidak lagi seakan numpang atas kemajuan peradaban. Tapi bangsa kita sekarang sudah menjadi bagian dari kemajuan itu".

"Akhirnya", kata Presiden Begawan di penghujung pidatonya itu. "Jalan sudah terbuka lebar menuju Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo. Negeri pemilik kekayaan alam berlimpah, aman dan tenteram".

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Phiodias M lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB