x

Iklan

Valentina Permatasari

Guru Matematika
Bergabung Sejak: 30 November 2021

Selasa, 30 November 2021 23:24 WIB

Merdeka Belajar Merdeka Bersikap Berlandaskan Pancasila

Sebuah kisah guru dan siswa yang berjuang meningkatkan karakter dan daya berpikir logis siswa di masa pandemi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

“Selama pandemi ini, anak saya jadi makin santuy, Ms.”

“Kapan ya sekolah kayak biasa lagi? Yang saya khawatirkan mereka jadi kecanduan gawai, Ms. Padahal sebelum pandemi, kami hanya memperbolehkan pegang gawai hanya sabtu minggu”

Salah dua curhatan orang tua lainnya merasakan perbedaan sebelum dan saat pandemi. Penyebaran Virus Corona ini sangat berdampak pada dunia pendidikan, terutama bagi para orang tua yang memiliki rasa was-was dan cemas. Bagaimana tidak, orang tua dipaksa untuk beralih profesi menjadi guru bagi anak-anaknya. Selain itu, rumah yang didefinisikan sebagai wadah berkumpulnya keluarga, tempat istirahat pun beralih fungsi menjadi ruang kelas yang tidak kondusif. Hal ini didukung dari kondisi keluarga, ekonomi keluarga, dan lingkungan sekitar rumah. Rasa nyaman itu menciptakan berbagai godaan untuk bersikap lebih santai saat belajar, karakter yang diajarkan selama sebelum pandemi memudar serta menurunnya daya saing.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Menurut Pasal 29 Konvensi Hak Anak: Versi Anak dijelaskan bahwa Pendidikan perlu menumbuhkan karakter, bakat, kondisi mental, dan kemampuan fisik anak dan mengajarkan mereka pemahaman, perdamaian, dan kesetaraan gender dan persahabatan antarmanusia, dengan tetap menghormati budaya sendiri dan orang lain. Pendidikan perlu menyiapkan anak menjadi warga aktif di masyarakat bebas. Dalam hal ini, anak perlu mendapatkan pendidikan yang utuh, dimana adanya keseimbangan antara kemampuan kognitif, dan afektif yang harus berjalan beriringan. Di masa pandemi ini, kemampuan kognitif siswa dapat meningkat karena orang tua yang intens dalam mendampingi anak selama proses pembelajaran. Tidak jarang orang tua justru mengerjakan tugas-tugas anak. Hal inilah yang perlu dikhawatirkan, karakter yang semakin menurun, dan sikap yang bergantung pada orang tua menjadikan anak kurang bertanggung jawab serta mandiri.

Selama pandemi ini, dua hal yang menjadi perhatian sekolah, yaitu karakter dan kemampuan berpikir logis para siswa. Apakah mereka bisa tetap mengeksplor dirinya meski di situasi yang sulit ini?

 

Dalam meningkatkan karakter yang berfokus pada tanggung jawab dan kemandirian siswa, diterapkan berbagai program dan peraturan yang disesuaikan dengan kebutuhan para siswa baik secara kognitif maupun afektif. Namun ilmu tanpa karakter yang kuat hanya menimbulkan kesia-siaan. Oleh karena itu, pendidikan karakter semakin digiatkan di sekolah tempat saya mengajar saat ini dimana kami memiliki sesi Character Education yang bertujuan untuk menumbuhkan serta mengaplikasikan karakter yang berlandaskan Pancasila. Saya, sebagai guru dan juga fasilitator berupaya agar siswa dapat memiliki kebebasan berpendapat, menemukan dan menganalisis masalah serta mencari solusinya.

Sesi Character Education membahas 12 karakter yang berlandaskan Pancasila, yaitu berkeyakinan (principled), menghormati orang lain (respect others), peduli (caring), dapat dipercaya (trustworthiness), integritas (integrity), pengambil resiko (a risk taker), berkomitmen (commitment), bertanggung jawab (responsibility), berpikiran terbuka (open minded), komunikator (communicator), kerjasama (cooperative), dan menghargai (appreciative). Tiap karakter tersebut dijalankan dan dibahas selama 3 minggu. Sesi ini menarik setiap harinya karena siswa diajarkan untuk mengeluarkan pendapat sehingga banyak ide atau masukkan yang diungkapkan oleh para siswa.

Mempelajari 12 karakter tersebut tidak serta merta menjadikan setiap pelajaran berjalan mulus tanpa ada tindakan unik dari mereka. Saya meyakini bahwa rasa keingintahuan yang besar membuat mereka ingin mencoba hal-hal baru dan terkesan melanggar peraturan. Padahal, mereka belum paham betul tindakan yang mereka lakukan.

Di waktu tertentu, saya mengajak anak-anak untuk membahas karakter orang yang dapat dipercaya (trustworthiness). Metode ceramah sudah jelas akan menambah rasa bosan saat mengikuti kelas daring. Kami para guru dipaksa untuk putar otak dan mencari ide menarik yang sesuai dengan usia dan minat mereka, maka kami pun mengajak siswa untuk menganalisis sifat dari tokoh spongebob dan plankton.

Dari dua gambar tersebut banyak sekali hal yang mereka analisis hingga menyimpulkan manfaat dari orang yang dapat dipercaya. Sebuah kesepakatan yang kami buat bersama, dimana setiap orang bebas berpendapat, tidak ada pendapat yang salah, hanya saja setiap siswa perlu melihat dari sudut pandang lain terkait pendapat itu lalu bersama-sama mencari kesimpulan yang benar bagi semua sudut pandang. Hasil diskusi bersama yang didapat adalah siswa dapat membedakan mana yang memiliki karakter baik dan mana karakter yang jahat. Dalam diskusi yang berlangsung, anak terpacu untuk berpikir kritis, berani mengungkapkan pendapat tanpa takut salah karena mereka memahami tokoh tersebut.

 

“Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru” – Ki Hajar Dewantara

Kalimat itu terbukti sejak pandemi. Rumah pun disulap menjadi sekolah dan orang tua menjadi guru. Tak hanya itu, murid pun dapat menjadi seorang guru. Hal ini dibuktikan dengan adanya kesalahan pelafalan kata dalam bahasa Inggris yang saya ucapkan. Pelafalan tersebut dikoreksi oleh siswa dengan santun. Saya pun mengucapkan terimakasih karena sudah memperbaikinya dan salah satu siswa menjawab dengan, “It is okay ms, everyone did wrong.” Dalam hal ini, siswa diajak untuk merdeka dengan mampu mengemukakan dan berkomunikasi dengan santun, perhatian, serta menilai mana yang benar maupun yang salah.

 

Adapula siswa yang melakukan tindakan unik seperti, keterlambatan mengumpulkan tugas, terlambat bergabung kelas daring karena bangun kesiangan, koneksi yang tidak bagus, dan berbagai hal lainnya. Siswa secara sukarela mengungkapkan alasan secara jujur meski tahu konsekuensinya. Tidak jarang saya merasa kesal atas perilaku yang dilakukan oleh siswa, namun menyikapi hal tersebut, saya menutupinya dengan memberikan apresiasi kepada mereka karena sudah berkata jujur. Tak hanya itu saya pun mengajak mereka untuk mencari solusi. Permasalahan ini kami angkat dalam diskusi kelas maupun secara personal untuk membangkitkan daya juang mereka dalam menghadapi sebuah problematika yang ada.

Solusi tersebut datang dari opini siswa lainnya. Pernah dalam diskusi, kami membicarakan terkait koneksi yang tidak bagus sehingga ia terlambat bergabung dalam kelas daring. Tidak ada yang bisa disalahkan dalam hal ini, namun hal preventif yang kami simpulkan adalah sebagai berikut:

  • Jika tidak bisa bergabung kelas daring menggunakan laptop, coba pakai gawai.
  • Bergabung dalam kelas daring 10 menit sebelum pembelajaran dimulai dan siapkan alat tulis.
  • Jika keadaan tidak memungkinkan untuk bergabung dalam kelas daring saat itu, siswa dapat melihat resources di Google Classroom.
  • Bertanya kepada guru kelas.

 

Lain hal lagi, ketika terdapat siswa yang terlambat menyerahkan tugas. Kami pun membawa kendala ini menjadi topik yang didiskusikan dalam forum. Hasil diskusi yang didapat, yaitu:

  • Mengerjakan soal pada saat kelas daring berlangsung dan bertanya jika mengalami kesulitan
  • Belajar dengan kelompok kecil.
  • Menanyakan guru melalui whatsapp jika malu bertanya pada saat kelas daring.

Mereka selalu jujur akan kendala yang mereka hadapi, dengan sikap unik masing-masing kami selalu mendapatkan solusi dan mencoba hal yang terbaik.

Merdeka belajar yang dirancang oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merupakan proses pembelajaran yang alami untuk mencapai kemerdekaan. Dalam hal ini, merdeka belajar bukan sekadar siswa bebas belajar apa saja, namun guru berfungsi untuk menjembatani topik pembelajaran dengan kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan siswa mampu menganalisis, berdiskusi, serta memecahkan masalah yang ada. Pembiasaan untuk memupuk karakter yang baik sedini mungkin merupakan aset yang sangat penting bagi masa depan bangsa. Harapannya adalah siswa memiliki daya saing dan juang yang tinggi.

Tak hanya siswa, guru pun diajak untuk merdeka mengajar dalam mencari metode pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan menyenangkan agar siswa mampu memahami konsep dengan mudah. Dengan demikian, pembelajaran daring yang dibatasi oleh jarak bukanlah tantangan baru lagi bagi tiap guru untuk mengajar.

Semangat dan selamat mengajar. Teruslah mengeksplorasi kemampuan diri bagi guru dan siswa.

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Valentina Permatasari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu