x

ilustr: paradigmsanfrancisco.com

Iklan

Acha Hallatu

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 23 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:04 WIB

Ngobrol Bareng Bapak

Momen terindah bareng Bapak yang ingin diulangi kembali. Andai saja bisa...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku anak terakhir alias anak bungsu dari tiga bersaudara. Aku memiliki satu orang abang dan satu orang kakak. Aku begitu dekat dengan kakakku, namun sayangnya aku tidak terlalu akrab dengan abangku. Sebenarnya aku ingin mengakrabkan diri dengan abangku. Tapi sayang, dia memang tipe orang yang tempramental sekali. Sifatnya yang tidak ingin mengalah kepada adiknya membuatku jenuh untuk mencoba terus mendekatinya. Dia sibuk dengan dunianya, yaitu musik. Begitulah, dia lebih akrab dengan teman-temannya ketimbang dengan adiknya. Kamu pasti bisa membayangkannya.

Aku sangat menyayangi keluarga kecilku ini. Meski kami bukan orang kaya, terlahir sederhana seperti ini sudah sangat cukup bagiku. Namun aku merasa kasihan dengan mereka yang diluar sana yang tidak seberuntung seperti aku. Aku pernah bermimpi bahwa suatu saat nanti kelak aku menjadi orang besar dan ternama, memiliki banyak harta kekayaan, aku ingin membaginya dengan mereka yang sangat membutuhkan. Apalah artinya menjadi kaya jika kikir dan tidak ingin berbagi dengan sesama? Uang tidak bisa dibawa mati, katanya. Dan kenyataannya pun seperti itu juga.

Sore hari saat Bapak pulang dari kantor, aku langsung membuatkannya secangkir teh hangat. Seperti biasanya aku selalu menghabiskan waktu sore hari bersama Bapak. Kami ngobrol panjang lebar di teras rumah hingga lupa waktu. Kami tertawa bersama, kami membahas banyak hal mulai dari aktivitasku seharian di sekolah maupun di lingkungan rumah saat bermain dengan teman-temanku. Bapak juga bercerita bagaimana payahnya mencari uang sehingga seringkali ku dengar dia mengatakan, “Cari duit itu susah!”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tak pernah ku lupakan setiap wejangan dari Bapak. Dia selalu menyuruhku untuk terus belajar keras agar kelak aku menjadi orang sukses. Bapakku seorang karyawan swasta. Berapa gaji Bapakku saat itu? Terbilang kecil dan hanya cukup untuk membiayai makan kami sekeluarga dan syukur masih bisa membayar uang sekolahku dan uang kuliah abang maupun kakakku. Setiap harinya menjadi hari yang sangat menyenangkan bagiku. Meski saat aku di sekolah pernah diejekkin dan dijauhin oleh teman-temanku tapi saat aku pulang ke rumah aku menjadi bahagia lagi setelah ngobrol bareng Bapak. Tidak ada jadwal yang sangat spesial selain jadwal ngobrol bareng Bapak setiap sore.

Seiring berjalannya waktu, aku pun mulai tumbuh menjadi anak yang dewasa dan Bapakku pun mengalami perkembangan dalam pekerjaannya di kantor. Bapak berkesempatan mengikuti pelatihan ke luar kota berminggu-minggu yang dibiayai oleh perusahaan tempat dia bekerja. Dan itu terasa menyedihkan bagiku karna aku tidak akan ngobrol lagi bareng Bapak untuk sementara waktu. Biasanya sore hari di teras rumah selalu tersedia dua cangkir teh yaitu milik Bapak dan milikku. Sekarang aku menikmati semuanya setiap sore tanpa Bapak. Aku duduk sendirian sambil melihat ke arah jalan raya banyak kendaraan yang berlalu-lalang. Maklum saja, rumahku terletak di jalan yang sering dilalui oleh banyak kendaraan.

Aku mulai bertanya dalam hatiku, “Kira-kira Bapak lagi apa ya disana?” Aku rindu banget bahkan ingin menelfonnya tapi segan takut mengganggunya. “Apakah Bapak rindu dengan suasana sore hari disana tanpa teh yang biasanya aku buatkan untuknya?” tanyaku dalam hati sambil termenung.

Aku tunggu sampai berminggu-minggu hingga akhirnya Bapak pun pulang ke rumah. Entahlah, aku merasa ada yang berbeda dengannya. Apa mungkin ini perasaanku saja? Langsung ku salam dan ku buatkan secangkir teh untuknya. Aku berharap Bapak masih terbiasa dengan rasa teh buatanku. Aku takut selama dia disana dia mulai terbiasa tanpa teh buatanku dan obrolan kecil kami setiap sorenya. Tapi ini bukan sekedar ketakutanku saja namun ini sebuah kenyataan yang harus ku terima. Bapak bahkan tidak menanyakan hal-hal kecil yang dulu pernah kami omongin di teras rumah seperti biasanya. Apa yang membuatnya berubah? Aku terus bertanya-tanya dalam hatiku.

Bapak sibuk tersenyum dan tertawa sendiri dengan layar ponselnya. “Biasanya Bapak tidak seperti itu,” pikirku. Tapi kenapa Bapak beda sekali semenjak pergi berminggu-minggu mengikuti pelatihan di luar kota? Tapi aku tidak menyerah. Keesokkan harinya, aku mencoba membuatkan teh untuknya. Dan aku sengaja sebelum Bapak tiba dirumah aku sudah duduk sambil menunggunya di teras untuk berbincang-bincang seperti dulu lagi. Aku diam dan termenung saat melihat Bapak hanya tersenyum lalu masuk ke dalam rumah dan tidak sedikit pun menyentuh cangkirnya.

“Ada yang tidak beres dengan Bapak,” pikirku.

“Tapi apa ya?” tanyaku dalam hati.

Tak sengaja ku lihat ponsel Bapak, aku merasa ada yang aneh. Kok ponselnya terbalik gitu?

“Sepertinya sengaja dibalikkan tapi kenapa harus seperti itu?” aku makin penasaran. Hingga akhirnya ku beranikan diriku untuk mengecek ponsel milik Bapak, ternyata saat aku coba menghidupkan layarnya…

Ada foto seorang wanita. Aku melihat wanita tersebut, sangat asing dan aku bertanya dalam hatiku siapa wanita itu. Dan kenapa Bapak harus membalikkan ponselnya seperti ini? Aku yakin karna ada sesuatu yang disembunyikan Bapak dari kami. Awalnya aku tidak berniat memberitahu soal ini kepada orang rumah tapi perlahan aku mulai tergerak untuk memberitahu sesuatu yang aneh diponsel Bapak.

Kami semua terkejut ternyata memang benar wanita itu selingkuhannya. Dan betapa terpukulnya aku saat itu. Aku berusaha dewasa dalam menyikapi hal itu namun tidak bisa. Aku marah. Aku kesal. Bahkan aku kecewa! Pantesan Bapak sudah jarang sekali mengobrol dan menghabiskan waktunya bersamaku. Aku mulai berpikir negatif kalau wanita itu dia kenal saat pelatihan di luar kota kemarin. Entahlah, itu urusan orang dewasa. Aku masih terlampau kecil dan masih muda sekali. Aku bahkan tidak mau dipusingkan dengan masalah itu.

Tapi aku sangat merasa kasihan dengan Ibuku yang harus menahan rasa perih diselingkuhin. Kacau! Aku bahkan tidak fokus selama belajar di sekolah. Apa ini yang namanya takdir? Aku bahkan tidak percaya kalau nasib bisa diubah. Aku mulai kehilangan kendali atas diriku. Aku uring-uringan, bahkan aku tidak sekolah meski dari rumah pamit ingin berangkat sekolah. Aku sangat stres dan depresi sekali saat tahu hubungan keluarga ini tidak harmonis lagi. Aku rindu masa-masa dimana aku dan Bapak masih ngobrol bareng di teras rumah ditemanin secangkir teh yang aku buat. Kini semua tinggal kenangan bahkan tidak akan pernah lagi terulang. Kini Bapak dan Ibu memang tidak bercerai namun sudah pisah ranjang. Aku tidak tahu Bapak tidur dimana setelah Bapak dan Ibu saat itu berantam hebat di depan kami anak-anaknya.

Teruntuk Bapak, dimana dan sedang apa pun sekarang jika sedang membaca tulisan ini ku harap tersenyum dan tertawa kecil mengingat semua kenangan terindah kita dulu saat semuanya masih baik-baik saja. Aku rindu. Kini aku sudah tumbuh dewasa meski tumbuh tanpa kasih sayang dari seorang Bapak.

Ikuti tulisan menarik Acha Hallatu lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler