x

Iklan

S Prasnowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:26 WIB

Kakek Tua dan Benjolannya

(Diadaptasi oleh S. Prasnowo dari dongeng “Hokburiyeonggam” asal Korea Selatan) Dongeng "Kakek Tua dan Benjolannya" merupakan cerita dongeng dari Korea Selatan yang berjudul "Hokburiyeonggam". Dongeng ini juga dikenal di Jepang dan Republik Rakyat Tiongkok. Dongeng ini telah di terbitkan dalam beberapa bahasa, di antaranya bahasa Korea, Jepang, Mandarin, Inggris, dan Indonesia. Dongeng ini berkisah tentang seorang laki-laki tua yang memiliki benjolan di wajahnya. Namun demikian, ia tidak kecil hati, selalu berbaik hati, dan bekerja keras. Dengan begitu, kakek tua itu mendapat keberuntungan dalam kehidupannya. Dalam kisah ini juga ditampilkan tokoh antagonis dari kakek tua itu, yaitu seorang kakek lainnya yang memiliki benjolan juga di wajahnya. Akan tetapi, kakek yang satu ini berkarakter buruk: pemalas dan serakah. Oleh sebab itu, dia tidak bernasib baik seperti kakek tua yang pertama.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pada zaman dahulu kala, ada seorang kakek tua tinggal di sebuah desa. Dia orang yang miskin. Dulu, dia tinggal bersama ibunya. Wajahnya tidak seperti orang-orang lainnya, di wajah sebelah kanannya ada sebuah benjolan besar. Mungkin, karena benjolan itu, dia tidak mempunyai banyak teman. Namun, sifatnya sama seperti ibunya. Dia rajin, baik hati, dan ramah kepada tetangganya. Jadi, dia disukai oleh banyak orang di desa dekat pegunungan itu.

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Suatu hari, Si Kakek Tua pergi ke hutan untuk mencari kayu bakar. Karena sudah tua, dia tidak bisa mencari kayu bakar dengan cepat. Dia tidak sadar waktu sudah menjelang malam. Oleh karena itu, Si Kakek Tua mencari tempat bermalam.

 

“Ya ampun, matahari sudah terbenam. Aku harus mencari tempat untuk bermalam,” kata Kakek Tua.

“Ah, ada gubuk tua di sana. Aku bermalam di sana saja.”

 

Akhirnya, dia melihat sebuah rumah kecil atau gubuk tua yang tidak ada penghuninya. Namun, gubuk tua itu bisa menjadi tempat Si Kakek Tua untuk bermalam di sana.

 

Saat malam semakin larut, Kakek Tua menjadi takut karena sendirian di gubuk tua yang ada di tengah hutan pegunungan itu. Dia ketakutan dan tidak bisa tidur. Karena merasa takut, Kakek Tua bernyanyi seorang diri. Dia mulai menyanyikan sebuah lagu untuk menenangkan dirinya. Dia menyanyikan lagu yang dulu biasa dinyanyikan oleh ibunya bersama para ibu di desa ketika masa panen tiba.

 

            “Gang..gang.. sul...lae”

“Dari gadeuk chaoreuneun bame, nae maeum do gadeuk chao reununde,

pulji mottago eolkin uri seorum eun, dagachi dolgo dora modu pureo beorise...”

 

(Di malam ketika bulan purnama, hatiku terisi, dan kesedihan kita yang terjerat tanpa bisa diselesaikan, mari kita semua berputar-putar bersama, lepaskan semuanya)

 

 

            Nyanyian Kakek Tua menjadi musik malam di tengah hutan pegunungan itu. Sampai akhirnya, nyanyian itu sampai ke telinga segerombolan buto atau makhlus halus penghuni hutan. Nyanyian Kakek Tua itu menarik perhatian mereka. Secara tiba-tiba, gerombolan buto itu muncul di hadapan Kakek Tua.

 

“Ah... Siapa kalian??? Tolong jangan makan aku. Badanku sudah tua, rasanya tidak enak,” kata Kakek Tua.

“Hahaha... Tentu saja, Kakek Tua. Kami sudah tahu itu,” jawab buto yang berwarna hijau.

“Kami mendengar nyanyianmu tadi. Nyanyianmu sangat bagus. Bagaimana kamu bisa bernyanyi seperti itu, wahai Kakek Tua?”

 

Kakek Tua terdiam. Dia takut dan juga bingung. Dia tidak tahu cara menjawab pertanyaan itu. Dalam situasi itu, dia hanya menggaruk benjolan di wajahnya. Rasa takut dan bingung membuat dia tidak bisa berbicara.

 

“Benjolan itu... pasti benjolan itu yang membuat dia bisa bernyanyi bagus seperti itu. Benjolan itu yang membuat dia bisa bernyanyi sebagus tadi...” kata buto yang berwarna merah.

“Eh…a..pa maksudmu?” kata Kakek Tua tergagap.

"Berikan benjolan itu kepada kami, Kakek Tua!" kata para buto itu memaksa.

"Apa??? Tidak, benjolan ini tidak seperti itu...” kata Kakek Tua ketakutan.

 

Para buto tidak percaya pada Kakek Tua. Mereka segera mencabut benjolan itu dari wajahnya. Kakek Tua itu pun pingsan. Kemudian, gerombolan buto itu pergi meninggalkannya di gubuk tua. Namun, sebelum pergi, para buto memberikan hadiah beberapa kantung perak dan emas kepadanya.

 

Ketika terbangun, Kakek Tua terkejut karena benjolan di wajahnya hilang. Dia merasa senang bukan kepaalang. Tidak hanya itu, perasaan senangnya juga bertambah karena melihat beberapa kantung perak dan emas ada di sampingnya.

 

***

 

Setelah kembali ke rumahnya, kabar tentang Kakek Tua menyebar ke seluruh desa. Bahkan, kabar itu juga menyebar hingga ke desa tetangga. Seorang kakek dengan benjolan seperti Kakek Tua juga mendengar kabar itu.

Berbeda dengan Sang Kakek Tua, kakek dari desa tetangga ini mempunyai benjolan di wajah sebelah kiri. Dia juga terkenal malas, jahat, dan tidak ramah. Banyak orang di desa tempat tinggalnya takut kepada kakek tua ini.

 

Setelah mendengar kabar itu, dia akan melakukan hal yang sama dengan Kakek Tua: pergi ke hutan dan bernyanyi di gubuk. Dia ingin menjadi kaya seperti Si Kakek Tua. Jadi, kakek yang serakah itu pergi ke gubuk di tengah hutan, lalu bermalam di sana.

 

Saat malam tiba, kakek serakah itu mulai bernyanyi. Akhirnya, gerombolan buto mendengar suara nyanyian kakek serakah itu. Ketika para buto muncul, Si Kakek Serakah dengan penuh semangat memberi tahu mereka bahwa benjolan di wajahnya membuat dia bisa bernyanyi dengan bagus. Dia terus memaksa para buto untuk mengambil benjolan di wajahnya itu.

Sayangnya, Si Kakek Serakah tidak tahu bahwa para buto sudah tahu tentang benjolan itu. Mereka sudah tahu bahwa benjolan itu tidak bisa membuat mereka bernyanyi dengan bagus seperti Si Kakek Tua kemarin malam.

 

"Ya, baiklah kalau begitu. Kami akan bermurah hati dan memberimu satu benjolan lagi di wajahmu!" kata pemimpin gerombolan buto itu.

 

            Si Kakek Serakah pingsan, lalu terbangun pada pagi harinya. Dia merasa kaget dan marah. Sekarang benjolan di wajahnya ada di sebelah kiri dan kanan. Dia juga tidak mendapat beberapa kantung emas dan perak. Di sampingnya hanya ada beberapa ikat kayu bakar. Si Kakek Serakah itu pun menangis dan menyesali perbuatannya.

 

Video pembacaan dongeng "Kakek Tua dan Benjolannya"

Ikuti tulisan menarik S Prasnowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu