x

Iklan

Calon Mayat

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 1 Desember 2021

Minggu, 5 Desember 2021 12:23 WIB

Mimpi dan Orang Tua

Cerpen

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

MIMPI DAN ORANG TUA

Penulis: Calon Mayat

Firda, inilah aku anak tunggal yang bisa bilang kaya sejak lahir. Keluargaku memiliki latar belakang yang cukup baik dan dikenal oleh masyarakat sekitar. Orang tuaku bekerja mulai dari terbit hingga tenggelamnya matahari, tak jarang pula orang tuaku tak pulang kerumah. Aku menghabiskan hari-hariku dengan gembira meski tak slalu bersama ibu dan ayahku, karena aku dikelilingi oleh teman-teman yang baik dan juga pengertian. Aku memaklumi itu, karena orang tuaku mencari pundi-pundi rupiah demi masa depanku. Namun pada suatu ketika sepulang sekolah aku melihat salah seorang temanku yang sedang disambut ibunya ketika pulang sekolah. Disitulah aku mulai merasa ada yang yang kurang dalam hidupku.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sesampainya dirumah, aku membersihkan diri dan mengganti seragam sekolahku dengan baju yang sehari-hari biasa aku pakai. Segelas teh hangat yang dan cemilan yang aku makan di samping kolam ikan, sambil melihat ikan yang ada di kolam, tiba-tiba aku termenung dan membatin. Memang aku tidak kekurangan apapun secara material, tapi aku merasa iri pada temanku yang mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua mereka. Apakah orang tuaku tidak sayang dan peduli padaku? Aku rasa bukan deh. Tak terasa air mata jatuh membasahi pipiku, sudahlah aku tidak ingin ber opini buruk tentang orang tuaku dan aku ingin menghilangkan opini tersebut bahwa orang tuaku tidak sayang dan peduli padaku. Namun tak bisa dipungkiri bahwa opiniku tentang hal tersebut sangat mengganggu pikiranku. 

Pada suatu ketika aku menghampiri ibu di kantornya, tujuanku mendatanginya karena aku merasa rindu dan ingin meminta pendapatnya terkait perguruan tinggi yang akan aku ambil. Namun setelah mendengar perkataan yang ibuku lontarkan seketika merubah rasa rinduku menjadi amarah. 

“Ada apa sayang, mengunjungi ibu apakah uang yang ibu berikan kurang?” tanya ibuku padaku. Pertanyaan itulah yang merubah rasa rinduku menjadi amarah.

“Apakah yang ibu pikirkan tentangku hanya uang! Ibu tak merasa sedikitpun rindu pada anakmu, sudah beberapa hari ini kau tak pulang kerumah dan tak memberikan kabar” jawabku sambil emosi dengan mata yang berkaca-kaca.

“Ibu sangat rindu padamu nak, tapi harus bagaimana lagi, ini juga untuk masa depanmu.” Jawab ibuku sambil membelai rambutku.

Tanpa menjawab perkataan ibuku, aku pergi meninggalkannya lalu kembali kerumah dan masuk ke kamar untuk belajar, karena mengingat sebentar lagi akan ada ujian untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Ditengah kegiatan belajarku tiba-tiba aku melamun dan membatin, aku akan melanjutkan kemana yaa dan ambil jurusan apa, sebenarnya aku ingin mendiskusikannya dengan orang tuaku. Namun orang tuaku mana sempat memikirkan hal sepele seperti ini, sungguh aku merasa bimbang karena ini merupakan keputusan harus diambil dengan berbagai pertimbangan. Tak lama aku tersadar dari lamunanku, karena kehadiran ibuku.

“Kamu sedang melamunkan apa nak?” tanya ibuku sembari menghampiriku

“Untuk apa kamu kesini Bu bukankah pekerjaanmu begitu banyak, lanjutkan saja pekerjaanmu itu, jangan sampai karena kau kesini pekerjaanmu jadi berantakan” jawabku masih dengan rasa emosi. Bukanku tak menghargai ibuku namun aku sungguh merasa kesal padanya karena kurang memperhatikanku.

“Apa yang kamu rasakan Nak, coba ceritakan pada ibu” bujukan ibuku agar aku menceritakan apa yang aku rasakan. Tak bisa di pungkiri sungguh aku ingin berbagi keluh kesah pada ibuku, namun aku masih ada rasa enggan pada ibuku. Tetapi setelah dipikirkan apakah aku harus menceritakannya atau tidak, akhirnya aku memutuskan untuk menceritakan. 

“Sebelumnya maafkan aku Bu, karena bersikap sedikit kasar padamu. Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu Bu.” ucapan maafku pada ibuku.

“Sudah ibu maafkan Nak, ibu paham apa yang kamu rasakan ibu juga minta maaf padamu karena jarang ada waktu bersamamu. Jadi apa yang ingin kamu bicarakan dengan ibu Nak?” jawab ibuku sambil memelukku dan memberikan pertanyaan.

“Ibu tak perlu meminta maaf padaku, memang akunya aja yang tak berpikiran dewasa. Jadi, sebentar lagi aku ada ujian untuk ke perguruan tinggi Bu, lalu aku merasa sangat kebingungan untuk mengambil universitas mana dan jurusan apa. Menurut ibu bagaimana?” jawabku dan meminta pendapat ibuku.

“Soal ujian untuk melanjutkan ke perguruan tinggi itu ibu dan ayahmu sudah mendengarnya, ayah dan ibu juga sudah mendiskusikannya. Menurut pendapat ayah dan ibu kamu tetap mengikuti ujian itu, namun kamu tidak perlu melanjutkan ke perguruan tinggi itu, kamu cukup masuk ke perusahaan ibu dan membantu ibu” jawab ibuku

“Sudah kuduga ibu pasti akan menjawab seperti ini, tidak memberikan jawaban atas pertanyaanku. Aku ingin melanjutkan pendidikanku Bu, mohon dengan sangat jangan bawa aku ke dunia bisnismu dengan umurku yang semuda ini Bu. Tolong pertimbangkan lagi Bu.” jawabku dengan rasa kesal dan memohon.

“Baik nanti ibu coba bicarakan lagi dengan ayahmu, dan pertimbangkan lagi atas tawaran yang ibu berikan kepadamu, kelak kamu tidak menyesalinya.” jawab ibuku sambil keluar kamarku. 

Setelah pembicaraan singkat yang merubah mood belajarku, akhirnya aku memutuskan untuk berhenti belajar sejenak, dan aku beranjak dari tempat belajar menuju tempat tidurku. Aku sempat heran pada orang tuaku yang mereka pikirkan hanya bisnis dan bisnis. Dan pada saat itu aku mempertimbangkan apa yang ayah dan ibuku tawarkan padaku, aku tak ingin menyakiti perasaan ayah dan ibuku namun, aku sangat ingin melanjutkan pendidikanku ke perguruan tinggi. 

Setelah aku memikirkan hal itu akhirnya aku menemui ibuku yang sedang berada di kamarnya dan akan memberikan jawaban atas apa yang ayah dan ibuku berikan. Rencanaku aku tetap akan melanjutkan pendidikanku hingga menjadi lulusan S3 sains kebumian.

“Bu, aku sudah mempertimbangkannya, aku akan tetap mempertahankan keinginanku untuk melanjutkan ke perguruan tinggi.” ucapku pada ibu.

“Apakah kamu sungguh yakin dengan keputusanmu itu, jurusan apa yang ingin kamu ambil?” jawab ibuku dan memberikanku pertanyaan.

“Iya, aku sungguh yakin dengan keputusanku kali ini. Aku akan mengambil jurusan sains kebumian dan aku ingin hingga menjadi lulusan S3. Bagaimana meurutmu bu?” ucapan jawabanku terhadap ibu, dan memberi pertanyaan pada ibuku. 

Keinginanku untuk melanjutkan ke jurusan sain kebumian karena aku merasa unggul pada bidang itu ketika di sekolah.

“Bukannya ibu tidak mendukung keputusanmu, namun ibu sedikit kecewa padamu karena kelak kamu yang harus melanjutkan bisnis ibu, dan kamu malah mengambil jurusan yang sangat bertolak belakang dengan bisnis ibu” jawab ibuku dengan mata yang berkaca-kaca.

Tanpa menjawab perkataan ibuku aku langsung keluar dari kamar ibuku dengan perasaan yang bercampur-campur dan hati yang bimbang. Dan pada saat itu aku merasa bersalah karena menyakiti perasaan ibuku. 

Setelah beberapa hari aku tidak melakukan interaksi apapun dengan ibuku, dan karena aku sungguh memikirkan lanjut tidaknya pendidikanku ke perguruan tinggi. Tak terasa lusa adalah hari ulang tahun ibuku, dan aku berencana memberikan jawaban yang tidak akan membuat ibuku kecewa. Tiba pada saatnya aku mendatangi ibuku di kantornya dan membawakan kue ulang tahun. 

“Selamat ulang tahun Bu, semoga engkau sehat selalu dan diberikan umur yang panjang. Ayo ibu tiup lilinnya” ucapku pada ibuku sembari menghampirinya dan menyuguhkan kue yang ditancap lilin yang menyala.

“Aduhhhh sayang ibu, terima kasih sekali kamu masih memperdulikan ibu.” jawab ibuku terharu dan sedikit terkejut karena kedatanganku. Dan tak lama ibuku meniup lilin itu.

“Bu, maaf aku tidak membawakan hadiah apapun untukmu, tapi aku rasa pernyataan yang keluar dari mulutku kali ini yang ibu tunggu. Jadi aku mau melanjutkan bisnis ibu, namun dengan sedikit syarat, jadi aku tetap ingin melanjutkan pendidikanku namun kiki cukup sampai S1 dan mengambil jurusan manajemen bisnis. Bagaimana menurutmu Bu?” ucapku pada ibuku dan meminta pendapatnya

“Ini memang jawaban yang ibu tunggu, meski tidak 100% seperti yang ibu bayangkan. Jadi kamu harus memanfaatkan kesempatan kali ini dengan baik.” jawab ibuku sambil memelukku.

Pengambilan keputusan ini memang cukup berat karena mengorbankan sebagian impianku namun juga tidak merugikan ku. Keputusan ku kali ini sudah dipikirkan dengan matang-matang. Meski aku tidak mendiskusikannya dengan siapapun, namun aku melibatkan tuhan ku, dan di setiap ibadahku aku selalu meminta pertolongan dan petunjuk-Nya, hingga aku menemukan hasil keputusan tersebut. Karena aku percaya apapun keputusan yang diambil adalah keputusan yang terbaik karena aku melibatkan-Nya. Aku sangat berterima kasih kepada tuhan karena telah memberikan jalan yang terbaik.

Dan pada akhirnya aku menjadi salah satu mahasiswi kampus ternama yang ada di Indonesia. Tiba pada semester 3 hingga semester 8 aku banyak mendapatkan prestasi yang cukup membanggakan orang tuaku. Tiba pada saatnya masa perkuliahanku usai, kini aku harus terjun ke dunia bisnis dan berjuang bersama orang tuaku. Dan aku merasa sangat siap karena sudah mempunyai banyak bekal yang aku dapatkan ketika menjadi mahasiswa.

Kini aku menjalani kehidupan ku sebagai seorang pebisnis sukses. Dari perjalanan karir ku aku banyak mendapat banyak pembelajaran bahwasannya, mengambil keputusan dengan keadaan marah bukan waktu yang tepat untuk menentukan hasil keputusan yang terbaik. Dan jangan lupa selalu libatkan tuhan, karena tuhanlah satu-satunya pemberi petunjuk terbaik.  Dan hasil keputusan tersebut harus sama-sama menguntungkan dan tidak menyakiti perasaan satu sama lain. 

 

  

Ikuti tulisan menarik Calon Mayat lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu