x

Ilustrasi industri sawit. Sumber foto: aspek.id

Iklan

Paskal Di Manurung

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 25 Januari 2022

Kamis, 27 Januari 2022 21:37 WIB

Kerangkeng Mantan Bupati Langkat dan Kondisi Buruh Perkebunan Sawit

Buruh adalah unsur terpenting dari suatu industri, maka sudah seharusnya pemerintah memberi perhatian lebih. Kelapa sawit adalah salah satu industri yang besar di Indonesia. Dengan adanya kasus dugaan perbudakan modern oleh mantan Bupati Langkat, terlihat pemerintah belum maksimal menjalankan perannya sebagai pelindung hak-hak buruh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Setelah terjaring OTT KPK, Bupati nonaktif Langkat Terbit Rencana Perangin-angin diduga melakukan kejahatan lain berupa perbudakan. Hal tersebut diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migrant Berdaulat (Migrant Care) berdasarkan laporan yang menyebutkan adanya kerangkeng atau kurungan manusia di dalam rumah Terbit. Lebih dari 30 orang didapati berada di dalam kerangkeng saat penggeledahan rumahnya. Kerangkeng tersebut diduga digunakan sebagai tempat tinggal pekerja sawit yang bekerja di perkebunan milik Terbit. Pekerja-pekerja tersebut bekerja selama 10 jam sehari tanpa adanya gaji.

Menurut keterangan Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi, para pekerja sawit memang tinggal di kerangkeng tanpa diupah, namun untuk kebutuhan sandang dan pangannya tetap dipenuhi. Selain itu beberapa pekerja merupakan pecandu narkoba yang dititipkan oleh keluarganya di tempat Bupati Langkat.

Kasus ini tentu saja membuat publik geram. Kegeraman publik bertambah karena tokoh yang seharusnya memilki peran penting dalam perlindungan masyarakat terutama para buruh malah menjadi pihak yang mengeksploitasi dan merampas hak-hak buruh. Selain itu, dalih dari pihak bupati yang menyatakan bahwa kerangkeng tersebut dibuat untuk para pecandu narkoba dan remaja nakal terkesan dibuat-buat.  

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Aturan mengenai tempat rehabilitasi pecandu narkoba dapat ditemukan dalam Pasal 54 UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Standar dan aturan teknis mengenai pendirian terdapat dalam Permensos No. 9 Tahun 2017 tentang Standar Nasional Rehabilitasi Sosial Bagi Pecandu dan Korban Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya serta Permenkes No. 4 Tahun 2020 Penyelenggaraan Institusi Penerima Wajib Lapor.  Tidak adanya izin yang dikeluarkan terkait status kerangkeng tersebut sebagai tempat rehabilitasi membuktikan perbuatan Terbit adalah illegal. Patut diduga banyak pihak yang terlibat dalam menjalankan kerangkeng tersebut. Hal ini dikarenakan kerangkeng tersebut sudah berdiri dalam waktu yang lama sejak tahun 2012. Apalagi kerangkeng tersebut pernah didatangi oleh pihak BNN pada taun 2017.

Nestapa Buruh Perkebunan Kelapa Sawit

Kejadian tersebut semakin membuka mata kita akan buruknya perlindungan hak-hak buruh utamanya dalam kasus ini adalah Buruh Perkebunan Sawit. Buruh perkebunan sawit merupakan salah satu sektor buruh yang haknya sering tereksploitasi. Padahal kelapa sawit merupakan sektor yang berperan penting bagi perekonomian nasional.

Menurut laporan tahunan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada tahun 2020 terdapat 14.586.597 hektar areal kelapa sawit di Indonesia. Areal tersebut naik seluas 10.428.520 hektar apabila dibandingkan dengan luas areal perkebunan kelapa sawit pada tahun 2000 yang berjumlah 4. 158.077. Adapun areal perkebunan rakyat sejumlah 6.044.058 ha, swasta seluas 7.977.298 dan areal perkebunan pemerintah seluas 565.241. Namun kenaikan jumlah areal tersebut tidak dibarengi dengan kenaikan kesejahteraan buruh kelapa sawit secara signifikan.  

Di beberapa wilayah perkebunan kelapa sawit masih terdapat banyak permasalahan yang melanda para buruh sawit. Mulai dari upah pekerja yang tidak sesuai, diskriminasi terhadap buruh perempuan,  beban terlampau tinggi hingga pemberantasan serikat buruh. Contoh dari jenis-jenis eksploitasi tersebut dapat dilihat pada kasus Terbit Rencana. Bahkan pada kasus Terbit ada dugaan dipekerjakannya anak dibawah umur.

Salah satu penyebab rentannya perlindungan buruh kebun kelapa sawit adalah regulasi yang belum memihak buruh perkebunan kelapa sawit dan pengawasan yang tidak ketat dari pemerintah.  Hingga saat ini belum ada regulasi khusus yang mengatur perlindungan buruh perkebunan kelapa sawit. Sebagaimana sektor buruh kebanyakan, pengaturan perlindungan buruh kelapa sawit masih berpatokan pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Padahal buruh sektor kelapa sawit membutuhkan regulasi yang bersifat lebih khusus terutama berkaitan dengan pengupahan.  

Adanya Omnibus Law juga menambah kerentanan perlindungan buruh kelapa sawit. Penghapusan UMK, penurunan besaran pesangon, perluasan outsourching dan berbagai kebijakan dan sebagainya berpotensi mengikis hak-hak yang dimiliki oleh buruh perkebunan kelapa sawit. Selain itu, apabila dilihat dari sisi pengawasan pemerintah terbukti belum mampu mengawasi keadaan buruh perkebunan sawit. Hal ini dapat dibuktikan dari kasus kerangkeng Terbit Rencana. Bahkan yang menerbitkan laporan kasus ini merupakan Migrant Care yang bukan merupakan Lembaga milik pemerintah.

Dengan adanya kasus ini sudah seharusnya pemerintah lebih memerhatikan perlindungan buruh perkebunan Kelapa sawit. Pemerintah dapat membentuk regulasi khusus yang mengatur perlindungan buruh perkebunan sawit, pembatalan omnibus law dan melakukan pengawasan yang lebih ketat.

Ikuti tulisan menarik Paskal Di Manurung lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Bingkai Kehidupan

Oleh: Indrian Safka Fauzi (Aa Rian)

Sabtu, 27 April 2024 06:23 WIB