x

tes corona

Iklan

Randy Septian

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Maret 2022

Sabtu, 5 Maret 2022 05:08 WIB

Tangan di Atas, Kunci Sukses Indonesia Bebas Korona

Potensi Indonesia bebas covid-19 dalam perspektif kedokteran dan sosial budaya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

John Hopkins University CSSE (Centre for Systems Science of Engineering) 

dalam rilisnya pada 12 September 2021, menyebutkan bahwa Indonesia menjadi salah satu negara terbaik dalam penanganan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Hal tersebut diberikan karena Indonesia berhasil menurunkan tingkat pasien terpapar Covid-19 sebesar 58% hanya dalam kurun dua Minggu saat rilis John Hopkins University CSEE dikeluarkan.

 

Tentu hal tersebut menjadi motivasi tambahan bagi pemerintah dalam usaha memutus rantai penularan Covid-19.

 

Indonesia mengawali bulan November 2021 dengan gemilang, sebaran tambahan kasus terpapar Covid-19 sudah berada pada angka dibawah 1000 orang per harinya.

 

Pada Senin (1/11/2021) tercatat kasus terkonfirmasi Covid-19 di Indonesia pada angka 403 kasus, sedangkan ke-esokan harinya, Selasa (2/11) meningkat menjadi 612 kasus dengan DKI Jakarta masih menjadi provinsi dengan tambahan kasus terkonfirmasi Covid-19 tertinggi dengan penambahan 77 kasus.

 

Kendati sudah melandai, tentunya pemerintah bersama masyarakat tetap harus waspada terhadap potensi penularan Covid-19, dan tetap dapat menjaga momentum dalam usaha pemutusan rantai Covid-19. 

 

Melandainya angka penularan Covid-19 beberapa bulan terakhir, tentu tidak dengan mudah diraih. Masih hangat dalam ingatan, sudah banyak hal yang dilakukan pemerintah untuk mencapainya, tentu dengan peran maksimal masyarakat di seluruh negeri.

 

Lembaga sekelas John Hopkins University CSSE tidak dengan mudah menyematkan predikat terbaik bagi Indonesia dalam hal penanganan Covid-19, dimulai dari penerapan Pembatasan 

Sosial Berskala Besar (PSBB) ditengah masyarakat, sosialisasi pentingnya Mencuci Tangan, Menggunakan Masker, Menjaga jarak, Menjauhi kerumunan, dan Mengurangi Mobilitas (5M), Vaksinasi, hingga teranyar pemerintah menerapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan 

Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang ber level-level, hal itu tentu menjadi indikator penilaian.

 

Di negara demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan menjadi salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, menerapkan kebijakan tersebut tentu bukan menjadi barang yang mudah.

 

Ritual keagamaan yang harus terbatas selama masa pandemi kerap diprotes oleh masyarakat yang belum faham tentang program pemerintah dalam memutus rantai penularan Covid-19.

 

Ditambah lagi kesadaran masyarakat dalam menjalankan 5 M masih belum maksimal membuat pemerintah disodorkan "PR" penting bagaimana mengedukasi masyarakat sehingga  sadar akan vitalnya menjalankan 5 M.

 

Namun dengan kegigihannya, pemerintah dan semua elemen mampu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga pola hidup sehat, berfikir positif serta mematuhi aturan baik PSBB hingga ke PPKM.

 

Budaya Gotong Royong

 

Tidak hanya kaya akan budaya seni dan adat istiadat, perilaku sosial menjadi ciri khas dari kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Semangat gotong royong menjadi salah satu kekuatan 

pemerintah bersama masyarakat dalam memutus penularan Covid-19.

 

Budaya bangsa ini menjadi poin lebih Indonesia dibandingkan dengan negara lain dalam usaha melawan Covid-19.

 

Juru bicara Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita membenarkan 

hal tersebut, dia menuturkan, penanganan pandemi Covid-19 harus dilakukan secara bergotong royong, dan langkah ini membutuhkan kolaborasi yang erat antara pemerintah, 

media, swasta, akademisi dan masyarakat.

 

"Hal itu telah tertuang dalam Inpres (Instruksi Presiden) No. 4 Tahun 2019 tentang Peningkatan Kemampuan Dalam Mencegah, Mendeteksi, Merespon Wabah Penyakit Pandemi Global dan Kedaruratan Nuklir, Biologi dan Kimia, dimana disebutkan pembagian tugas 

sesuai keahlian dan kapasitas masing-masing," ungkap Wiku.

 

Keseriusan pemerintah dalam menggalakkan budaya gotong royong dalam melawan Covid-19 tentu berdampak baik pada kehidupan masyarakat di semua daerah, hal tersebut terbukti dengan banyaknya kegiatan sosial berupa bagi-bagi masker dan pendirian posko Covid-19 sampai ke desa-desa.

 

Di Desa Sukaraja, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran Provinsi Lampung contohnya. Secara swadaya masyarakat mendirikan posko relawan Isolasi Mandiri (Isoman), yang mana posko berfungsi sebagai pusat pelayanan masyarakat desa setempat dengan mengumpulkan bahan pangan sumbangan masyarakat untuk kemudian disalurkan kepada warga yang sedang dalam masa isolasi di rumah.

 

Ketua Koordinator Posko Relawan Isoman Desa Sukaraja, Endang Muhidin mengungkapkan, pada akhir 2021 desanya masuk zona merah penyebaran Covid-19, namun setelah dibukanya posko relawan isoman, dalam jangka waktu 2 bulan sudah kembali ke zona hijau.

 

"Selama ini Covid-19 makin banyak jumlahnya karena banyak warga yang reaktif tetap beraktivitas diluar rumah untuk bekerja, karenanya kami berinisiatif untuk menjamin makan 

minumnya sampai selesai isolasi agar yang terpapar tetap berada di rumah namun tetap tercukupi kebutuhannya," ujar Endang.

 

Dijelaskan Endang, banyak warga yang antusias dan memberikan bantuan berupa sayur-mayur, telur dan bahan pangan lain yang dapat memenuhi kebutuhan warga isoman.

 

"Ada tukang sayur menyumbang tahu, ada pula mie instan, telur, beras, bahan pokok sehari-hari, dan Alhamdulillah warga isoman enggan keluar rumah karena menghormati warga lain 

yang telah membantu," jelasnya.

 

Semua Manusia Mampu Lewati Masalah

 

Kita sering mendengar bahwa stres dapat berdampak pada meningkatnya resiko seseorang terpapar Covid-19, hal ini merujuk dari hasil penelitian yang ditulis laman Psychology Today 

yang menyebutkan bahwa orang stres lebih sering menyentuh wajah tanpa sadar.

 

Hal ini tentunya dapat memperbesar resiko terpapar Covid-19 karena penularan virus ini sangat mudah bahkan hanya dengan menyentuh bagian hidung, wajah maupun mulut. Sungguh sebuah virus yang sangat mengerikan jika merujuk pada mudahnya virus menular 

dari satu orang kepada orang lainnya.

 

Jika seperti itu, lalu bagaimana potensi terpapar Covid-19 bagi orang yang berfikir positif dan tenang dalam menjalankan hidup dimasa pandemi? Apakah mental yang kuat dapat 

mengurangi resiko terinveksi Covid-19?

 

Menurut ahli yang juga seorang psikiater RSUD Wonosari, Gunung Kidul, Yogyakarta, dr. Ida Rochmawati, M.Sc, SpKJ (K) menjelaskan, sudut pandang 

seseorang dalam menghadapi persoalan (Covid-19) sangat berpengaruh terhadap resiko terpapar virus itu sendiri.

 

Menurutnya, di dalam tubuh manusia ada hormon yang bernama Kortisol (hormon stres) yang mana saat kortisol naik akan berdampak kepada kesehatan, tensi darah naik, resiko penyakit jantung, gangguan syaraf dan menurunnya imunitas (kekebalan tubuh) sehingga mudah terinveksi virus.

 

"Saat orang mampu memandang masalah dengan positif dan cepat beradaptasi maka imunitas tubuh akan naik yang menyebabkan orang tersebut cepat pulih, karena secara teori Covid-19 

adalah sejenis virus, virus apapun itu sebenarnya bisa dilawan oleh tubuh sendiri dengan syarat imunitas baik," jelas dr.Ida.

 

Peraih Gender Champion Yogyakarta 2019 itu menilai, keberhasilan Indonesia dalam penanganan Covid-19 hingga jumlah pasien terpapar melandai selain dari kebijakan pemerintah dalam menerapkan kampanye hidup sehat juga dipengaruhi oleh peran serta masyarakat yang berfikir positif. Budaya memberi (Bhakti sosial) yang dilakukan masyarakat dimasa pandemi menurutnya sangat berpengaruh terhadap menurunnya jumlah pasien Covid-19.

 

Sebab didalam tubuh setiap manusia ada yang namanya hormon Serotonin yang memberikan efek perasaan baik dan kerap disebut hormon anti depresi Serotonin juga bisa meningkatkan 

hormon Endorfin (Hormon perasaan bahagia).

 

"Saat kita memberi, perasaan bahagia itu bukan hanya didapat oleh orang yang menerima bantuan, namun juga kepada orang yang memberi itu akan naik Endorfinnya, jadi kenapa ada  wilayah yang zona merah namun cepat menjadi zona hijau Covid-19, itu karena masyarakat daerah tersebut tidak stres dan lebih positif dalam menghadapi masalah," kata dia.

 

"Berbuat baik juga akan merangsang naiknya hormon Dopamin, dan Dopamin ada unsur ketagihannya, jadi saat kita berbuat kebaikan itu ada dorongan untuk melakukan kebaikan  lainnya," kata Ida.

 

Dijabarkan dr. Ida Rochmawati, M.Sc, SpKJ (K) bahwa  pada dasarnya manusia bisa melewati masalah karena masalah tidak akan datang diluar batas kemampuan manusia.

 

Selanjutnya dia menerangkan, kecemasan karena adanya virus korona dalam dunia medis disebut "Reaksi", dan itu pada dasarnya normal bagi semua masyarakat.

 

Namun akan menjadi buruk jika reaksi itu kemudian mengganggu fungsi peran, fungsi sosial dan kualitas hidup secara keseluruhan, imbas negatif dari reaksi adanya Covid-19 disebut sebagai "gangguan".

 

"Reaksi tersebut akan menjadi gangguan jika masyarakat gagal dalam beradaptasi terhadap stressor (Covid-19 - red), ini yang menyebabkan imunitas turun dan lebih mudah terpapar  Covid-19," kata dia.

 

"Idealnya jika ada suatu persoalan seperti Covid-19, sumber masalah itu diselesaikan, tapi kalau sumber masalah tidak bisa diselesaikan bisa memakai 3 cara, ketahanan tubuh dinaikan, cara pandang kita terhadap Covid-19 dirubah, dan terakhir beradaptasi," tambahnya.

 

Pemerintah Siapkan Instrumen Pengendalian Covid-19

 

Sejak masuknya virus Covid-19 ke Indonesia, sudah banyak cara yang dilakukan pemerintah agar dapat mengendalikan virus yang pertama kali muncul di Wuhan, China ini.

 

Beberapa pendekatan sudah dilakukan bangsa Indonesia dalam usaha melawan Covid-19, pendekatan secara biologis pemerintah menggalakkan program vaksinasi Covid-19.

 

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang dikutip pada laman setkab.go.id, program vaksinasi di Indonesia sudah mencapai sekitar 40 persen untuk kategori 

lengkap dan 60 persen untuk dosis pertama. Artinya, Pencapaian Indonesia telah melewati target yang telah ditetapkan oleh WHO dan tengah berada dalam arah yang sesuai menuju tonggak pencapaian selanjutnya.

 

Seiring berjalannya waktu, dengan semua usaha yang dilakukan tingkat penularan Covid-19 di Indonesia secara umum sudah melandai dan terkendali, hal ini tentunya membuka asa akan 

turunnya status pandemi menjadi endemi. 

 

Adapun instrumen yang disiapkan pemerintah jika pandemi berubah menjadi Endemi meliputi beberapa hal.

 

1. Pemerintah akan terus mengevaluasi dan monitoring berkala untuk antisipasi potensi virus perkembang lagi dimasa Endemi, dengan kata lain peraturan terkait pengetatlonggaran kegiatan masyarakat akan tetap diberlakukan secara situasional.

 

2. Fokus kepada Herd Imunity (kekebalan tubuh) masyarakat, pemerintah akan intensif 

menggalakkan vaksinasi ditengah masyarakat guna mengeliminasi Covid-19.

 

3. Mengawasi hadirnya varian virus baru dengan mengembangkan teknologi guna pengobatan maupun pelayanan kesehatan.

 

4. Pembangunan infrastruktur kesehatan secara menyeluruh sampai ke pelosok negeri.

 

5. Membuat program yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat akan disiplin hidup sehat 

untuk mewujudkan ketahanan kesehatan masyarakat tidak hanya untuk Covid-19 namun juga penyakit-penyakit lain.

 

Hikmah Pandemi Covid-19

 

Tidak bisa dipungkiri, pandemi Covid-19 telah memporak-porandakan perekonomian bangsa, kebijakan pembatasan pergerakan manusia membuat roda usaha terhambat baik usaha kecil, menengah maupun besar.

 

Namun Indonesia merupakan bangsa besar yang dalam tubuh masyarakatnya mengalir darah para pejuang. Tentu tidak bisa dihapuskan dalam tinta sejarah bagaimana Indonesia bisa 

merdeka hanya dengan bermodalkan bambu runcing.

 

Usaha masyarakat bersama pemerintah melewati pandemi Covid-19 menasbihkan "budaya 

gotong royong" sebagai senjata utama untuk menang melawan Covid-19.

 

Kebiasaan hidup sehat dan disiplin prokes menjadi warisan dari masa pandemi, hal ini tentunya sangat positif karena saat Covid-19 melandai kebiasaan itu akan terus berjalan 

sehingga bukan hanya Covid-19, namun akan membuat bibit penyakit lain tidak dengan mudah hinggap di tubuh masyarakat Indonesia.

 

Ada atau tidak ada Covid-19, kedepan masyarakat harus terus menjalankan pola hidup sehat 

sehingga tidak banyak yang terkena penyakit lain. Jika mayoritas masyarakat memberlakukan pola hidup sehat tentu akan mempermudah usaha pemerintah dalam mengangkat perekonomian bangsa pasca pandemi.

 

Hampir seluruh Kementrian RI baik kesehatan, keuangan, sosial dan lain sebagainya sudah menyiapkan instrumen guna memperbaiki sektor-sektor yang sempat tersendat karena 

pandemi. Masyarakat dituntut untuk bersinergi dengan program-program yang sudah disiapkan untuk mewujudkan harapan manis pasca bencana Covid-19.

 

Kerja sama masyarakat dan pemerintah akan sangat dibutuhkan untuk pemulihan ekonomi, 

sosial dan budaya. Indonesia Bisa, Kita Bisa!

 

Penulis : Randy Septian

 

Ikuti tulisan menarik Randy Septian lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler