x

Ilustrasi: Harga minyak goreng yang beredar di pasaran viral di media sosial. Sumber: Istimewa/Twitter/Bogordaily.et.

Iklan

Bintang A. L.

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 Januari 2022

Jumat, 18 Maret 2022 12:54 WIB

HET Dicabut, Minyak Goreng Mendadak Membanjir, Tetapi Mahal

Warga senang sekaligus kecewa. Kini minyak goreng sudah kembali tersedia, tetapi mahal. Kenapa pemerintah menyerah melawan pengusaha dalam pertarungan minyak goreng?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pernyataan Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatik menarik untuk dipikirkan. “Indonesia negara produsen sawit, haruskah konsumen Indonesia menikmati harga minyak goreng yang mahal? Ini adalah politik penyediaan pangan pokok bagi masyarakat,” kata dia (Republika, 17 Maret 2022).

Dengan kontribusi sawit yang mencapai 58 persen dari pasokan global, tidak wajar jika rakyat kita kesulitan menjangkau minyak goreng. Semula terjadi kelangkaan, dengan itu harga melambung, dan terjadi antrean panjang pembelinya di banyak daerah. Lalu pemerintah mencoba menenangkan keadaan dengan membuka pasar murah di beberapa kesempatan, mensidak ketersediaan stok sampai menemukan penimbunan minyak goreng, hingga menentukan harga eceran tertinggi.

Apa masalah selesai? Tidak saudara-saudara. Selain ditemukan penimbunan barang, didapati kesalahan fatal pada kebijakan dalam menentukan besaran CPO untuk bahan baku minyak goreng (industri pangan) dan untuk industri energi terbarukan yakni biodiesel. Para pengusaha lebih memilih memasok CPO ke industri tersebut karena terdapat insentif pengaman jika harga patokan dalam negeri lebih rendah dari harga global. Ini tidak didapati ketika memasok CPO ke pabrik minyak goreng. (Faisalbasri, 3 Februari 2022).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Naluri pengusaha selalu mengejar materi. Mereka banyak menyalurkan CPO untuk pembuatan biodiesel karena mengejar keuntungan, begitu juga ketika bermain di sektor distribusi migor. Ketika mereka dipaksa tunduk dengan HET, ditimbunlah stok minyak goreng. Saat pemerintah kalah melawan pengusaha lalu mencabut ketetapan harga ecer, tiba-tiba rak-rak minyak goreng di pasaran kembali penuh. Tetapi dengan label harga baru yang sangat mahal. Inilah yang disebut negara dikendalikan pengusaha.

Politik ada untuk mengatur segala urusan rakyat dengan benar. Jika politik pangan kita dikendalikan dengan syahwat kepentingan, maka kekuasaan yang seharusnya digunakan untuk menyejahterakan warga negara berubah menjadi penghisab ‘darah’. Sebab pemerintah tunduk pada perintah pemodal yang mengusung mereka pada pemilu dan membangkang pada suara rakyat yang mereka hisab daya hidupnya.

Seberapapun terjadi kekacauan di bawah, mereka tidak peduli. Ada ibu-ibu meninggal ketika antre minyak goreng, mereka menutup mata. Terhadap industri pangan UMKM yang bergantung pada minyak goreng, mereka tidak punya iba. Urusan ketahanan pangan negeri ini betul-betul rusak oleh nalar kapitalisme yang mendarah daging melalui kebijakan yang ditegakkan penguasa negeri. Sudah seharusnya rakyat lantang meluruskan kesalahan pemimpin dan sistem yang menelurkan kebijakan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Jangan takut bersuara.[]

Ikuti tulisan menarik Bintang A. L. lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu