x

Ilustrasi wajah wanita

Iklan

Moh Dzaky Amrullah @Dzaky.Amrullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Maret 2021

Rabu, 6 April 2022 16:24 WIB

Memandang Sebagian Tubuhmu

Lorong ruangan gelap tanpa lampu penerang dipenuhi mahasiswa, sibuk membaca materi ujian yang akan ditempuh esok hari. Ujian tengah semester telah dimulai, kebanyakan mahasiswa akan menghabiskan waktu malamnya untuk mengulang kembali materi yang telah ditempuh dua bulan lalu, namun bagi sebagian mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih dalam belajar, kesempatan seperti ini akan digunakan untuk berdiskusi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lorong ruangan gelap tanpa lampu penerang dipenuhi mahasiswa, sibuk membaca materi ujian yang akan ditempuh esok hari. Ujian tengah semester telah dimulai, kebanyakan mahasiswa akan menghabiskan waktu malamnya untuk mengulang kembali materi yang telah ditempuh dua bulan lalu, namun bagi sebagian mahasiswa yang memiliki kemampuan lebih dalam belajar, kesempatan seperti ini akan digunakan untuk berdiskusi.

Pojok-pojok lorong sudah dipenuhi mereka yang kurang serius belajar dua bulan lalu, sekarang mereka akan menghabiskan malamnya untuk berdamai dengan pelajaran, meminta maaf karena sudah membiarkan pelajaran masuk telinga kanan keluar telinga kiri.

Dua pemuda sedang asyik mendiskusikan pelajaran yang akan diujikan esok hari, fikih. Satu pemuda membawa banyak buku referensi, sedang yang satunya hanya membawa Kitab Kanzur Raghibin sebuah karya fiqh dalam mazhab Syafi’i yang disusun oleh al-Imam al-Hafiz Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ibrahim bin Ahmad bin Hasyim al-Mahalli al-Mishri al-Syafi’i (791-864H), seorang tokoh ulama mazhab Syafi’i yang terkenal. Kitab ini menjelaskan matan Minhajut Tholibin.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Arman dan Agus asyik dengan diskusi yang mereka bangun di atas tema bagian wanita yang boleh dilihat, bukan diskusi, lebih tepatnya berbagi pemahaman yang mereka dapat dari berbagai kitab yang mereka baca.

“Baiklah, sampai sini kita sepakat kalau maksiat banyak diawali dari pandangan. Kebanyakan lelaki memandang bagaimana keelokan seorang wanita, dari situ lelaki akan berusaha mencari perhatian wanita tersebut sampai akhirnya mereka saling tukar kontak. Jika sudah lebih nyaman tukar pikiran, hubungan mereka akan lebih dekat sampai akhirnya mereka pacaran, lalu disinilah dimulai maksiat,” ucap arman menyimpulkan hasil diskusi pertama mereka dari mana dimulainya maksiat antara lelaki dan perempuan.

Memang seperti itulah syaitan, sedikit demi sedikit namun pasti menjerumuskan manusia pada kehancuran. 

“Jadi bagaimana? kita baca kitab ini lagi?” tanya Agus.

“Lanjut” ujar Arman.

“Pandangan laki-laki ke perempuan itu ada tujuh macam, pertama adalah pandangan lelaki pada perempuan tanpa ada perlunya, maka ini tidak boleh,” Baca Agus, sambil melihat matan Abi Sujak.

Arman menganggukkan kepalanya, karena itu merupakan rahasia umum dalam Madzhab Syafi’i, maka dari itu menundukkan pandangan wajib bagi lelaki dan perempuan dalam Madzhab ini.

Sekarang giliran Arman membaca “Pandangan ke Istrinya atau ke budaknya maka boleh memandang selain kemaluan.”

Agus sepertinya ingin protes, bagaimana mungkin tidak melihat ke arah kemaluan istri, namun Agus pernah membaca buku Membahagiakan Suami Sejak Malam Pertama, disana dijelaskan kalau tugas istri membenarkan posisi kemaluan suami agar tidak salah tujuan.

“Selanjutnya adalah  Memandang perempuan kerabat diperbolehkan memandang selain pusar sampai lutut.” Arman membacanya dengan suara lantang.

Agus menarik nafas, sepertinya hendak membaca bagian yang sangat sulit dilakukan sekarang “Memandang perempuan karena akan dinikahi maka diperbolehkan memandang ke wajah dan dua telapak tangan.”

Arman membenarkan posisi duduk yang sudah tak teratur.

“Memandang perempuan yang sedang diobati maka diperbolehkan memandang tempat yang dibutuhkan untuk diobati. Disini kita menggunakan kaidah Sesuatu yang tidak boleh dilakukan namun harus dilakukan, boleh dilakukan seperlunya. Bisa dikatakan kalau berobat disini perlu, boleh bagi perempuan yang ingin berobat ditangani lelaki (Dokter) jika tidak ada yang lain (Dokter perempuan). Begitupun sebaliknya.”

Arman menyeruput kopi gayo khas Aceh, diseduh tanpa sedikitpun ada campur tangan gula, rasanya kuat, ini adalah senjata terkuat untuk mengalahkan kantuk. “memandang perempuan yang memberi kesaksian atau untuk mempekerjakan maka diperbolehkan memandang khusus wajah, yang lain tidak boleh.”

Malam sudah mulai larut, mahasiswa yang tidak punya senjata sudah berguguran, ada yang kembali ke kamar, ada yang sudah gugur di medan pertempuran. pojok lorong masih menyisakan pasukan asal Lampung, mereka memiliki senjata khusus, kopi jagung, tak kalah legit rasanya dengan Gayo, hanya saja kopi lampung lebih cocok diminum saat ingin memasuki ruang kelas.

“Bagaimana lanjut?” kata Arman.

“Bagaimana mungkin kita melewatkan satu titik terakhir?”

“Baiklah silahkan dibaca.”

“Titik terakhir ini sangat tidak mungkin dilaksanakan, karena ini berkaitan dengan budak dan sekarang budak sudah tidak ada pada zaman kita.”

“Memandang budak perempuan yang akan dibelinya maka boleh memandang tempat yang dijadikan pedoman diterimanya dalam jual beli budak. Bukan begitu bunyi matannya?” tanya Arman.

Dijawab dengan anggukan lemas Agus sebagai bukti kalau dirinya juga harus memberikan hak tubuhnya untuk beristirahat di tempat yang layak, kamar,

Ikuti tulisan menarik Moh Dzaky Amrullah @Dzaky.Amrullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler