x

Sapardi Djoko Damono dalam sebuah pementasan di Surakarta, 2017. Foto: Tulus Wijanarko

Iklan

Hesti

Mahasiswi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Bergabung Sejak: 12 April 2022

Selasa, 17 Mei 2022 07:40 WIB

Unsur Pembangun dalam Puisi Dalam Doaku Karya Sapardi Djoko Damono

Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Puisi memiliki unsur-unsur pembangun, yaitu unsur intrinsik yang meliputi tema, rasa, nada, amanat, diksi, rima, dan sebagainya. Sedangkan unsur ekstrinsik meliputi biografi, sosial, dan nilai-nilai.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Puisi, mungkin kedengarannya sudah akrab sekali di telinga kita. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Puisi juga diartikan sebagai rangkaian kata yang menggambarkan perasaan penulisnya dengan mengutamakan keindahan. Berbicara soal puisi sudah pasti terlintas di kepala kita sosok sastrawan legendaris, beliau adalah salah satu ikon dunia sastra Indonesia siapa lagi kalau bukan Sapardi Djoko Damono. Penyair dengan puisi-puisinya yang sangat melegenda. Puisi-puisi beliau selalu ramai diperbincangkan karena larik demi larik ditulis dengan diksi yang indah dan sederhana, namun memiliki makna yang begitu mendalam. Salah satunya puisi yang berjudul Dalam Doaku, puisi ini ditulis pada tahun 1989 dan diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Anggota IKAPI, Jakarta 2013. Ketika kita membaca puisi ini, kita diajak untuk menjelajahi luasnya imajinasi mulai dari antropomorfisme, depersonifikasi, integrasi pengulangan, dan perumpamaan.

Dalam karya sastra khususnya puisi terdapat unsur intrinsik yang terbagi menjadi dua yaitu, unsur batin dan unsur fisik.

Unsur batin terdiri dari tema, rasa, nada, dan amanat.

  1. Tema
Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tema merupakan pokok pikiran yang diungkapkan penyair dalam sebuah puisi.

  1. Rasa

Rasa merupakan perasaaan atau ekspresi seorang penyair yang dituangkan di dalam puisi tersebut.

  1. Nada

Nada merupakan tinggi rendahnya bunyi, atau ungkapan keadaaan jiwa (suasana hati). Dalam hal ini penyair menyampaikan puisi dengan nada yeng berbeda-beda, nada sangat berkaitan dengan suasana. Misalnya, puisi dengan tema kesedihan maka akan menghadirkan nada yang sedih saat membacanya, tentu saja hal ini dapat membuat perasaan para pembaca menjadi iba.

  1. Amanat

Amanat merupakan suatu pesan yang akan disampaikan penyair kepada pembaca atau pendengar. Melalui puisi, pembaca atau pendengar akan mendapatkan amanat baik itu secara tersurat maupun tersirat.

Lalu, terdapat unsur fisik yang terdiri dari diksi, rima, tipografi, imaji, kata konkret, dan gaya bahasa.

  1. Diksi

Diksi merupakan pilihan kata yang tepat dan selaras. Diksi juga termasuk salah satu unsur penting dalam menulis puisi, penggunaan diksi di dalam puisi bertujuan untuk membangkitkan imajinasi pembaca, dan memperjelas makna. Pada dasarnya ketepatan pilihan kata dalam menulis puisi tidak terlepas dari pengetahuan penulis mengenai kosakata yang ia miliki.

  1. Rima

Rima merupakan pengulangan bunyi yang berselang, baik di dalam larik sajak maupun pada akhir larik sajak yang berdekatan.

  1. Tipografi

Tipografi merupakan seni percetakan yaitu, sebuah cara dalam mengatur huruf dan teks agar dapat menarik perhatian pembaca.

  1. Imaji

Imaji merupakan sesuatu yang dibayangkan atau melibatkan penggunaan indra manusia.

  1. Kata Konkret

Kata konkret merupakan kata yang memungkinkan terjadinya imaji. Bersifat imajinatif, dan biasanya berhubungan dengan kata kiasan atau lambang.

  1. Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa yang bersifat seolah-olah menghidupkan serta menimbulkan makna konotasi dengan menggunakan bahasa figuratif.

Selain terdapat unsur intrinsik, ada pula unsur ekstrinsik terdiri dari unsur biografi, unsur sosial, dan unsur nilai.

  1. Unsur Biografi

Unsur biografi merupakan riwayat hidup seorang, atau latar belakang penulis.

  1. Unsur Sosial

Unsur sosial merupakan unsur yang sangat erat kaitannya dengan kondisi masyarakat ketika puisi itu dibuat.

  1. Unsur Nilai

Unsur nilai merupakan unsur yang berkaitan dengan pendidikan, seni, ekonomi, poitik, sosial, budaya, ada-istiadat, hukum, dan lain sebagainya.

Menyelisik lebih dalam, penulis memilih untuk menganalisis unsur pembangun puisi pada puisi Dalam Doaku karya Sapardi Djoko Damono. Berikut ini merupakan isi puisi tersebut.

Dalam Doaku

Dalam doaku subuh ini

kau menjelma langit yang semalaman tak memejamkan mata,

yang meluas bening siap menerima cahaya pertama,

yang melengkung hening karena akan menerima suara-suara

Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,

dalam doaku, kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah dari mana

Dalam doaku sore ini,

kau menjelma seekor burung gereja yang
mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,

yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu,

yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan mangga itu

Magrib ini dalam doaku,

kau menjelma angin yang turun sangat perlahan dari nun di sana,

bersijingkat di jalan dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya

di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku

Dalam doa malamku,

kau menjelma denyut jantungku,

yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit yang entah batasnya,

yang setia mengusut rahasia demi rahasia,

yang tak putus-putusnya bernyanyi bagi kehidupanku

Aku mencintaimu.

Itu sebabnya aku takkan pernah selesai
mendoakan keselamatanmu

 

Pada bait pertama, menggambarkan suasana terbitnya fajar (waktu subuh). Dimana si aku khusyuk berdoa di suasana subuh yang masih hening, yang siap menerima cahaya pertama. Si aku dalam puisi ini seolah takjub akan kebesaran Sang Pencipta pada waktu subuh.

Pada bait kedua, menggambarkan waktu siang hari (waktu zuhur), di mana matahari tepat mengambang di atas kepala, seolah si aku merasa sangat dekat dengan Sang Pencipta. Seakan menjelma pucuk-pucuk cemara yang selalu hijau dan desauan angin yang memberikan kesejukan di tengah hari karena adanya pucuk pucuk cemara.

Pada bait ketiga, menggambarkan suasana sore hari (waktu asar) yang sedang gerimis. Angin yang mendesau pada di siang hari, pada bait sebelumnya menandakan suasana yang akan hujan. Si aku kembali berdoa di sore hari, melihat seekor burung gereja yang hinggap di ranting pohon jambu, burung tersebut diibaratkan sebuah hidayah, ia hinggap dimana pun yang ia mau, begitu pula dengan hidayah. Allah akan memberikan hidayah kepada manusia yang dikehendaki.

Pada bait keempat, menggambarkan suasana di senja hari (waktu magrib), dan lagi-lagi si aku kembali berdoa. Si aku merasa dekat sekali dengan Sang Pencipta, seolah menjelma angin yang turun sangat perlahan, bersijingkat, lalu menyusup di celah jendela kemudian menyentuh pipi, bibir, rambut, dahi, dan bulu-bulu mata si aku. Dapat kita bayangkan mungkin saja si aku sedang bersujud dengan tenang, hening, dan damai hingga si aku dapat merasakan angin yang turun sangat perlahan, angin yang merupakan nikmat dari Allah.

Pada bait kelima, menggambarkan suasana malam hari (waktu isya). Pada bait ini menyadarkan kita bahwa Sang Pencipta selalu ada, dan dekat dengan kita bagai denyut jantung yang selalu berdetak setiap detiknya. Dia akan selalu memberikan petunjuk ketika kita mau berdoa dan mengingat-Nya, dan Allah akan memberikan segala cinta untuk orang-orang yang selalu berdoa dan memuji nama-Nya.

 

Puisi “Dalam Doaku” menarik tema tentang pergantian waktu. Dapat kita maknai bahwa waktu tersebut menceritakan tentang kewajiban kita sebagai seorang muslim untuk meninggalkan sesuatu yang berhubungan dengan dunia yang fana, dan bergegas menemui Sang Pencpita untuk berdoa (salat).  Dimulai dari terbitnya fajar ( waktu subuh), siang hari (waktu zuhur), sore hari (waktu asar), senja hari (waktu magrib), sampai malam hari (waktu isya). Puisi ini memiliki arti yang universal, untuk seseorang yang memeluk agama Islam sudah pasti akan menghubungkan langsung dengan salat (beribadah kepada Allah). Begitu mendalam makna dalam puisi ini, sebuah pencapaian seorang hamba yang tekun beribadah kepada Sang Pencipta yang menemukan sebuah kedamaian serta rasa khusyuk dalam beribadah.

Bila kita analisis unsur-unsur pembangunnya maka kita akan menemukan sebuah diksi yang digunakan oleh Sapardi,  Sapardi menggunakan kata atau bahasa sehari-hari yang sudah kita kenal, sangat sederhana. Namun diksi yang sederhana dapat menciptakan suasana yang tidak berlebih-lebihan namun tidak membuat puisi tersebut kehilangan makna. Kita juga menemuka permainan bunyi pada bait, larik demi larik pada puisi tersebut. Pada bait pertama dan kedua kita menemukan vokal a dan u. Vokal yang dimana menimbulkan suasana senang namun tetap khusyuk.

Rima dalam puisi ini sangat menarik karena adanya pengulangan bunyi yang berturut-turut dan bervariasi. Rima identik juga menghiasi pada puisi ini, antara bait pertama dan bait ketiga.

Banyak majas metafora yang digunakan dalam puisi ini. Menjelma langit, menjelma pucuk-pucuk cemara, menjelma seekor burung gereja, dan menjelma angin. Dalam puisi ini terdapat pula majas personifikasi. Majas personifikasi tertuang dalam bait kedua, ketiga, dan keempat.

Gaya bahasa yang digunakan oleh Sapardi adalah repetisi, dimana repetisi tersebut merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata kunci di awal kalimat. Dapat kita simpulkan juga bahwa pada bait pertama “Dalam doaku” merupakan kata kunci dalam puisi ini, repetisi yang digunakan Sapardi seolah memperjelas maksud yang ingin disampaikan.

Tipografi yang digunakan oleh Sapardi turut memberikan sokongan terhadap kesatuan puisi tersebut, setiap penggambaran waktu yang berbeda ditulis dalam bait baru, seolah memberikan kesan bahwa pada awal bait di baris pertama begitu istimewa.

Pengimajian begitu kuat dan erat dalam puisi ini. Pembaca seolah terhanyut dan ikut merasakan apa yang dirasakan oleh si aku. Dalam puisi ini citraan perasaan yang sangat mendominasi tiap baitnya. Terdapat citraan perabaan yaitu pada bait keempat, menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku. Lalu citraan penglihatan muncul pada bait pertama, kedua, dan ketiga.

Dapat kita simpulkan dari hasil analisis bahwa puisi merupakan bentuk seni yang paling subjektif. Dalam puisi terdapat unsur-unsur pembangun yaitu, unsur intrinsik maupun ekstrinsik. Puisi Sapardi juga mengajarkan kita untuk selalu menghargai waktu dengan sebaik-baiknya, berserah diri dan memperbanyak doa, karena sesungguhnya kebaikan, cinta, dan keberkahan selalu menyertai orang-orang yang menyadari kebesaran-Nya.

 

Ikuti tulisan menarik Hesti lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler