x

Komponis Ismail Marzuki. Wikipedia

Iklan

Slamet Samsoerizal

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2022

Jumat, 27 Mei 2022 09:23 WIB

Ismail Marzuki: Komponis yang Melegenda

Ismail Marzuki lahir dan tumbuh di tengah suasana penjajahan. Di tengah suasana semacam itu menjadi musisi merupakan profesi yang sangat jarang ditemui. Secara otodidak ia mampu menguasai delapan alat musik sekaligus. Ismail Marzuki menjadikan musik sebagai alat perjuangan. Berbagai lagunya mampu membangkitkan semangat dan mampu membangkitkan nasionalisme hingga kini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ismail Marzuki berjuang melalui musik. Berbagai lagunya  mampu membangkitkan semangat berjuang dan mampu membangkitkan nasionalisme hingga kini.  

Bang Mail atau Bang Maing, menyukai musik sejak remaja. Lagu pertama O Sarinah  diciptakan saat ia berusia 17. Putra asli Betawi kelahiran Kwitang, Senen, Jakarta pada 11 Mei 1914 itu bernama lengkap Ismail Marzuki.  Ia wafat pada  25 Mei 1958, karena penyakit paru-paru. Kelak, namanya dikenal sebagai salah satu komponis besar Indonesia. Karya-karyanya menginspirasi dan membakar gelora semangat perjuangan kemerdekaan saat itu.

Namanya diabadikan menjadi nama gedung kesenian di Jakarta, Taman Ismail Marzuki atau TIM (1968).  Kiprahnya sebagai komponis, mengantarkannya sebagai Pahlawan Nasional (2004). Bertepatan di bulan Musik Nasional yang jatuh pada 9 Maret, Perpustakaan Nasional juga mengganjar Ismail Marzuki dengan Anugerah Komponis Indonesia (2017). 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lagu-lagunya Melegenda

Ismail Marzuki lahir dan tumbuh di tengah suasana penjajahan. Di tengah suasana semacam itu menjadi musisi merupakan profesi yang sangat jarang ditemui. Kondisi tersebutlah yang dihadapi oleh Ismail Marzuki dalam kehidupan sehari-harinya. Meskipun demikian ia memiliki peluang bermain musik selama lima jam setiap harinya. Tak percuma, ia mampu menguasai delapan alat musik sekaligus:  piano,  gitar harmonika, mandolin, ukulele, violin, accordion, dan saksofon.

Perjalanan karier musiknya selain otodidak, dilaluinya dengan bergabung pada  orkes musik Lief Java pada 1936. Di okes ini,  Bang Maing sebagai: gitaris, saksofonis, dan harmoniumis pompa. 

Gambaran tentang kondisi kehidupan bangsa yang tertindas diangkat dalam lagu ciptaan pertamanya “ O Sarinah” pada tahun 1931. Dalam waktu rentang 27 tahun menjadi komponis, Ismail Marzuki diketahui telah menciptakan hingga 250 lagu. Sebagaian besar adalah lagu bernuansa perjuangan yang sangat dibutuhkan pada saat itu guna mendorong semangat perjuangan.  

 

Lagu-lagunya menjadi pilar perjuangan yang kokoh dan sangat berarti bagi perjuangan, mengisi dan mempertahankan kemerdekaan rakyat dan bangsa Indonesia. Lagu-lagu ciptaannya menyentuh kalbu setiap pendengarnya, selalu memberi makna, membawa misi dan visi yang amat berarti. Syair dan nafas lagu terasa di hati sampai kini.

 

Dari 250 lagu yang diciptakannya, banyak yang sedemikian akrab di telinga. Lagu-lagunya memang melegenda hingga kini: lagu “Rayuan Pulau Kelapa” diciptakan tahun 1944, “Pahlawan Merdeka” diciptakan tahun 1945, “Gugur Bunga” diciptakan tahun 1945, “Halo Halo Bandung” diciptakan tahun 1946, “Selendang Sutra” diciptakan tahun 1946, “Sepasang Mata Bola” diciptakan tahun 1946 dan “Melati di Tapal Batas” diciptakan tahun 1947. Di tahun 1955, ia pun berhasil menciptakan lagu “Pemilihan Umum” dan diperdengarkan pertama kali dalam Pemilu 1955.

 

Lagu-lagu lainnya, dapat disebutkan berikut ini.

“Indonesia Pusaka” merupakan lagu ciptaan Ismail Marzuki pada tahun 1949. Lagu ini menjadi salah satu lagu wajib nasional yang sering dinyanyikan ketika upacara bendera di Hari Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus. Makna lagu ini berkisah tentang kekaguman terhadap Tanah Air, Indonesia, dan menceritakan tentang Indonesia sebagai tempat lahir hingga akhir hayat. Lagu ini banyak diaransemen ulang oleh musisi dan komposer Tanah Air. Salah satunya sempat dinyanyikan oleh penyanyi Rossa dalam OST film "Soekarno" pada tahun 2013.

 

Lagu "Juwita Malam" diciptakan oleh Ismail Marzuki pada tahun 1950. Lagu ini berkisah tentang seseorang yang sedang jatuh cinta pada pandangan pertama. Kejadiannya terjadi di dalam sebuah kereta api yang berangkat menuju Jakarta. Jalinan kisah ini diungkapkan dengan cara platonik yang romantik. Seperti karya-karya ciptaan Ismail Marzuki lainnya, "Juwita Malam" juga banyak dinyanyikan ulang oleh musisi Indonesia. Salah satunya oleh penyanyi jazz Ardhito Pramono.

 

Lagu “Sabda Alam” diciptakan oleh Ismail Marzuki pada tahun 1956. Lagu ini banyak dinyanyikan ulang oleh musisi Tanah Air, salah satu yang populer yaitu oleh Chrisye. Selain Chrisye, lagu ini juga dinyanyikan oleh grup band Ryan D'Masiv dan Once Mekel.

 

“Halo-halo Bandung” merupakan lagu perjuangan yang populer di berbagai kalangan. Lagu ini melukiskan semangat perjuangan warga kota Bandung setelah kemerdekaan RI. “Halo-halo Bandung” mencerminkan peristiwa “Bandung Lautan Api” pada 24 Maret 1946. Kala itu Ismail Marzuki mengungsi ke Bandung lantaran tentara Inggris dan Belanda berusaha menduduki Jakarta. Salah satu musisi Tanah Air yang berhasil mendaur ulang lagu ini yakni grup band Cokelat.

 

Lagu yang ditulis pada tahun 1945 berjudul “Gugur Bunga” ini kerap kali dinyanyikan untuk mengenang para pahlawan yang telah gugur di masa lalu. “Gugur Bunga” digubah untuk menghormati tentara Indonesia yang tewas saat Revolusi Nasional. Sejak saat itu lagu ini menjadi sebuah lagu umum yang ada pada saat protes atau pemakaman. Salah satu musisi yang mengaransemen lagu ini yaitu grup band Oldtimers pada tahun 2012.

 

Lagu lain berirama Keroncong bertajuk “Sepasang Mata Bola.” Lagu ini bercerita tentang seorang pejuang kemerdekaan yang pindah dari Jakarta ke Yogyakarta dengan kereta api. Ismail Marzuki menciptakan lagu ini pada 1946, saat ia menghadiri acara Hari Radio. Lagu “Sepasang Mata Bola” diciptakan Ismail Marzuki bersama Suto Iskandar.

 

Indahnya kekayaan alam Indonesia dituangkan Ismail Marzuki lewat “Rayuan Pulau Kelapa”. Lagu ini populer di kalangan ekspatriat terutama mereka yang meninggalkan Indonesia pada era 1940-an dan 1950-an. Berdasarkan buku Heirs to World Culture: Being Indonesian karya Jennifer Lindsay yang disarikan Wikipedia Indonesia, lagu ini direkam Gordon Tobing dan populer di Soviet dekade 1950-an.

 

Lagu pesanan Letnan Kolonel Moeffreni Moe'min, Komandan Resimen V Cikampek Jawa Barat, saat revolusi atas keprihatinan Moeffreni,  melihat para pemudi yang tengah berjuang menjadi sasaran peluru musuh lantaran tak memiliki kemampuan bertempur. Ismail Marzuki menggubahnya bersama Suto Iskandar. Lewat lagu ini diharapkan pemudi menarik diri dari medan perang tanpa merasa rendah diri.

 

Musik-musik bernuansa patriotisme diracik oleh Ismail Marzuki secara rancak. Lagu-lagunya melegenda. Karya putra Betawi yang satu ini, memang patut dibanggakan. Kiprahnya dalam berjuang melalui musik, dinilai berkontribusi terhadap upaya perjuangan kemerdekaan Indonesia.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Slamet Samsoerizal lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler