Mengenal Sastrawan Indonesia dari Generasi ke Generasi

Jumat, 17 Juni 2022 06:42 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Keberadaan sastra juga telah meruntuhkan sekat-sekat yang ada sebelumnya. Terasa lebih mudah dan sederhana mengikuti perkembangan zaman sekarang karena Anda dapat langsung menikmati sebuah karya sastra melalui gadget Anda. Dengan adanya literatur cyber, diharapkan semakin banyak penulis baru yang percaya diri dalam merilis karya-karyanya di era digital. Kehadiran para penulis digital ini juga menjadi sumber harapan baru bagi ekonomi kreatif Indonesia, khususnya di bidang penerbitan.

Sejarah sastra adalah disiplin ilmu sastra yang mendalami pertumbuhan dan perkembangan sastra suatu bangsa secara sederhana misalnya, sejarah sastra Indonesia, sejarah sastra Jawa, dan sejarah sastra Inggris. Dengan pemikiran dasar tersebut, objek sejarah sastra tampak sebagai segala peristiwa yang terjadi selama masa pertumbuhan dan perkembangan suatu bangsa. Seperti dikatakan sebelumnya, karya sastra, pengarang, penerbit, pengajaran, kritik, dan faktor-faktor lain semuanya berperan dalam sejarah sastra. Sastra merupakan bagian penting dari sejarah intelektual Indonesia. Jutaan karya sastra telah diterbitkan hingga saat ini, dan mereka telah dikelompokkan ke dalam berbagai periode kronologis. Ada tokoh-tokoh luar biasa yang namanya masih harum hingga saat ini di setiap periodisasi.

Para ahli percaya bahwa periodisasi sastra di Indonesia dimulai dengan penyair tua, meskipun tidak ada kesepakatan resmi, sebelum abad ke-20 istilah ini digunakan untuk menyebut karya sastra. Setelah periode Pujangga Lama, muncul sejumlah periode sastra baru yang masing-masing memiliki karya dan nama pengarang yang masih dikenang hingga saat ini. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

1. Era Balai Pustaka

Dunia sastra Indonesia memasuki era Balai Pustaka setelah masa penyair tua, generasi ini terutama dikenal untuk menulis novel romantic, dari tahun 1920 hingga 1930, Balai Pustaka berkuasa. Karena larangan pemerintah Belanda atas karya pada saat itu, orang Sumatera mendominasi mayoritas penulis selama periode ini. Karya sastra Balai Pustaka dikenal kaya akan penggunaan bahasa Melayu Tinggi. 

Nama sastrawan kesohor pada periode ini adalah Armijn Pane, M. Kasim, Nur Sutan Iskandar, Marah Rusli, Asrul Sani, Hans Bague Jassin, dan Amir Hamzah. Salah satu karya paling fenomenal dari periode Balai Pustaka adalah novel Sitti Nurbaya karya Marah Rusli.

2. Pujangga Baru

Dinamai dari sebuah majalah sastra dan budaya berjudul "Poedjangga Baroe", yang diterbitkan pertama kali pada 29 Juli 1933. Layar Terkembang Sutan Takdir Alisyahbana adalah salah satu karya sastra generasi Pujangga Baru yang masih luar biasa hingga saat ini. Pada umumnya, penulis Pujangga Baru beroperasi tanpa campur tangan penguasa kolonial Belanda. Adapun nama-nama sastrawan besar yang hidup pada periode Pujangga Baru antara lain: Ali Hasymi, J.E Tatengkeng, Selasih, Mozasa, Sutan Takdir Alisyahbana, Sanusi Pane, dan Armijn Pane.

3. Angkatan 45

Pada zaman ini, jenis-jenis karya sastra bersifat realistik, dengan konteks penulisan didahulukan di atas kaidah-kaidah kebahasaan. Banyak penulis terkenal Indonesia lahir selama periode ini, dan banyak dari nama mereka masih dikenang sampai sekarang. Adapun nama tokoh yang menandai periode sastra Angkatan 45 adalah Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Usmar Ismail, Ida Nasution, Utuy Tatang Sontani, Balfas, J.E. Tatengkeng, dan Asrul Sani. Salah satu karya sastra paling fenomenal yang lahir pada periode ini adalah kumpulan puisi berjudul Aku, karya Chairil Anwar.

4. Angkatan 50-an 

Generasi 50 adalah zaman sastra yang menandai berakhirnya masa konflik dan awal masa damai. Andri Wicaksono juga menyebutkan hal ini dalam bukunya, Kajian Prosa Fiksi. Di kalangan umum, kumpulan cerpen dan puisi mendominasi karya sastra Generasi 50-an.

Sastrawan Indonesia yang berhasil menorehkan karya terbaiknya pada era 50-an merupakan sastrawan-sastrawan muda, antara lain Taufik Ismail, Umar Kayam, Goenawan Mohamad, WS Rendra, NH Dini, Sapardi Djoko Damono, dan masih banyak lagi.

5. Angkatan 70-an

Secara umum, penulis di tahun 1970-an lebih berani bereksperimen. Awal dari sesuatu yang konvensional melahirkan generasi 1970-an. Selama ini, penerbitan semakin berkembang dan mulai mencetak karya-karya penulis. Beberapa Penulis Indonesia tertentu masih didominasi oleh penulis generasi 1950-an, yang lebih dewasa pada 1970-an.

Seperti Putu Wijaya, Arifin C. Noer, Sutardji Calzoum Bachri, Iwan Simatupang, Danarto, dan Rendra.

6. Era Reformasi 

Maraknya karya-karya sastra dengan tema sosial-politik dan menyangkut reformasi menandakan munculnya gerakan reformasi. Penulis dari era Reformasi berkomentar tentang ketidakadilan sosial dan politik di akhir 1990-an. Nama-nama sastrawan yang menorehkan karya monumental pada periode ini, antara lain Rendra, Taufik Ismail, Seno Gumira Ajidarma, Joko Pinurbo, Widji Thukul, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan masih banyak lagi.

7. Angakatan 2000

Menjelang tahun 2000, gaya sastra semakin bergantung pada kekuatan membaca dan menyampaikan cerita secara estetis. Banyak penulis Indonesia yang paling terkenal lahir dan besar selama dekade sastra 2000-an. okoh-tokoh tersebut adalah Ayu Utami, Afrizal Malna, Andrea Hirata, Habiburrahman El Shirazy, dan masih banyak lagi.

8. Karya Sastra di Era Digital 

Karya sastra selain terinspirasi oleh perkembangan zaman juga dapat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi agar tidak terbengkalai. Ungkapan "sastra cyber" juga telah berkembang sebagai hasil dari kemajuan teknis. Sastra cyber, menurut definisi, adalah karya sastra dari banyak genre yang didistribusikan menggunakan sarana elektronik seperti Wattpad, PlukMe, Cabaca, dan Webtoon. Kehadiran sastra siber memiliki peminat tersendiri, terutama di kalangan milenial, meski kerap mengundang polemik.

Selain perdebatan tentang sastra siber, harus diingat bahwa keberadaan sastra semacam ini juga telah meruntuhkan sekat-sekat yang ada sebelumnya. Terasa lebih mudah dan sederhana mengikuti perkembangan zaman sekarang karena Anda dapat langsung menikmati sebuah karya sastra melalui gadget Anda. Dengan adanya literatur cyber, diharapkan semakin banyak penulis baru yang percaya diri dalam merilis karya-karyanya di era digital. Kehadiran para penulis digital ini juga menjadi sumber harapan baru bagi ekonomi kreatif Indonesia, khususnya di bidang penerbitan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
SITI RINJANI 2021

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler