Pendakian

Rabu, 10 Agustus 2022 08:19 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sebuah catatan kecil saat membaca kembali masa lalu di tepian megapolitan yang telah berganti bentuk. Ada pelepasan yang lega sekaligus haru penerimaan dari pertemuan dan perpisahan serupa ketam makara.

Tepat pukul duapuluh satu kosong delapan. Melintas klausa malam dalam bentang helai-helai anak panah dengan busur-busur puitis sebelum majemuk di antara ketamnya nila dan sutra. “Love is that condition in which the happiness of another person is essential to your own.” [Robert A. Heinlein] Seumpama kalimat mampu menjadi perantara yang cukup bijaksana, mungkin perpisahan bukanlah penderitaan yang patut dirayakan di setiap duabelas jam dalam sehari.

Apapun itu, waktu telah bersedia melintasi keruhnya relung sebelum diistirahatkan.

Bisa jadi, kehadiran “cinta/kasih/love/amorakan mampu menikam runtuhan waktu menjadi silika. Walau ini hanyalah angan-angan dari ribuan, bahkan jutaan jemari, yang mencari ruang sunyi dalam teduhnya peristirahatan. Gurat yang dalam, terlalu menuntutaman/damai/tranquil/pacifisttentang sukat jenaka. Harapan memang terkadang mencurah begitu solid ke labirin amnesia, di tinularan.

Malam mengakar hampa, memenuhi jalan raya dalam debu-debu kemungkinan. Cangkir tembikar dan teh hangat, serta sepotong ceker bakar dalam aroma uap arang menambah kerinduan yang tidak menguat ke dalam cakap. Sepanjang dan sepintas di atas bangku kayu, di antara jeramnya kisah-kisah pengkhianatan, hingga pembunuhan, tidak juga mampu mengusik kecap kecap di sudut-sudut dinding mulut. Malam membawa ingatan di petak umpet hingga euforia pertemuan. Namun, dalam The Return milik Ezra Pound, ada yang demikian mendesak sebelum kembali ke pulang.

 

See, they return; ah, see the tentative

Movements, and the slow feet,

The trouble in the pace and the uncertain

Wavering!

 

See, they return, one, and by one,

With fear, as half-awakened;

As if the snow should hesitate

And murmur in the wind,

and half turn back;

These were the "Wing'd-with-Awe,"

inviolable.

 

Gods of the wingèd shoe!

With them the silver hounds,

sniffing the trace of air!

 

Haie! Haie!

These were the swift to harry;

These the keen-scented;

These were the souls of blood.

 

Slow on the leash,

pallid the leash-men!

 

Sesempurna sengitnya kebahagiaan, seringkali tergelincir dalam senyum yang mendebarkan.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Okty Budiati

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Gremet-gremet Waton Slamet

Kamis, 23 Maret 2023 06:15 WIB
img-content

Musim Masa

Kamis, 5 Januari 2023 19:28 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terkini di Fiksi

img-content
img-content
img-content
Lihat semua

Terpopuler di Fiksi

img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua