x

painting by Sybella Kirkbride

Iklan

Helmi Jaini

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Agustus 2022

Kamis, 11 Agustus 2022 08:49 WIB

Sepucuk Randa Tapak

Penting membaca puisi-puisi Chairil Anwar dan tulisan Goenawan Mohamad yang berjudul "Chairil Anwar di Mata Goenawan Mohamad" di kanal urban, indonesiana.id. Sebelum membaca puisi ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Bung bagimu

Kemerdekaan adalah jiwa yang tak pernah semu

Hanya saja ia direnggut

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dan kebebasan ikut larut

Oleh cukong-cukong yang menjilati penguasanya

Oleh penguasa-penguasa yang menindas rakyatnya

Oleh aparatur yang menjadi alat penindasnya

Kemudian penindasan untuk naluri ketamakannya

 

Seakan akal sehat terpanggang dalam bara neraka

Bukankah gila, menuai usia tanpa menentangnya

Kau temui tak pernah ada kemanusiaan di sana

Satu-dua puisi kau lucuti mereka

Tiga-empat puisi kau cokoli mimpinya

Sebagai catatan pemberontakan

Saat gencar meregas segala penyumpahanmu atas penjajahan

Merampas individualismemu yang menolak Asia Timur Raya

 

Dan kau memang binatang jalang

Yang tak mati-matinya saat dada dilubang

Peluru serta peri kepedihan

Malahan beranak-pinak perlawanan

Dan bernapas panjang kepeloporan

Sastra, pula pembebasan

Yang bergelora sampai babak penghabisan

Semakin regang di lengan zaman

 

Hingga akhirnya kau berpeluk dengan udara

Megatruh mengalun realitas yang ada

Bahwasanya kau mampus

Mangkat dari fana waktu yang tirus

Yang tak ayal lagi menyerah menunda kekalahan

Pupus terurai kemauan

 

Semenjak saat itu, kau sepucuk randa tapak

Yang berjalan pelan-pelan

Dihantar semilir angin ke ruas jalanan

Bersapa dengan hiruk-pikuk keramaian

Mengetuk pintu-pintu kusam

Tinggal sejenak merajut hidup kesusastraan

 

Dan bunga-bunga tumbuh berakar di hari depan

Adalah Sapardi, Rendra, juga Jokpin

Begitu Goenawan Mohamad, Aan Mansyur, hingga Widji

Dan siapa saja yang hidup dalam puisi

Itu kau, aku, dia, mereka, maka kitalah semua

Yang tumbuh mekar di antara gulma

 

Mungkin memang kau benar-benar tak mengetahui

1000 tahun yang sempat bergelayut di dahi

Masih melangkah dengan pasti

Melambung tinggi di langit hari ini

 

Sepersekiannya berlabuh, detik-detik terjatuh

Kau masihlah utuh

Terabadikan di hari jadi yang ke-100

Sebagai pelopor, entah nanti...

 

Apakah kelak di masa mendatang orang-orang masih membacamu?

Mengingat si binatang jalang dalam 'Aku'?

Memuatmu di kurikulum pendidikan?

Membahas karyamu berulang-ulang di ruang diskusi sekalian?

 

Tetapi tuan dan puan, seumpama benih di baris rerumputan

Senantiasa terkenang selepas membawa kehidupan

Manakala kelopaknya terbuka, menjalar di kepala sebaik-baiknya

Sedang aromanya menapaki sukma membuat ia berada

Kian di malam gulita, ganggang derita

Setiap hari yang menua, kita perlu memaknainya

 

Ikuti tulisan menarik Helmi Jaini lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu