x

Ibu- ibu antrian minyak goreng di Bandung. Foto Reka Nurul

Iklan

Muhammad Ivan Vadilaksono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 Agustus 2022

Minggu, 28 Agustus 2022 07:25 WIB

Mengulik Intervensi Pemerintah di Pasar Minyak Goreng

Minyak goreng sampai saat ini masih menjadi polemik di negara Indonesia. Intervensi Pemerintah di pasar minyak goreng pun menjadi perhatian.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Minyak goreng masih menjadi suatu barang yang langka di pasar Indonesia. Pertanyaan "Mengapa minyak goreng menjadi langka?" selalu ada di benak masyarakat Indonesia. Kenaikan harga minyak goreng telah terjadi sejak akhir 2021 dan sampai saat ini belum terselesaikan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi minyak goreng terjadi sebesar 0,56% pada Januari 2022 dibandingkan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm). Sementara dibandingkan Januari 2021 (year-on-year/yoy), laju inflasi tercatat sebesar 2,18%.

Rantai distribusi minyak goreng terasa belum berjalan normal sehingga banyak yang memanfaatkan isu kelangkaan. Kemendag tengah menyiapkan perusahaan yang akan membantu mengelola minyak pemerintah.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pemerintah akan mendorong pemerataan distribusi minyak goreng di seluruh wilayah Indonesia bersama Holding BUMN Pangan dengan nama ID FOOD. Kenaikan harga minyak goreng ini medorong terbentuknya kebijakan. Impikasi kebijakan tersebut diantaranya adalah:

  1. Kenaikan harga CPO mendorong kenaikan harga minyak goreng. Sebagai barang kebutuhan pokok, kenaikan minyak goreng menimbulkan gejolak di masyarakat. Gejolak ini menjadi ironi di tengah fakta Indonesia sebagai penghasil terbesar CPO dunia. Anehnya, Pemerintah merespons dengan mengeluarkan dua jenis kebijakan dalam rangka meredam kenaikan harga minyak goreng yakni kebijakan subsidi minyak goreng, dan Domestic Market Obligation (DMO)-Domestic Price Obligation (DPO).
  2. Kebijakan subsidi minyak goreng belum efektif menurunkan harga minyak goreng pada level HET Rp14.000/liter karena harga rata-rata minyak goreng nasional baik di pasar tradisional maupun modern untuk jenis minyak curah dan kemasan selama periode kebijakan subsidi masih di atas acuan HET tersebut.
  3. Kebijakan tidak efektif disebabkan oleh dua hal utama yaitu tidak tepat sasaran dan ketidaksiapan infrastruktur. Konsumsi minyak goreng rumah tangga 61% merupakan minyak curah, namun kebijakan yang dilakukan adalah subsidi pada minyak kemasan. Di sisi lain, infrastruktur untuk pelaksanaan subsidi minyak goreng kemasan dianggap lebih baik dibandingkan infrastruktur minyak goreng curah.
  4. Ketidakefektifan kebijakan subsidi minyak goreng diganti pemerintah degan kebijakan DMO-DPO yang berlaku per 1 Februari 2022. Kebijakan DMO mewajibkan eksportir minyak sawit untuk mengalokasikan 20% produksinya untuk pasar dalam negeri. Selain itu, CPO yang dialokasikan ke pasar dalam negeri dalam rangka pemenuhan DMO, akan dibeli dengan pasar khusus melalui skema DPO.
  5. Kebijakan DMO-DPO baru terlihat efektif setidaknya dalam beberapa bulan kedepan. Meski demikian, kebijakan DMO-DPO sudah memberikan dampak kepada entitas lain yakni petani. Kebijakan DMO-DPO telah mendorong harga TBS turun. Selain itu DMO-DPO memiliki beberapa perkiraan dampak, yaitu mednorong kenaikan harga CPO dunia dan munculnya pasar gelap.
  6. Kebijakan penurunan harga minyak goreng pelu melibatkan stakeholder lain seperti Perum Badan Urusan Logistik (BULOG).

Persoalan minyak goreng merupakan permasalahan sederhana. Pemerintah disarankan untuk meniru konsep program biosolar. Terbukti dengan adanya kenaikan crude oil tidak mengganggu harga biosolar di dalam negeri. Insentif telah diberikan kepada biosolar dengan bersumber dari dana pungutan ekspor. Langkah ini selayaknya digunakan juga untuk melakukan penormalan harga minyak goreng di dalam negeri akibat naiknya harga CPO Internasional.

Penetapan HET minyak goreng kemasan sangatlah tidak rasional, karena pemilik/ produsennya adalah industri besar. Disini terbukti bahwa pemerintah belum memihak rakyat, melainkan kepada oligarki. Bantuan Langsung Tunai yang baru-baru ini dijalankan juga masih kurang luas dampaknya, karena hanya sekitar 10 juta orang yang terbantu. Segeralah pemerintah mengambil Kebijakan dengan cara pengalihan dari subsidi biosolar ke minyak goreng melalui BULOG ataupun RNI.

Hal yang memprihatinkan adalah setiap adanya kenaikan sumber daya alam, justru yang merasakan keuntungan atas kenaikan tersebut adalah pengusaha dan penguasa, sedangkan rakyat justru mengalami penurunan daya beli dengan adanya kenaikan harga komoditas yang tidak diiringi dengan kenaikan pendapatan.

 

 

Muhammad Ivan Vadilaksono, SP

Ilmu Ekonomi Pertanian

Pascasarjana

IPB University

Ikuti tulisan menarik Muhammad Ivan Vadilaksono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu