x

Gadis dan kopi (sumber ilustrasi: canstockphoto.com)

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Minggu, 18 September 2022 08:17 WIB

Sentuhan dalam Kegelapan

Dia menemukan bahwa tanpa penglihatan, kemampuan indera lainnya meningkat. Keyboard Braille dari plastik yang terangkat, senandung yang mengiringi laptopnya, bau sambungan silikon dan tembaga yang dipanaskan. Pembaca layar menyampaikan surel yang masuk dengan suara elektronik yang lembut, tapi dia bisa membayangkan perubahannya, desis mengungkapkan emosi eksternal.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Dia menemukan bahwa tanpa penglihatan, kemampuan indera lainnya meningkat. Keyboard Braille dari plastik yang terangkat, senandung yang mengiringi laptopnya, bau sambungan silikon dan tembaga yang dipanaskan. Pembaca layar menyampaikan surel yang masuk dengan suara elektronik yang lembut, tapi dia bisa membayangkan perubahannya, desis mengungkapkan emosi eksternal.

"Kita bisa bertemu," Gina mengetik, "Anarcoffee di jalan Sudirman. Nasi mangkok dan lumpia sayurnya nikmat. Atau siomay. Kopinya asli. Ikuti saja baunya yang enak. Katakanlah, pukul sebelas. Kenakan parfum aroma jeruk, mungkin Versace. Ini akan membimbing saya kepada Anda.”

“Ya, aku juga menginginkan itu,” lawan korenpondensinya mengetik balasan, 'Versace, tapi artinya aku harus minta bantuan ahli kimia. Belum benar-benar mampu membeli hal-hal seperti itu setelah sekian lama dikurung, Kau mengerti.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Gina mengerti. Dia menikmati korespondensi surel mereka. Program Reformasi Narapidana adalah ide yang bagus, benar-benar anugerah.

Dia berpikir tentang kecelakaan mobil, pengemudi mabuk yang kelalaiannya telah merusak penglihatannya. Ari Kunan. Hanya dilarang sekian bulan dan kini kembali ke jalan raya. Gina tak akan pernah mengemudi lagi.

Trauma kepala dapat mempengaruhi orang dalam banyak cara, tetapi kehilangan satu atau lebih kemampuan sensorik lebih sering terjadi daripada yang disadari banyak orang.

“Dalam beberapa kasus, penglihatan bisa kembali, tetapi tidak ketika ada kerusakan fisik,” kata dokter itu dengan nada menyesal yang dibuat-buat.

Dia bisa mengimbanginya dengan banyak cara. Bruno bisa menjaga dan membimbingnya, membantunya bertahan hidup di luar. Tetapi keterasingan dari orang lain adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari oleh anjing pemandunya. Dia mendekat, tulang rusuknya yang besar dan rambutnya yang kasar menggosok kakinya seolah-olah dia tahu Gina memikirkannya, merasa sendirian.

“Penjara mempunyai program korespondensi surel hanya untuk narapidana yang cocok,' Emmi, penasihatnya menyarankan, “Saya bisa mendaftarkan Anda untuk itu.'

Itu bahkan lebih baik dari yang dia harapkan. Bayu telah menyelesaikan masa hukumannya, berhati-hati tentang hidupnya, dan prospeknya. Dia sepertinya memiliki wawasan yang tidak bisa Gina temukan pada pria lain. Gina mengirim gambar swafotonya, berharap rambutnya terlihat baik-baik saja.

“Kau cantik,” balasan dari Bayu.

Gina pernah cantik. Kecantikan yang disertai dengan keyakinan diri, tatapan langsung ke kamera atau mata seseorang. Sebagai chimaera dengan daya pikat yang pernah dia miliki, terusir selamanya dari kehidupan yang dikenalnya oleh seorang idiot yang tidak bisa menolak minuman yang ditawarkan di pesta bujangan.

Gina bisa mendengarnya dari suara orang-orang. Ketakutan menghadapi kerapuhan tentang keberadaan mereka sendiri, tatapan penasaran pada orang aneh, cantik tapi matanya hanya bisa menatap ke dalam.

“Saya menantikannya. Saya akan membawa Bruno.”

Dia memberi tahu Bayu tentang kecelakaannya, cacatnya. Bayu tidak terganggu. “Kita berdua punya kekurangan,” tulisnya, “Itulah hidup. Aku akan keluar dalam dua hari, ingin memulai hidup baru.”

***

Gina berjalan di sepanjang trotoar, merasakan dengan hati-hati untuk menghindari orang yang lewat. Bruno tubuhnya besar, campuran herder Jerman. Setia, cerdas. Melindungi Gina dari orang yang berniat buruk, membuatnya merasa aman. Dia tahu Anarcoffee dan dia merasa Bruno mengarahkannya menuju pintu. Tetapi ada hidangan khusus yang hanya disediakan di sana dan dia tahu aromanya tanpa memerlukan bantuan anjingnya.

Gina berjalan masuk, berdiri, menggerakkan kepalanya dan segera mendeteksi kehadiran Bayu, mendengar pria itu bangkit dan berjalan ke arahnya. Bayu membimbingnya ke mejanya di bagian belakang. Dia merasakan Bruno meringkuk di bawah meja, mendengarnya terengah-engah, menyembunyikan cakarnya.

Aroma lemon yang dikenakan Bayu berpadu dengan akar rumput India dan minyak nilam.

"Kau benar," katanya, "makanan di sini enak."

Mereka berbicara, membatasi kata-kata, bersikap baik.

"Siapa yang kamu bunuh?" akhirnya Gina bertanya.

'Kamu', bukan lagi 'Anda'. Kebenaran selalu lebih baik pada akhirnya daripada basa-basi sopan santun.

Hening. Mereka sudah pernah membahas tuduhan dan hukuman Bayu.

“Mitra bisnis. Dia menipu uang dari perusahaan kami, membuat aku tak punya uang. Membeli rumah mewah di PIK. Dia adalah seorang bajingan. Aku menjalani hukuman lima tahun untuk itu, dan belajar dari pengalamanku. Aku akan segera mencari pekerjaan. Tidak mudah, sebenarnya.”

Gina menyukai kejujurannya, sesuatu yang berbeda tapi baik di dunia penuh kepalsuan dan pembenaran politis. Selain aroma kafe, menguar manisnya testosteron dari tubuh Bayu. Begitu lama tanpa sentuhan wanita.

Gina mendengarnya mendorong botol garam dan merica, mengatasi rasa frustrasinya pada benda mati. Pramusaji melintas dengan setumpuk keju panggang, risol sayuran, dim sum panas, dan parfum murahan yang sengak.

"Bagus," kata Gina dengan nada rendah. Dia menyodorkan selembar foto ke seberang meja. Ari Kunan, diunduh dari situs media lokal.

"Aku punya pekerjaan untukmu."

 

Bandung, 5 September 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

5 hari lalu