x

Iklan

Rahab Ganendra

Blogger - Fiksianer - Photographer
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Memaknai Esensi Perbedaan Pendapat

Secara makro kebebasan berpendapat dan perbedaan pendapat telah diatur secara formal, maupun informal, yakni dalam koridor hukum kenegaraan dan kemasyarakatan. Namun perlu dipahami bahwa berpendapat adalah ruang pribadi yang bebas dalam menyampaikan sebua

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Berbeda pendapat? Tentu saja hal biasa dan akan selalu ada. Termasuk yang sedang hangat sekarang ini, berbeda dalam pilihan capres. Ada yang pilih Jokowi - JK, ada juga yang menjagokan Prabowo - Hatta. Perbedaan pilihan itu adalah cermin dari perbedaan cara pandang, pikir yang melahirkan pendapat. Selama kita berada dalam format berinteraksi dengan orang lain, seiring dalam pergaulan keseharian kita yang tak bisa terlepas dari dunia komunikasi dengan orang lain. Setiap interaksi akan diikuti dengan tukar pikiran beragam hal atau obyek. Tukar pikiran yang berasal dari olah pikir yang bebas. Saat berolah pikir inilah terlukiskan gambaran masing-masing pribadi soal sesuatu hal. Melukiskan olah pikir dalam kata dan bahasa, menjadi sebuah pemahaman yang mampu ditangkap orang lain. Secara makro kebebasan berpendapat dan perbedaan pendapat telah diatur secara formal, maupun informal, yakni dalam koridor hukum kenegaraan dan kemasyarakatan. Namun perlu dipahami bahwa berpendapat adalah ruang pribadi yang bebas dalam menyampaikan sebuah pandangan. Lalu bagaimana esensi pandangan/ pendapat secara mikro? Berbeda Pendapat, Berbeda Tingkat ‘Langit’ Pemahaman Pendapat berkaitan dengan rasio. Rasio mengolah menghasilkan pemahaman. Rasio yang berbeda akan menghasilkan pemahaman berbeda. Sekecil apapun itu. Jika ada istilah langit susunannya berlapis-lapis, saya sebut seperti itulah susunan pemahaman. Pemahaman akan berbuah menjadi pendapat atau pandangan. Pendapat dari aktivitas berpikir rasio kita. Menangkap satu obyek yang sama akan dipahami dengan beragam pandangan. Pendapatnyapun akan berbeda. Banyak sisi-sisi yang menjadi faktor perbedaan ‘menangkap’ obyek dari materi itu. Keberadaan status tingkat ‘langit’ diantara masing-masing pribadi menentukkan pemahaman yang diserapnya. Tentunya hasilnya akan berujud pada ‘tingkat’ pendapatnya. Dan pendapat itu adalah sebuah kebenaran di tingkat ‘langit’ berada. Kebenaran atas pemahaman dilingkupnya. Boleh dikatakan ‘benar’ di tingkat pemahaman masing-masing. ‘Tingkat Langit’ Pemahaman dan Konflik Pada saat pemahaman terhadap sebuah obyek materi dipertemukan maka akan bertemu pula pemahaman dari tingkat langit yang berbeda. Disinilah akan muncul perbedaan pendapat. Apabila menyikapi hal tersebut sebagai sebuah pemahaman yang layak berbeda, maka tidak menjadi persoalan. Namun seringkali kita selalu ‘menempelkan label’ terhadap segala hal berdasar­kan pandangan diri sendiri. Kebenaran tingkat langitnya sendiri. Akhirnya tidak mau memahami pemahaman orang lain. Tidak mau menerima pendapat orang lain. Maka yang terjadi adalah perbedaan pendapat yang diikuti tindakan yang tidak sehat dan bijak lagi. Pemaksaan kehendak, memaksakan kebenaran pendapat dan lain-lain. Lupa, bahwa kebenaran pemahaman kita berada di satu tingkat langit pemahaman. Tidak di tingkat yang lain. Bijak dalam Perbedaan Pendapat Pendapat dari sebuah pemahaman tidak bisa dipaksakan. Memaksakan sebuah pemahaman dari tingkat pemahaman yang berbeda ‘langit’ akan membawa pada kondisi ekstrim. Saat ‘aturan langit’ yang satu dipaksakan diberlakukan pada ‘langit’ lainnya. Tentu akan sulit diterima sebagai ‘langit’ yang sama. Pemahaman yang sama. Lalu bagaimana menyatukan pemahaman? Adalah penerimaan akan pemahaman dari orang lain dengan memahami prinsip tingkat pemahaman itu sendiri. Bersinergi, berbesar hati, lapang dada dalam menerima ‘unsur-unsur langit’ pemahaman orang lain. Pemahaman dari tingkat langit yang berbeda. Akhirnya yang muncul adalah sikap menghargai secara bijaksana segala perbedaan pandangan itu. Sehingga konflik-konflik yang muncul, dihargai sebagai sebuah gemblengan kedewasaan antar pemahaman pribadi. Perbedaan pemahaman dan perbedaan pendapat akan terus langgeng menjadi dinamika dalam kehidupan kita. Oleh karenanya menghargai pendapat orang lain dalam kerangka kebebasan berpendapat menjadi pemahaman yang perlu kita kedepankan. Baik itu interaksi melalui media, maupun lisan/ langsung di setiap aktivitas kita. Mengutip istilah pujangga besar Su Zhe dari zaman Dinasti Tang dan Song (1039-1112) di Tiongkok, yang mengatakan, “Perlebar dada kita, langit besar, bumi besar, manusia juga menjadi besar.” Jadi mari bijak dan sabar menghadapi beragam perbedaan pendapat, agar energi positifnya membuat kita menjadi orang ‘berjiwa besar’. Bijaksana. Sekedar pemahaman dari langit pribadi. Salam.

Ikuti tulisan menarik Rahab Ganendra lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan