Pembangunan daerah merupakan cerminan kemajuan suatu negara. Namun, masalah perencanaan daerah menjadi fokus utama dalam upaya meningkatkan efektivitas pembangunan. Pada hakikatnya, arti dari pembangunan secara umum adalah proses perubahan yang terus menerus untuk menuju keadaan yang baik berdasarkan norma-norma tertentu.
Adapun pengertian dari (Kuncoro, 2000; Todaro, 2000) pembangunan suatu daerah haruslah mencakup tiga inti nilai: 1. Ketahanan (Sustenance), kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok untuk mempertahankan hidup. 2. Harga diri (Self Esteem), pembangunan haruslah memanusiakan orang. 3. Freedom from servitude, kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam pembangunan.
Berdasarkan Permendagri No. 27 Tahun 2014 RKPD ( Rencana Kerja Perangkat Daerah). RKPD adalah dokumen perencanaan daerah untuk periode satu tahun atau disebut rencanan pembangunan tahunan daerah. RKPD memuat rencana kerangka ekonomi daerah, program prioritas bidang pembangunan daerah dan rencana kerja pendanaan dan perkiraan maju. Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah (APBD) adalah rencanan keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang akan ditetapkan dengan peraturan Daerah. Penggunaan anggaran adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi SKPD yang dipimpinnya dan dijabarkan dalam bentuk RKPD.
Analisis dari Koordinator Transparansi Tender Indonesia (TTI), Nasruddin Bahar, menyoroti kegagalan perencanaan yang mengakibatkan bangunan terbengkalai hingga alokasi anggaran yang kurang tepat menyoroti kurangnya terarahnya perencanaan menunjukkan buruknya tata kelola pemerintahan dan pemborosan anggaran. Kurangnya data valid juga memengaruhi perencanaan yang tidak tepat sasaran,sehingga tidak memberikan manfaat signifikan bagi masyarakat.
Perencanaan pembangunan yang baik tidak hanya perhatian pada aspek membangunnya saja, tetapi juga harus pada aspek pemeliharaan. Setiap kebijakan atau pembangunan harus berlandaskan pada evidence based policy atau minimal sudah memiliki kajian yang komprehensif baik dari aspek ekonomi, politik, sosial budaya dan lain-lain. Output, outcome dan dampaknya pun harus terukur di dalam konsep perencanaan, supaya apa yang dibangun memang benar-benar sesuatu hal yang dibutuhkan oleh masyarakat bukan sesuatu yang diinginkan oleh penguasa.
Adapun contoh kegagalan pembangunan infrastruktur di kabupaten/kota di provinsi Bengkulu masih berkutat pada pembangunan fisiknya saja, belum terlalu serius dalam hal perawatannya. Sehingga banyak aset yang sudah dibangun namun terbengkalai. Seperti bangunan di Pantai Panjang, hingga Mess Pemda Provinsi Bengkulu. Bayangkan, berapa banyak uang negara yang dikeluarkan untuk membangun infrastruktur tersebut, tapi hanya terbengkalai, padahal itu termasuk aset daerah jika dikelola dengan baik atau diserahkan dengan investor itu dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Begitu juga dengan pembangunan yang lain.
Untuk mengatasi hal ini, perlu penguatan peran Bappeda dalam menyediakan data primer dan peningkatan peran pemerintah daerah dalam mengendalikan pelaksanaan pembangunan. Konsistensi dalam proses perencanaan, dukungan dari TAPD, DPR, dan komisi-komisi menjadi kunci dalam mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang lebih terarah dan berkelanjutan. Dengan adanya dukungan yang komprehensif dari berbagai pihak terkait, diharapkan perencanaan pembangunan daerah dapat menjadi lebih terarah dan memberikan dampak yang nyata bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat setempat.
Ikuti tulisan menarik Sandina Aulia lainnya di sini.
