Biografi penulis
Seno Gumira Ajidarma, lahir pada tanggal 19 Juni 1958 di Boston, Amerika Serikat. Beliau merupakan seorang yang berkebangsaan Indonesia. Selain itu juga seorang wartawan, penulis, fotografer dan kritikus film Indonesia. Beliau dikenal sebagai penulis generasi baru di sastra Indonesia. Selain itu juga beliau populer karena tulisannya mengenai situasi di Timor Timur yang disajikan dalam trilogi buku saksi mata (kumpulan cerpen). Buku Negeri Senja sendiri merupakan buku yang kesekalian kalinya dipublikasikan setelah buku Biola Tak Berdawai, Kitab Omong Kosong, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi dan lain sebagainya.
Informasi buku
Judul : Negeri Senja
Penulis : Seno Gumira Ajidarma
Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Genre : Roman
Edisi : Cetakan keempat November 2018
Harga & ISBN : Rp. 75.000 / 9786024244101
Halaman : 242 hlm; 14 cm x 21 cm
Sinopsis
" Hidupku penuh dengan kesedihan, karena itu aku selalu mengembara."
Maka pengembara itu pun tiba di negeri senja, yang selalu berada dalam keadaan senja. Karena matahari tersangkut di cakrawala, dan tidak pernah terbenam selama-lamanya. Bagi sang pengembara, yang selalu memburu senja terindah ke berbagai pelosok bumi, pemandangan itu merupakan hal terbaik dalam hidupnya.
Namun bukan hanya pesona senja ditemukannya. Di balik keindahan senja terdapat drama manusia dalam permainan kekuasaan: intrik dan teror, perlawanan dan pemberontakan, penculikan dan pembantaian. Mampukah Negeri Senja melepaskan diri dari penindasan Tirana, perempuan penguasa yang buta dan tiada pernah terlihat wajahnya?
Roman petualangan tentang cinta yang berdenyar di antara kilau belati, cipratan darah dan pembebasan iman.
Review:
Menurut pandangan saya, novel bergenre romantis ini menyajikan suguhan sosial yang luar biasa, yaitu bagaimana ilmu sosial dan politik bercampur. Kita benar-benar dapat menyelami berbagai aspek yang disajikan oleh penulis. Tersirat dalam susunan kata (diksi) di setiap halamannya, inilah yang membuat pembaca ingin menelusuri tulisan hingga ke halaman terakhir. Cuplikan naratif antara nafsu berkelana, cinta, dan kekuasaan diramu sedemikian rupa, sehingga penulis dapat membawakan sebuah satire yang asyik untuk dibaca.
Ringkasan cerita
Seorang musafir yang selalu bepergian tanpa tujuan karena mengutamakan nalurinya sebagai seorang nahkoda. Dahulu kala, di laut gurun, dia mencapai suatu tempat setelah waktu yang lama, tetapi tempat itu seolah-olah menyembunyikan matahari, sehingga dia tidak tahu panasnya matahari, dan yang dia rasakan hanyalah suasana alam semesta yang tak berujung. Senja.
Kedatangan si pengembara ke negeri senja ditolak. Karena orang-orang di sana mengira dia adalah orang yang mereka tunggu-tunggu. Lalu, si pengembara bingung. Mereka diam untuk mencari tahu lebih banyak tentang orang-orang yang mengenakan jubah kebesaran dan selalu melihat ke bawah, dan para wanita yang hanya dianggap buta.
Dalam kebingungannya, Pengembara bertemu dengan seorang wanita yang memikat matanya. Dia merasakan patah hati yang tiba-tiba, seolah-olah membujuknya untuk belajar lebih banyak tentang apa yang ada di balik jaring yang indah ini. Si pengembara mengucapkan selamat tinggal pada fakta mengejutkan yang mana setelah itu hanya memercikkan darah.
Keterkejutan berlanjut ketika para si pengembara mendengar desas-desus bahwa pasukan telah tiba tak terlihat, namun tiba-tiba orang-orang jatuh ke tanah dengan berlumuran darah. Keingintahuannya bertambah ketika ia menemukan tempat di mana penduduknya tidak hanya melihat ke bawah, tetapi juga berbicara dengan kode, dan ternyata tentang puan tirani, seorang penguasa buta secara fisik namun juga batin.
Konon pengkhianatan cinta oleh sahabat penguasa, guru agung, membutakan pikiran dan jiwanya, membuat dia membenci mereka yang menentangnya, membenci mereka yang berbicara tentang pengetahuan, dan ketidaktaatan yang tak berdaya. Ia tidak akan puas sampai semua ini dijawab dengan pertumpahan darah dan ratapan memohon.
Ikuti tulisan menarik Aulia Azzahra lainnya di sini.