x

ilustrasi korban

Iklan

Thomas Elisa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 November 2022

Selasa, 8 November 2022 18:00 WIB

Membedah Kasus Percobaan Bunuh Diri di Kota Surabaya

Kota Surabaya menjadi salah satu tempat yang cukup banyak menyumbangkan kasus bunuh diri. Walikota pun bersuara. Sayang pernyataannya hanya menyentuh persoalan permukaan.  

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Walikota Surabaya, Eri Cahyadi, menanggapi secara serius kasus percobaan bunuh diri yang marak terjadi di kota Surabaya. Beliau dalam jumpa pers yang dimuat di sebuah media massa mengatakan agar masyarakat memiliki sikap tabah dan pantang putus asa. Selain itu, beliau juga menyampaikan kepada masyarakat supaya tatkala mengalami persoalan dapat pergi mengadu ke kelurahan sehingga dapat dicarikan pekerjaan proyek padat karya Kota Surabaya.  Pesan lain yang disampaikan beliau adalah sebagai warga masyarakat bila memiliki kendala finansial untuk pergi ke BPR bukan ke pinjaman online atau pinjol.

Problem yang terjadi di kota Surabaya dan tanggapan Walikota Surabaya memantik beberapa poin menarik di benak saya. Pertama, respons dan pemahaman pejabat publik mengenai problem psikologi masyarakat. Poin kedua adalah tingkat pemahaman masyarakat terhadap birokrasi-birokrasi pemerintahan yang bisa membantu persoalan yang dihadapi. Ketiga, tentang penguatan ketahanan mental  masyarakat terkait kemampuan menghadapi persoalan-persoalan hidup yang dapat memberi tekanan psikologi. Tampaknya tiga poin ini sudah cukup memenuhi benak saya dengan unek-unek yang ingin dituangkan dalam tulisan esai kali ini.

Respons Pejabat Publik Terkait Problem Psikologi Masyarakat

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saya cukup tercenung dan berpikir tatkala Eri Cahyadi memberikan imbauan agar warga tidak mudah menyerah menghadapi persoalan, pergi ke kelurahan meminta bantuan proyek padat karya, dan menghindari pinjaman online. Saran-saran yang disampaikan patut kita apresiasi mengingat situasi yang menyebabkan ada warga kota Pahlawan yang nyaris bunuh diri yaitu karena unsur asmara, pinjaman utang, dan terkait finansial.

Akan tetapi, sisi lain yang patut kita kritisi yaitu pejabat publik tidak sepenuhnya memahami aspek psikologi dan kesehatan mental dengan baik. Dalam kasus ini, saran-saran yang disampaikan baru menjangkau ranah praktis yaitu solusi-solusi instan untuk menyelesaikan masalah tetapi tidak menyentuh ke akar masalah yang lebih jauh.

Saran Walikota Surabaya agar warga beralih dari pinjaman online ke BPR rasa-rasanya hanya sebatas saran instan untuk menghindarkan masyarakat dari bunga utang yang lebih besar. Pertanyaan paling mendasar untuk kita semua yaitu bagaimana beban yang menghasilkan tekanan psikologi masyarakat yang bebentuk utang dapat dikelola dan diatasi masyarakat dengan baik? Bagaimana solusi pemerintah untuk upaya memperbaiki kesehatan mental terlebih pendampingan-pendampingan terhadap keluarga dan warga yang rentan terdampak guncangan psikologi ? Hal ini rasanya belum dipirkan secara lebih dalam oleh pejabat publik. 

Saya juga sedikit membayangkan seandainya warga berduyun-duyun ke kelurahan untuk menyampaikan masalahnya, pertanyaannya adalah mampukah para pemangku instansi pemerintah setempat memberikan pemecahan permasalahan secara utuh? Apakah mereka juga memiliki kecakapan untuk memecahkan problem psikologi secara tepat?

Berkaca dari kasus ini, tampaknya pejabat publik harus memiliki indikator kepemimpinan mengenai psikologi masyarakat yang dia pimpin. Menyelesaikan masalah secara praktis baik tetapi  penyelesaian masalah yang lebih dalam seputar psikologi masyarakat, membantu penguatan dan ketahan mental masyarakat jauh lebih penting.

Tingkat Pemahaman Masyarakat Terhadap Birokrasi Pemerintah

Poin berikutnya yang menarik untuk dicermati dari kasus peristiwa percobaan bunuh diri di kota Pahlawan adalah tingkat pemahaman masyarakat terkait birokrasi-birokrasi pemerintah. Saya melihat adanya segi rendahnya pemahaman masyarakat terkait lembaga-lembaga birokrasi pemerintahan yang dapat membantu kesulitan warganya. Pendapat saya ini dilatarbelakangi ucapan Walikota Surabaya yang mengimbau sebaiknya warga lebih meminjam uang ke BPR bukan pinjaman online. Pernyataan ini seolah memberi informasi tidak langsung bahwa masyarakat salah melangkah ke instansi yang dituju terkait masalah yang dihadapi.

Saya menduga ada beberapa sebab fenomena ini terjadi. Pertama, literasi masyarakat masih minim. Faktor penyebabnya banyak tentunya. Saya mencontohkan diri saya sendiri, beberapa hari yang lalu saya berkesempatan mengisi survei salah satu lembaga kementrian. Pertanyaan dalam kuesioner survey tersebut adalah nama menteri yang memimpin lembaga tersebut. Saya kaget setengah mati karena tidak mampu menjawab pertanyaan tersebut. Saya iseng bertanya pada teman saya. Jawabannya sama tidak mengetahui. Mengapa hal ini sampai terjadi? Jawaban yang dapat saya bagikan adalah lelahnya rutinitas terkadang membuat masyarakat tidak update informasi mengenai birokrasi pemerintah.  Segi lain dari rendahnya literasi masyarakat adalah kurang efektifnya informasi yang birokasi pemerintahan ke masyarakat.

Saya paham dan kita semua mengetahui bahwa pemerintah telah berbenah dengan meluncurkan berbagai program online government. Hal ini sangat baik tetapi arus informasi yang manual tidak boleh serta merta dihilangkan. Saya masih ingat dulu sering adanya sosialiasi berantai secara efektif dari pemerintah daerah sampai ke tingkat RT. Hal ini seharusnya tetap jalan khususnya terkait birokrasi-birokrasi esensial yang harus diketahui masyarakat. Dengan demikian, setidaknya kasus masyarakat salah melangkah ke pintu-pintu birokrasi “gelap” dapat teratasi.

Upaya Penguatan  Kesehatan Mental

Poin terakhir yang ingin saya bahas mengenai fenomena percobaan bunuh diri di Surabaya adalah pemahaman masyarakat terkait kesehatan mental. Melalui upaya percobaan bunuh diri yang marak, dapat kita lihat bahwa kemampuan masyarakat mengelola seputar kesehatan mental belum baik. Survei-survei lembaga mengenai pemahaman kesehatan mental masyarakat Indonesia mayoritas menunjukkan bahwa pemahaman kesehatan mental masyarakat belumlah baik.  Saya sempat berbincang dengan beberapa rekan saya terkait penguatan mental kesehatan mental.

Seorang teman saya nyeletuk, “Kuncinya pada pendidikan, kurikulum pendidikan haruslah memberi kesempatan siswa untuk gagal”. Pernyataan yang sebenarnya cukup aneh. Namun,  saat saya merenungkannya lebih dalam ucapan tersebut ada benarnya juga. Jangan-jangan, selama ini pendidikan yang ada pada kita lempeng-lempeng saja sehingga tatkala berhadapan dengan masalah membuat seseorang mudah menyerah.  Kegagalan kadangkala membuat seseorang bangkit lebih kuat dan berupaya lebih baik dalam memecahkan masalah.  Ucapan Walikota Surabaya supaya masyarakat tidak mudah mletre  dapat ditempuh melalui pendidikan. Pendidikan haruslah mampu mengangkat persoalan-persoalan dan pemecahan terkait masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

***

Barangkali itulah sekelumit unek-unek dan gagasan saya terkait fenomena percobaan bunuh diri di Surabaya. Sebagai anak bangsa kita sepatutnya prihatin mengenai hal ini. Sekali lagi, pemahaman pejabat publik tentang psikologi manusia dan masyarakat, pemahaman masyarakat terhadap birokrasi dan peranan optimal birokrasi, serta upaya peningkatan ketahanan mental masyarakat menjadi alternatif  untuk memecahkan masalah ini.

 

 

Ikuti tulisan menarik Thomas Elisa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

Sabtu, 27 April 2024 14:25 WIB