x

Sumber ilustrasi: sea.ign.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 14 November 2022 21:15 WIB

Aku Berharap Naga Nyata Adanya

Beberapa orang percaya naga itu nyata dan baru saja punah bersama dinosaurus. Atau mungkin setelah dinosaurus barulah naga ada. Itu lebih masuk akal, karena bagaimana kesatria bertempur melawan naga jika terjadi pada zaman dinosaurus?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Aku berharap naga nyata adanya.

Beberapa orang percaya naga itu nyata dan baru saja punah bersama dinosaurus. Atau mungkin setelah dinosaurus barulah naga ada. Itu lebih masuk akal, karena bagaimana kesatria bertempur melawan naga jika terjadi pada zaman dinosaurus?

Makunya aku benar-benar berharap naga tidak punah. Aku akan berjalan melintas taman kampus pada malam hari dan seekor naga akan terbang di atas kepala. Dia akan melontarkan api dan menerangi jalan setapak, sehingga aku tidak akan gugup karena berjalan sendirian.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Maksudku, memang, naga agak menakutkan. Lebih menakutkan dari binatang lain yang berkeliaran di kampus. Aqa tupai, kucing, anjing, musang. Katanya juga ada buaya.

Tapi seekor naga! Pasti akan menjadi viral.

Maksudku, memang, naga sedikit menakutkan. Dan ya, mungkin kadang-kadang akan melahap seorang mahasiswa atau dosen, dan itu akan menjadi peristiwa yang tragis. Akan sangat menyedihkan. Tapi naga tidak lebih berbahaya daripada yang sudah ada di kampus pada malam hari.

Jadi seekor naga yang terbang di atas bisa melontarkan semburan api dari perutnya dan memanggangku sampai garing. Atau dia bisa melahapku. Aku mungkin bahkan tidak akan merasakannya jika dipanggang, karena api naga sangat panas.

Dan jika ditelan? Aku mungkin akan mati saat datu giginya menyentuh pinggangku dan tidak akan merasakan giginya yang lain mencabik-cabikku.

Sungguh, terbakar atau ditelan tidak lebih menakutkan daripada lelaki durjana yang melompat keluar dari belakang gedung dan menodongkan pisau ke leherku untuk mengambil dompet dan ponselku.

Sebenarnya lucu juga karena ponselku tidak berharega sama sekali. Ponsel lama dari Nenek. Aku membelikannya lima tahun yang lalu supaya Nenek bisa meneleponku kapan pun dia mau, tetapi Nenek menolak untuk mempelajari cara menggunakan sesuatu yang bukan darfi zamannya, dan ketika dia meninggal bulan lalu, aku mendapatkan kembali ponsel tersebut. Jadi, sudah tua, belum tentu masih layak pakai.

Meski tidak berharga, lelaki dengan pisau itu tidak mengetahuinya, jadi aku memberikannya sekalian dengan dompetku. Meski, tidak ada isinya. Dia seharusnya tahu bahwa mahasiswa tidak punya uang.

Seekor naga pasti tahu itu.

Mungkin juga tidak. Tapi seekor naga tahu untuk tidak memakan mahasiswa dengan tas ransel besar, karena tas ransel besar pasti penuh dengan buku-buku hambar.

Naga tahu untuk memakan Mahasiswa yang sedang berolah raga karena semua latihan itu mungkin membuat dagingnya empuk.

Tapi lelaki dengan pisau itu tampaknya tidak terlalu pintar.

Aku memberinya ponsel dan dompetku dan berharap dia akan melarikan diri, tetapi dia melihatku dari atas ke bawah dan tersenyum dan menjilat bibirnya. Aku tidak tahu apa artinya, karena dia benar-benar tidak benar-benar dapat melihat tubuhku seperti apa. Yang kupakai tidak cukup untuk membuatnya menjilat bibir. Jubah panjang berlapis-lapis, celana dalam panjang, sepatu bertali, kerudung panjang, dan jaket biru yang kumiliki sejak sekolah menengah. Kata ibu kalau aku bertambah tinggi akan dibelikan jaket baru. Aku tak pernah bertambah meski sesenti.

Tapi lelaki berpisau itu menatapku dari atas ke bawah dan menjilat bibirnya, lali mendorongku ke sudut gelap belakang perpustakaan kampus dan menekanku ke dinding. Lelaki berpisau itu mengalami kesulitan dengan semua resleting, kancing, dan jubah besarku, jadi kupikir semua ini tidak berjalan sesuai rencananya. Itu dengan asumsi bahwa dia memang punya rencana.

Atau mungkin itu adalah rencananya selama ini dan dia tidak pernah melihat orang lain berpakaian sepertiku, tidak melihat orang lain yang memakai lebih sedikit baju di musim hujan, atau bahkan perlengkapan musim hujan yang lebih baru, yang lebih mudah dipakai dan dilepas.

Lelaki berpisau itu mengumpat dan memukul bagian belakang kepalaku dan mendorongku ke tanah dan mengumpat lagi karena dia frustrasi karena butuh waktu selamanya untuk melepaskan jaket biru itu. Seekor naga juga tidak akan menyukai semua pakaian perengkapan musim dingin hujan. Ini seperti makan daging ayam goreng tua yang dagingnya lebih alot dari sandal jepit.

Jadi sungguh, naga mungkin tidak akan repot memakan mahasiswa saat mereka terbang di sekitar kampus, dan aku hanya bisa melihat mereka terbang dan memberi tahu orang-orang betapa kerennya berjalan melewati kampus dan melihat naga dan memberi tahu orang-orang bahwa berjalan sendirian sama sekali tidak menakutkan. di malam hari.

Aku merasa benar-benar aman, karena naga menakut-nakuti orang jahat.

Dan jika seekor naga melahapku maka itu pasti memang sudah takdirku. Setidaknya aku akan mati cepat dan tidak akan khawatir terbangun karena bayangan lelaki dengan pisau di sudut kamar tidurku, selalu merasakan napas panasnya di belakang leherku, dan tangannya dengan kasar meraba-raba susuku

Jika seekor naga melahapku, orang-orang akan pergi ke pemakamanku dan mengingat betapa baiknya aku, alih-alih meninggalkanku tersedu-sedu karena tidak mengerti mengapa aku tidak bisa keluar lagi di malam hari—bahkan di tengah keramaian—tanpa panik.

Aku tak pernah berjalan melintasi kampus pada malam hari lagi. Jadi aku rasa aku takkan pernah melihat naga jika mereka kembali dan memutuskan untuk terbang di atas kampus.

Aku berharap naga nyata adanya.

 

Bandung, 14 November 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler