x

sumber ilustrasi: shutterstock.com

Iklan

Ikhwanul Halim

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 8 Desember 2022 12:40 WIB

Semua yang Dia Inginkan

Sepuluh tahun telah berlalu antara terakhir kali Herman berbicara dengan Mitha dan email yang sangat mendadak dan singkat yang tiba-tiba dia terima darinya. Herman berharap dia bisa mengatakan telah melupakannya atau bahwa saat menerima pesannya membuat dia memejamkan mata berusaha keras menggali ingatannya, tetapi tentu saja, dia tidak bisa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sepuluh tahun telah berlalu antara terakhir kali Herman berbicara dengan Mitha dan email yang sangat mendadak dan singkat yang tiba-tiba dia terima darinya.

Herman berharap dia bisa mengatakan telah melupakannya atau bahwa saat menerima pesannya membuat dia memejamkan mata berusaha keras menggali ingatannya, tetapi tentu saja, dia tidak bisa.

Mitha adalah penyebab dari hampir setiap dampak yang terjadi dalam hidupnya. Kekasih masa SMA, perempuan yang dia bayangkan sebagai ibu dari anaknya, menjadi tua bersama dan pada akhirnya, gadis yang menghancurkan hatinya saat umurnya 18 tahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Herman sama sekali tak pernah mengira. Pengumuman tiba-tiba bahwa mereka tidak akan kuliah bersama. Sebaliknya, Mitha mendaftar ke sebuah perguruan tinggi di Timur, diterima, dan meninggalkan segalanya: kota kecil, impian masa kecil, dan Herman.

Hancur, Herman memikirkan kembali seluruh kehidupan yang telah dia rencanakan. Abangnya yang sudah menjadi polisi, mendorongnya untuk mengikuti jejaknya. Herman mempertimbangkannya, sebentar, tapi akhirnya memutuskan untuk kuliah.

Sepuluh tahun kemudian, dia bekerja di kawasan segi tiga emas Jakarta. Herman mengukir karir yang bisa dibanggakan. Memiliki kondominium yang dianggap mewah menurut standar ibu kota. Dia bekerja keras, tetapi tetap saja tak menginginkan apa pun. Bukan materi.

Dia menginginkan banyak hal. Semua waktu yang telah berlalu, dan dia masih ingin tahu kenapa Mitha pergi begitu saja. Dia ingin tahu mengapa dia tidak mengikuti jejak abangnya, saudaranya yang tercinta Dia harus menghentikan dirinya dari berpikir lebih jauh. Abangnya telah pergi, pahlawan dan korban perang saudara. Untuk semua yang dia miliki, Herman merasa tidak punya apa-apa.

Dan kemudian datang email itu.

Aku butuh waktu lama untuk melacakmu. Aku tahu aku tidak punya hak untuk mengharapkan atau bahkan meminta apapun darimu, tapi tolong, Herman, aku perlu bertemu denganmu. Ini bukan sesuatu yang bisa dibicarakan lewat email atau telepon....

Herman tidak yakin apa yang harus dia dilakukan. Sepuluh tahun?

Tapi Mitha membuatnya penasaran. Setelah satu dasawarsa, apa yang harus Mitha katakan padanya?

Jadi Herman setuju untuk bertemu dengannya. Mitha ada di ibu kota, dia menyuruhnya untuk menyebutkan nama tempat itu. Dan sekarang di sini dia berdiri, menarik napas dalam-dalam dan berjalan ke kedai kopi yang tidak layak menjadi tempat reuni seperti itu.

Dia segera melihatnya. Waktu tidak mengubah Mitha, kecuali mungkin membuatnya semakin cantik.

Dia mencoba untuk tidak terhuyung saat meluncur ke bilik di seberangnya.

“Mitha.”

Mata mereka bertemu. Mitha menyodorkan foto ke seberang meja. Herman menatap wajah seorang anak laki-laki. Hanya butuh sesaat baginya untuk menyadari bahwa ini bukanlah foto masa kecilnya.

"Ini sebabnya? Tapi kita menginginkan anak!” Herman tertegun.

“Dia anak abangmu.”

Dan Herman punya jawaban untuk semua pertanyaan dalam hidupnya.

 

Bandung, 8 Desember 2022

Ikuti tulisan menarik Ikhwanul Halim lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler