x

Iklan

Bambang Udoyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 3 Maret 2022

Selasa, 31 Januari 2023 15:16 WIB

Kebahagiaan Keluarga dan Tolok Ukurnya

Kebahagiaan keluarga adalah dambaan semua orang. Tapi bagaimana mengukurnya? Silahkan baca terus.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh: Bambang Udoyono

Dalam sebuah zoominar ada seorang bapak yang bertanya tentang tolok ukur kebahagiaan.  Adakah tolok ukurnya?  Bagaimana mengukurnya? Mari kita ulas.

Pengertian kebahagiaan

Pertama perlu dipahami dulu pengertian kebahagiaan.  Dalam pikiran saya kebahagiaan adalah kondisi yang baik dalam sebuah keluarga baik selama tinggal di dunia maupun setelah pindah ke alam akherat.  Yang kedua ini beyond reasoning alias di luar jangkauan nalar manusia.  Jadi tidak bisa diukur.   Kita tahunya dari wahyu Allah di dalam Al Qur’an bahwa keadaan di sorga penuh kenikmatan. Penghuni sorga adalah orang yang beriman yang memenuhi serangkaian kriteria. Merekalah yang menikmati kebahagiaan sejati dan abadi.

Kebahagiaan duniawi

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bagaimana dengan kebahagiaan duniawi?  Kebahagiaan duniawi ada;ah kondisi baik secara fisik, ekonomi, dan hati.  Kalau kondisi fisik dan ekonomi ini jelas sekali tolok ukurnya.  Ilmu ekonomi dan kedokteran memiliki kriterianya.  Kesehatan  secara ekonomi dan fisik menyumbang besar sekali pada kebahagiaan keluarga.  Tidak harus menjadi milyuner atau petinggi tapi asal kebutuhannya paling tidak yang pokok terpenuhi sudah cukup.   Faktor lain dalam kebahagiaan adalah hati yang ikhlas, syukur dan rido. Dalam bahasa Jawa ada frasa nrimo ing pandum alias menerima dengan senang hati semua pemberian Allah. Kalau faktor ini tidak ada ya sebanyak apapun hartanya dia tidak akan bahagia.

Pengaruh kondisi lingkungan

Bagaimana kalau kondisi negaranya buruk. Misalnya dalam perang? Adakah kebahagiaan?  Kalau negara yang menang perang dengan telak ya masih ada orang bahagia asal kondisi hatinya sehat.  Kesehatan hati itu bisa dicapai dengan ibadah. Maka seseorang akan ikhlas, syukur dan rido.  Ketika kondisi negara rusak parak akibat kalah perang maka kondisi ekonomi pasti parah.  Akibatnya kemiskinan meluas.  Ini kondisi yang menyulitkan tercapainya kebahagiaan.    Meskipun demikian kalau kondisi hati sehat dampak buruknya bisa diminimkan paling tidak.  Karena dalam Al Qur’an sudah dipaparkan bahwa di balik kesulitan ada kemudahan.  Jadi mestinya dalam kondisi kalah perang juga ada kemudahan asal seseorang terbimbing oleh Allah.  Nah agar bisa terbimbing ya kita harus mendekati, mengabdi, memohon bimbinganNya.  

Kesimpulan

Jadi kebahagiaan meliputi kondisi fisik, ekonomi dan hati.  Ada kebahagiaan duniawi dan ukhrowi.  Kebahagiaan akherat tidak bisa dikur karena di luar jangkauan nalar manusia.  Kebahagiaan duniawi sebagian bisa diukur dan sebagian tidak.    Meskipun ada aspek yang tidak bisa diukur tetap saja ada langkah yang bisa diambil untuk menggapai kebahagiaan.  Caranya? Dengan membangun tiga pilar iman, cinta dan wacana seperti dipaparkan dalam buku Membangun Keluarga Bahagia dengan Iman, Cinta dan Wacana. Ketika ketiga pilar itu kokoh maka kondisi baik itu akan tercapai insya Allah. Kebahagiaan akan tercapai.

Ikuti tulisan menarik Bambang Udoyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler