Lawan Berdebat Adalah Teman Berpikir
Rabu, 1 Februari 2023 19:32 WIBLawan berdebat sejatinya bukan musuh tapi teman berpikir. Tentu saja bukan debat kusir tapi debat atau diskusi yang beradab. Bagaimana pemahamannya? Silahkan ikuti.
Lawan Berdebat Adalah Teman Berpikir.
Bambang Udoyono
Saya menemukan pertama kali kalimat di atas di majalah Prisma, majalah ilmu sosial yang sering saya baca di perpustakaan kampus ketika kuliah dulu. Saya yakin kalimat itu sangat menginspirasi sehingga perlu disebarluaskan lagi ke masyarakat.
Dulu para dosen dan senior juga sering mengingatkan bahwa diskusi yang sering dilakukan di Fisipol UGM itu bukanlah permusuhan. Itu adalah kegiatan olah pikir yang bertujuan mencari kebenaran. Itulah salah satu tradisi para cendekiawan. Maka para mahasiswa dilatih menulis makalah dan menyajikannya dalam forum kecil yang kemudian dikritisi teman temannya. Terjadilah debat seru. Kami saling adu argumen dengan bersemangat. Saking semangatnya sampai waktu berlalu tidak terasa.
Pada awalnya kegiatan diskusi itu terasa berat juga buat kami. Beban itu datang dari paling tidak ada dua masalah. Pertama masalah kepercayaan diri. Ada demam panggung pada saat harus memaparkan makalah di depan forum meskipun sekedar forum kecil dengan teman sendiri. Namun setelah beberapa bulan masalah demam panggung ini teratasi. Masalah kedua adalah mengelola emosi. Nah kalimat di atas bermanfaat untuk membantu kita mengelola emosi agar tidak marah atau sakit hati dengan sanggahan teman. Sesungguhnya mereka bukan menyerang pribadi kita tapi menyanggah pemikiran kita. Mereka memberi perspektif baru, data baru atau teori baru yang lebih baik atau memberi masukan yang justru memperkuat argumen kita. Jadi sejatinya ada manfaatnya. Maka sebaiknya kita menerima dengan lapang dada.
Untunglah kami bisa menerapkan prinsip itu setelah berlatih beberapa waktu. Kami lalu bisa menerima masukan, koreksi dan sanggahan pihak lain tanpa merasa tersinggung. Karena kami menyadari bahwa pihak lain itu bukan menyerang pribadi.
Tentu saja semua pihak harus memakai kata kata dan ekspresi yang santun untuk menyanggah dan mempertahankan argumen. Maka suasana jadi tidak panas. Jadi kami adu data, adu argumen. Bukan adu kata kata yang ofensif.
Debat atau diskusi seperti itu sangat bermanfaat. Kegiatan itu mematangkan kemampuan mahasiswa dalam membangun argumentasi. Sekaligus mematangkan kemampuan mengelola emosi. Jadi dua aspek sekaligus yang dikembangkan.
Kegiatan itu sangat berbeda dengan debat kusir yang asal beda dan memakai kata kata kasar. Kalau debat kusir ini memang harus ditinggalkan karena tidak ada manfaatnya. Malah lebih banyak mudaratnya. Arahnya menuju ke pertengkaran dan permusuhan.
Sesungguhnya perdebatan itu bukanlah permusuhan. Sampai sekarangpun kami masih memiliki hubungan baik. Jadi mari kita terapkan prinsip itu dalam kehidupan sehari hari. Tidak mudah memang mengelola emosi. Tapi membiarkan tindakan Anda didikte oleh emosi bisa merugikan Anda sendiri. Latihan mengelola emosi jika dilakukan dengan rutin insya Allah akan mendapatkan hasil. Anda akan lebih cerdas lagi ketika tidak terkendala emosi. Semoga berkenan dan bermanfaat.
Penulis Indonesiana
3 Pengikut
Seni Sebagai Cermin Zaman: Menggapai Relevansi Karya
Kamis, 28 November 2024 08:36 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler