x

Kota Pelajar

Iklan

Muhammad Ali Alfikri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 April 2023

Senin, 3 April 2023 07:13 WIB

Jogja, Akhir 1999

kenangan kuliah di Jogja, saya masuk jogja awal 99 atau setahun sesudah reformasi 98

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Masuk Jogja di akhir 1999, pada masa orientasi mahasiswa baru di Kampus Terpadu UII, saya menumpang tinggal di kost kawan saya di Besi, di sekitar jalan Kaliurang, jauhnya 15 kilo kurang lebih dari Kota Jogja. Bapak Kostnya bernama Herman, kabarnya dia ini seorang gali (preman) senior yang terkenal di seantero Sleman.

Pernah suatu kali kepada saya dan kawan kawan dia berpesan. "Yen ono masalah karo wong Yogjo, kondho wae sampeyan kui anak kosku, mas" (kalau ada masalah dengan orang Jogja, bilang aja kalian anak kost saya mas). Entah apa maksud pesan tersebut, tapi beruntung, saya dari masuk hingga lulus jadi Sarjana Hukum tidak sekalipun pernah mendapatkan masalah yang memerlukan menyebut nama Pak Herman. 

Para gali senior, secara penampilan tentu berbeda dengan gali pemula. Mereka ini berpakaian rapi layaknya pengusaha, dan memang sebagian besar sudah beralih dari kehidupan gali menjadi pengusaha, semacam preman pensiun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di kos saya di kawasan Mergangsan, pemilik kost putri depan adalah gali senior juga, namanya Pak Gotri, daerah kekuasaannya di terminal Umbulharjo. Setiap pagi dia berdandan rapi, berangkat dengan toyota starlet kapsul. Usahanya adalah ticketing bus di terminal. Dua yang menandakan dia jagoan adalah ukuran lengan atasnya yang besar dan sorot mata tajam intimidatif. Selain itu, tutur katanya halus bukan main khas Jogja, gerak geriknya juga sama sekali tidak menandakan dia gali.

Pernah suatu kali kebesaran nama pak Gotri terbukti, saat ada maling (tentu dari luar kota) berkeliaran di sekitar kos saya, pak Gotri dengan satu tangan mengangkat krah baju maling tersebut dan mengangkatnya keatas. Katanya, "Yen arep maling ora no kene!" (kalau mau mencuri jangan disini). Beruntung tidak satupun bogem mentah mendarat di tubuh maling itu, meski dia langsung lemas dan menurut saja waktu diamankan ke balai RW.

Gali yang masih pemula, biasanya lebih berangasan, sorot mata belum terbentuk tajam sempurna atau masih dalam tahap pengembangan. Gaya bicara lebih lugas dan cenderung keras. Cara dandan tentu lebih sporty alias siap tempur, karena memang mereka masih berada di level pasukan atau maksimal koordinator lapangan yang menggerakkan massa. Mereka, bukan bos yang mendapatkan orderan. 

Namun meski senior ataupun junior, gali dan mahasiswa biasa saja bertemu di angkringan, dan tidak terjadi apa apa selain hanya mengobrol ringan sok kenal.

Begitulah Jogja, di akhir 1999.

Ikuti tulisan menarik Muhammad Ali Alfikri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB