x

Iklan

Khairunisa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 April 2023

Sabtu, 8 April 2023 16:03 WIB

Opini Mengenai UU Cipta Kerja

Perkenalkan saya Khairunisa, saya merupakan mahasiswa Universitas Pamulang. Disini saya ingin beropini dan memberikan pandangan saya terhadap UU Cipta Kerja.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

UU Cipta Kerja 11 Tahun 2020 atau dikenal dengan Omnibus Act merupakan legislasi yang fenomenal. Undang-undang hak cipta dirancang dengan cepat, dan memiliki kelebihan dan kekurangan. Ada kesalahan di sana-sini, tetapi undang-undang hak cipta atas karya masih bergerak cepat dan diadopsi. Pelaksanaan UU Cipta Kerja dinilai positif dan negatif. Karena panjangnya undang-undang ini, kami tidak dapat membaca dan memahaminya, yang sangat sulit jika kami bukan ahlinya. Dan tampaknya undang-undang ini memang bermula dari penyakit lama birokrasi yang sangat serius.

Sehubungan dengan berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, maka mendesak untuk dilakukan perubahan peraturan terkait dengan pembinaan, perlindungan dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, guna meningkatkan ekosistem penanaman modal dan kecepatan, proyek strategis nasional, termasuk penguatan perlindungan dan kesejahteraan, ketenagakerjaan dilakukan melalui perubahan UU Dagang, yang tidak mendukung pelaksanaan sinkronisasi untuk menjamin percepatan penciptaan lapangan kerja, oleh karena itu diperlukan keberhasilan regulasi untuk menyelesaikan berbagai masalah. Beberapa undang-undang menjadi satu undang-undang yang komprehensif.

Presiden Jokowi resmi mengesahkan UU Hak Cipta pada 2 November 2020. Hal ini tidak wajar karena UU Hak Cipta atas karya yang dibentuk dengan metode omnibus law masih sangat asing bagi masyarakat Indonesia, meski metode ini sudah digunakan sejak lama. Sains sangat dikenal di Indonesia. Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) adalah formula pemerintah untuk memperkuat sektor keuangan, sehingga peraturan ini harus menguntungkan investor, pengusaha, penggiat usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), dan kesejahteraan perusahaan. Tak terkecuali Partai Buruh. Keberadaan UU Cipta Kerja menyebabkan perubahan paradigma konsep fiktif positif, dari fiktif positif wajib berdasarkan penilaian (absolute tacit approval) menjadi fiktif positif yang mengambang (floating tacit approval). UU Cipta Kerja mengatur tentang bonus yang diterima pegawai, bahkan lembur pun diatur. Menteri Tenaga Kerja (Menaker) Ida Fauziyah menjelaskan alasan dibuatnya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 Salah satu tujuan utamanya adalah perubahan struktural. Hal itu dilakukan dengan memangkas sejumlah regulasi yang menghambat investasi UU Cipta Kerja juga merupakan cara untuk memanfaatkan anugerah demografis Indonesia. Dimana Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan demografis, sebagian besar penduduknya merupakan usia kerja atau working age. Selain itu, lanjut Ida, UU Cipta Kerja juga menjadi alat penyederhanaan perangkat administrasi. Diharapkan undang-undang penciptaan lapangan kerja menemukan jawaban untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja, di sisi lain diharapkan undang-undang ini juga mampu membuka lebih banyak lapangan pekerjaan sehingga semakin banyak tenaga kerja yang terserap. Pada saat yang sama, undang-undang dapat menjadi penting dalam membasmi korupsi dan pemerasan secara umum. “Undang-undang ini merupakan alat untuk meningkatkan efisiensi aparatur pemerintah.

 Undang-undang ini juga penting untuk memberantas korupsi, karena menghilangkan sistem elektronik dapat menghilangkan pendapatan ilegal untuk menarik tenaga kerja Indonesia, sekaligus fokus pada keseimbangan daerah dan kemajuan di tingkat nasional. integrasi ekonomi yang menjamin lapangan kerja bagi semua warga negara, perlakuan yang adil dalam hubungan perburuhan.

 Ingat bahwa di masa lalu, undang-undang hak cipta untuk karya ini penuh dengan masalah di mana banyak orang sebenarnya tidak menyukai undang-undang tersebut karena beberapa alasan, termasuk penyebaran berita bohong di media sosial, yang akhirnya gagal dan membuat marah kalangan bawah. karena muatan proyek undang-undang ini sepertinya sangat menguntungkan pejabat publik atau pengusaha.

 Pendapat saya tentang karya ini menurut hukum hak cipta. UU Cipta Kerja ini menurut saya lebih memudahkan dan menguntungkan pengusaha atau PNS, tetapi merugikan bagi para pekerja yang bekerja di dalamnya, banyak pasal yang diubah dan dihapus dalam UU ini untuk mendapatkan UU Hak Cipta atas Ciptaan, misalnya. pencantuman pasal 88B dalam UU Cipta Kerja yang meliputi pengupahan dan gaji pekerja disesuaikan dengan satuan waktu dan hasil, yang menurut saya dapat merugikan pekerja, karena pasal ini dapat memberikan kebebasan kepada kontraktor atau sipil pelayan. memutuskan unit produksi yang diberikan kepada buruh atau pekerja sebagai dasar penghitungan upah (single price system), tidak ada jaminan bahwa sistem pengupahan tunggal akan menentukan atau jatuh di bawah upah minimum yang ditetapkan dalam industri tertentu.

 Karena Undang-Undang Hak Cipta menghilangkan persyaratan kontrak yang diatur dalam Bagian 59 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003, pengusaha dapat membuat kontrak berulang dan tidak terputus untuk penggunaan PKWT atau pekerja, memungkinkan PKWT (pekerja kontrak) untuk mengajukan klaim seumur hidup. tanpa disebut PKWTT (resmi). Artinya, tidak ada jaminan pekerjaan akan selesai atau pekerjaan aman, meskipun UU No. 13 Tahun 2003 memiliki masa kontrak maksimal 5 tahun untuk PKWT atau pekerja kontrak. Pasal 156 tentang pemecatan, di mana UU Hak Cipta menurunkan nilai pemecatan seorang pekerja dari gaji 32 bulan menjadi gaji 25 bulan (19 bulan dibayar oleh pemberi kerja dan 6 bulan sebagai kompensasi dibayarkan oleh pemberi kerja). BPJS Ketenagakerjaan). Hal ini jelas merugikan tenaga kerja Indonesia, karena nilai jaminan hari tua dan jaminan hari tua tenaga kerja Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan banyak negara ASEAN. Selain itu, UU Hak Cipta juga menghapus Pasal 66 tentang Outsourcing dan juga menghapus 5 (lima) jenis pembatasan tenaga kerja yang tertuang dalam Pasal 66, yang hanya memperbolehkan pekerja outsourcing untuk memberikan jasa kebersihan, pelayanan dan pemeliharaan. Tanpa membatasi jenis pekerjaan yang menggunakan tenaga kerja subkontrak, semua jenis pekerjaan utama atau inti dalam suatu bisnis dapat menggunakan tenaga kontrak, yang disebut perbudakan modern. Dalam sistem outsourcing, karyawan tidak mengenal upah, asuransi kesehatan, keamanan cyber, dan sudah pasti mereka bertanggung jawab atas masa depan karyawan. Oleh karena itu, KSPI mensyaratkan dalam UU No. 13 Tahun 2003. Selain itu, hilangnya jaminan sosial akibat pemberlakuan upah per jam. Dan penghapusan sanksi pidana atas pelanggaran ketenagakerjaan yang dilakukan oleh pengusaha. Hal ini membuat pengusaha enggan untuk patuh karena tidak ada disinsentif untuk merugikan pekerja dan kesetaraan, solusinya harus hak cipta atas karya ini.

Ikuti tulisan menarik Khairunisa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu