Kultus Zigot

Sabtu, 8 April 2023 16:19 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Cerpen Kultus Zigot. Sains bisa bermanfaat. Bisa juga jadi malapetaka. Begini ceritanya: Tertampak pola konsep cara pandang terperangkap tong kosong nyaring bunyinya, terjadi kelangkaan berpikir kritis teruji. Gagap semesta serangkaian sosok yel-yel itu, ketika, kaleidoskop historis melempar pertanyaan moral sangat sederhana, mengenai tata laku kesantunan di ruang publik.

Akibat sinaran radiasi spektrum, dia tumbuh menjadi gen terkait sel invalid-menjadi gigantik dengan kepekaan inteligensi tak terduga.

"Ini tak mungkin terjadi. Perpaduan itu barangkali penyebabnya."

"Bagaimana mungkin!" Kesal. Menyesal.

"Tapi dia memiliki sensibilitas prima melebihi makhluk pada umumnya di kemudian waktu."

"Semacam instingtif?"

"Bisa dibilang begitu."

"Serupa tapi berbeda."

"Gawat!" Keduanya terperangah.

**

Perkotaan berjalan kehidupan sebagaimana lazimnya. Perdetik terjadi korban serupa pembunuhan identik. Darah mengering, tubuh si korban kempis melekat ketat seperti lem sepatu di tempat jenazah ditemukan. Tak semudah membaca telapak tangan, menyelidik serial misteri pembunuhan itu. 

Petugas ahli perubahan mikroorganisme gigantik, pusing berkeliling di otak mencuat ke serambi kepala, terasa bagai pecah berkeping. Petugas penertiban kota setempat menganggap hal itu kriminalitas umum, bukan kasus luar biasa. 

Standar prosedur, mati akibat dibunuh, pelaku tak terungkap, misterius, selesai. Kasus ditutup. Namun, jika mau sedikit lebih saksama, apabila mengamati gejolak kejadian kejahatan tersebut, terurai terbuka berkesinambungan. 

Sosok korban terlihat di tempat umum, tidak disembunyikan, tak ditemukan pula unsur sidik jari, tangan ataupun kaki, tak pula ada cercah jejak apapun. Sekeliling mayat bersih terkendali, situasi sekitar korban baik-baik saja, tak ada apapun porak-poranda atau fakta muskil sebagai petunjuk awal.

Lama kelamaan kepanikan kota semakin terasa. Pada jam tertentu terjadi kemacetan luar biasa, total. Akibat penghuni kota serempak pulang, selepas kerja. Barangkali paranoia massa telah terpicu kejadian serial pembunuhan misterius itu, bergulir hari demi hari. Klakson berteriak nyaring gegap-gempita berseling sirene ambulans.

Bagaikan yel-yel anarkisme pengganggu ketertiban umum, seolah-olah tak ada lagi pantun perduli tutur gurindam. Menganggap puisi modern lebih efektif untuk sekadar berteriak, di tengah moral berpikir tertib normal, baik-baik saja.

Tertampak pola konsep cara pandang terperangkap tong kosong nyaring bunyinya, terjadi kelangkaan berpikir kritis teruji. Gagap semesta serangkaian sosok yel-yel itu, ketika, kaleidoskop historis melempar pertanyaan moral sangat sederhana, mengenai tata laku kesantunan di ruang publik.

**

Meskipun kota telah terjadi panik massal akibat peristiwa pembunuhan misterius, petugas setempat belum berhasil mengungkap pelaku kegilaan itu. Sekalipun telah bekerja siang-malam, sambung menyambung, bersatu teguh agar tak runtuh oleh misteri peristiwa tersebut. Semakin hari bertambah kecepatan korban, berguguran.

Jam malam di berlakukan, kota dalam keadaan darurat. Patroli kendaraan keamanan bersenjata berat pada jam malam, ketat sambung menyambung, tak ada ruang bagi pelaku pembunuhan, untuk lolos dari lubang jarum. 

Namun, sebaliknya petugas ketertiban kota bagai mencari noktah di tumpukan jerami. Hingga terjalin kerjasama dengan para ahli genetika terlangka sekalipun. Namun, tak jua ditemukan pelakunya.

***

Jakarta Indonesiana, April 8, 2023.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufan S. Chandranegara

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Antumbra

Selasa, 2 Juli 2024 19:30 WIB
img-content

Eskrim Pop Up (35)

Selasa, 25 Juni 2024 19:34 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
img-content
img-content
Lihat semua