Tiang listrik pertigaan menjadi saksi bisu dari lalu lalangnya sirkulasi orang yang lewat. Setiap orang sudah pasti memiliki tanggung jawab pada hari - hari yang digeluti. Seorang tukang nasi goreng mendorong gerobak sejak langit berwarna kunyit hingga ramai larut dalam sunyi. Dari gang kecil hingga jalan raya mulai dari orang asing hingga langganan. Dari keliling hingga menemukan tempang mangkal. Sepanjang aspal menyusun arah jalan selama itu ia menjadi saksi bisu perjuangan tukang nasi goreng mencari rupiah dengan jerih payahnya.
Sodet menari indah di atas wajan besi dengan besi beradu mendendangkan alunan nada yabg menjadi tanda perut lapar segera terisi. Adi orang asli Tegal mengadu nasib di Jakarta mencari peruntungan menaikkan taraf hidupnya. Bermodal niat sekeras baja dan kemampuan memasak yang dipelajari di kampung halaman. Ia yakin menyajikan santap malam bagi pencari rupiah dari berbagai penjuru daerah Jakarta.
Sebagai pusat ekonomi sudah pasti tidak hanya Adi yang berprofesi sebagai tukang nasi goreng teman sekampungnya juga melakukan pekerjaan yang sama. Bahkan orang - orang dari berbagai daerah menggeluti hal yang sama. Meski sesama tukang nasi goreng sudah pasti memiliki cita rasa tersendiri. "Rejeki sudah ada yang ngatur." Ucap Adi.
Dia yakin begitu dan hanya perlu melakukan yang terbaik. Dibalik suara kompor yang tenor ada harapan seorang kepala keluarga. Berjuang menyekolahkan anaknya setinggi mungkin dengan harapan menaikkan derahat keluarga. "Anak saya harus lebih dari saya." Kata Adi sambil mendorong gerobak menghidupi mimpinya. Biarpun tidak sekolah tinggi tidak putus asap untuk bermimpi. Sebagai kepala keluarga sudah pasti menjadi obor penerang anak - anaknya untuk berani mewujudkan mimpi.
Ikuti tulisan menarik Lekhana Olan lainnya di sini.