x

Ilustrasi Seppuku, Sketsa oleh L. Cr\xe9pon adaptasi dari lukisna Jepang 1867, Wikipedia

Iklan

hanan faqih

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 April 2023

Senin, 10 April 2023 07:50 WIB

Seppuku: Bunuh Diri Terhormat Samurai Jepang

Seppuku adalah ritual bunuh diri yang ada di Jepang sejak zaman dahulu kala. Seppuku sering dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kesetiaan yang lebih kepada tuan atau atasannya, biasanya seppuku dilakukan untuk memperlihatkan kesetiaan dengan cara membelah perutnya sendiri.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ditulis oleh: Hanan Faqih_Universitas Airlangga_Fakultas Ilmu Budaya

 

Pendahuluan

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Jepang memiliki sejarah dan kebudayaan yang ada sejak dahulu kala, bahkan Jepang juga memiliki suatu era tersendiri yang terbagi menjadi beberapa tahapan, yang menceritakan bagaimana perkembangan dari masa ke masa. Para arkeolog juga telah menuliskan catatan panjang yang dimulai dari era Jomon. Era Jomon tertulis dari 1300 SM - 300 SM, yang menjadikan masyarakat Jepang pada masa itu dikenal sebagai pemburu, penangkap ikan, pengumpul makanan (food gatherer) dan masyarakatnya hidup dengan bersifat nomaden.

Sejarah panjang tertulis menginformasikan Jepang juga memiliki era Yayoi. Era Yayoi tertulis dari 300 SM – 300 M. Pada masa ini mulai dikenal teknologi logam yang diimpor dari Korea. Pada masa ini, kebudayaan menanam padi mulai diketahui. Kebudayaan agraris seperti ini mendorong pembentukan kelas di masyarakat dan penyatuan masyarakat pertama kali dibawah kekuasaan seorang tuan tanah. Pada era Yayoi juga dituliskan bahwa Jepang pada era itu memiliki seorang ratu yang berkuasa, yaitu ratu Himiko.

Masa selanjutnya adalah Era Kofun yang disebutkan ada pada tahun 300 M – 538 M. Dinamakan era Kofun karena diambil dari nama komplek pemakaman (Kofun) pemimpin politik saat itu. Pada era Kofun juga sudah terdapat seorang kaisar yang memimpin rakyat yang terletak di dataran Kinai. Pada era Kofun juga, terbentuklah persatuan di Jepang, yaitu persatuan Yamato yang kini masuk perfektur Nara. Persatuan ini terbentang dari Kyushu hingga dataran Kinai, namun tidak termasuk Kanto, Tohoku, dan Hokkaido.

Pada era Yamato ini memiliki seorang kaisar yang menempati kepemimpinan paling tinggi. Kaisar pada era Yamato memimpin politik sekaligus spiritual. Yaitu kepercayaan terhadap roh-roh, atau kekuatan yang bersemayam di dalam sebuah benda. Pada era Yamato agama juga mulai diperkenalkan, yaitu agama Budha yang bermula diterimanya agama Budha di klan Soga.

Jepang juga menuliskan catatan sejarah tentang periode Nara 710 M-794 M. Berbeda dengan masa-masa sebelumnya di mana pusat pemerintahan selalu berpindah-pindah, pada 710 M dibangunlah ibu kota permanen dan pusat pemerintahan di Nara. Kuil kuil Budha juga banyak dibangun didalamnya. Pembangunan Nara sebagai sebuah kota meniru dari ibu kota dinasti Tang yang memerintah Cina daratan. Masa ini ditandai dengan semakin gencarnya impor kebudayaan dari Cina ke Jepang.

Selanjutnya ada era Heian yang pada saat ini dikenal dengan nama Kyoto. Pada masa kaisar Kammu ibukota dipindahkan ke Heian 794 M - 1185 M. Heian memiliki arti kota damai dan tentram, hal ini dilakukan karena kuil-kuil Buddha yang banyak dibangun di Nara semakin lama memiliki pengaruh yang luas di masyarakat. Dan juga pada masa inilah era keemasan Jepang telah dimulai, karena dibuktikan dengan adanya kebudayaan nasional yang mulai terbentuk.

Selanjutnya Jepang mulai bersatu dengan dibawah kepemimpinan klan Tokugawa yang terjadi pada tahun 1603. Era ini juga disebut sebagai penanda mulainya periode Edo atau Tokugawa. Disebut periode Edo karena pusat pemerintahan dipindahkan ke Edo, yang sekarang adalah ibu kota Jepang, Tokyo. Pada periode Edo terdapat tingkatan kasta yang menempati kedudukan paling atas adalah seorang kaisar. Pada era inilah para samurai diperkenalkan. Tugas Samurai selain untuk pengamanan dan pertahanan di daerah, juga bertugas di bidang administrasi dan kemasyarakatan, seperti menentukan dan memungut pajak serta mengatur tata kemasyarakatan.

Isi

Pengertian Seppuku-

Secara umum Seppuku adalah ritual bunuh diri nagi seorang samurai karena telah gagal melakukan tugasnya dengan baik dan benar. Seppuku dilaksanakan dengan cara merobek perut samurai dengan cara merobek perut dan mengeluarkan usus untuk memulihkan nama baik samurai itu sendiri.

Ada dua istilah yang berbeda untuk menunjukkan satu hal yang sama pada tradisi bunuh diri di Jepang yaitu hara-kiri dan seppuku. Secara etimologis seppuku berasal dari dua buah kanji Jepang yaitu 切 dan 腹 .

Dalam pengucapan on-yomi Jepang sehari-hari kanji 切 juga dapat dibaca hara dan yang kedua kanji 腹 dibaca kiru. Setsu atau hara yang memiliki arti perut sedangkan fuku atau kiru yang memiliki arti memotong atau menyobek. Sehingga secara kebahasaan seppuku dapat diartikan memotong perut.

Sekilas memiliki arti dan maksud yang sama, namun pada kenyataannya hara-kiri dengan seppuku adalah dua hal yang berbeda. Meskipun dalam kanji memiliki arti harfiah yang sama, pemakaian kata ini memiliki aturannya sendiri.

Seppuku biasanya digunakan untuk menyebut tindakan bunuh diri dengan memotong bagian tubuh. Bukan hanya perut sendiri yang berlaku dikalangan samurai yang telah gagal melaksanakan tugasnya untuk melindungi masyarakat atau hal yang sulit untuk dimaafkan, sehingga membutuhkan pembersihan nama baik samurai yang dinyatakan gagal. Seppuku juga dapat ditemukakan dalam dokumen-dokumen resmi. Sedangkan hara-kiri memiliki pengertian memotong perut yang lebih luas yang belum tentu bunuh diri dan tidak harus selalu menunjukkan perut manusia.

Kegunaan seppuku bukan hanya untuk membersihkan nama dari individu seorang samurai itu sendiri, melainkan seppuku memiliki arti, maksud, dan tujuan yang luas. Seppuku adalah bunuh diri yang legal, yang dilakukan samurai Jepang untuk menebus dosanya, meminta maaf atas kesalahannya, menghindarkan aib, menyelamatkan klan-nya dari aib. Selain itu juga, seppuku digunakan untuk membuktikan keikhlasan dan ketulusannya terhadap klan ataupun kedudukan yang lebih tinggi dari individu yang akan melakukan seppuku.

Dari pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa seppuku adalah bunuh diri legal untuk kalangan samurai dengan cara merobek perutnya sendiri yang bertujuan untuk menunjukan kesetiaan dan keberaniannya dalam bertanggung jawab.

Ritual Seppuku sendiri memiliki sejarah yang sudah ada sejak zaman kuno, namun tidak semua Seppuku memiliki arti bunuh diri. Oleh karena itu diperlukan pembabakan evolusi tentang seppuku. Pertama, jaman kuno atau

Fudoki. Kedua, Era Pertengahan. Ketiga, Era Perang Saudara. Keempat, Era Edo atau Era Tokugawa. Kelima, Era Pasca Edo atau Restorasi Meiji-sekarang.

1. Seppuku Zaman Kuno

Seppuku zaman kuno ini ditemukan dalam catatan Harima no Kuni Fudoki. Seppuku pada zaman kuno ini tidak seperti yang masyarakat kenal dengan cara memotong perut samurai. Pada zaman kuno ini seppuku dilakukan dengan cara memotong perut rusa, dengan tujuan menyembahkan pengorbanan untuk mendapatkan kesuburan.

Seppuku zaman kuno ini bukan untuk kesuburan seorang wanita agar mendapatkan keturunan, melainkan untuk kesuburan tanah. Dalam hal ini kita perlu mengingat kebudayaan masyarakat Jepang pada zaman itu sudah memulai bercocok tanam, yang artinya negara yang agraris.

Petani Jepang saat itu meyakini jika darah rusa yang telah dipotong melalui perut lalu mengalir dari perut rusa dan membasahi tanah mereka, maka akan berpengaruh pada tingkat kesuburan tanah pertanian yang pada akhirnya juga berpengaruh pada penghasilan mereka sebagai petani. Hingga saat ini kebiasaan ini masih dilakukan dibeberapa wilayah Jepang dengan mengganti rusa dengan boneka rusa.

2. Seppuku Di Era Pertengahan

Pada era pertengahan ini lebih tepatnya terdapat pada periode Heian. Periode yang penting bagi pembentukan sejarah Jepang. Pada ini seppuku mulai berubah ke bentuk yang kita kenal sekarang. Suatu bentuk bunuh diri dengan merobek perut manusia.

Pada masa ini seppuku mulai dilakukan dengan cara merobek perut menggunakan pisau sendiri. Namun pelaku seppuku biasanya tidak langsung menemui ajalnya. Sehingga mereka mengalami kepedihan dan kesakitan yang luar biasa. Untuk mempercepat kematian, setelah merobek perut, biasanya para pelaku seppuku memotong urat nadi mereka sendiri baik itu yang dipergelangan tangan, punggung, atau leher agar kematian segera menjemput mereka dengan tujuan untuk tidak merasakan kesakitan dan kepedihan yang luar biasa.

Meskipun belum sempurna, namun praktek seppuku pada masa ini sudah mulai membentuk pola yang dikenal hingga sekarang. Bentuk seppuku pada masa inilah yang kemudian disebut dengan pola seppuku asli.

3. Seppuku Era Perang Saudara

Pada era ini, seppuku ditujukan bukan untuk orang yang bersalah, melainkan seppuku ditujukan kepada pengikut tuannya. Kesetiaan yang besar dari seorang pengikut mendorong pengikutnya untuk melakukan seppuku. Pada era ini tidak semerta-merta tuan para pengikut untuk memerintah pengikutnya melakukan seppuku, melainkan pada era ini terdapat perang saudara yang menewaskan ketua klan atau pemimpin. Sebagai tanda kesetiaan terhadap tuannya yang tewas, para pengikut melakukan seppuku.

4. Seppuku Di Era Tokugawa

Pada era Tokugawa lagi-lagi seppuku menjadi harga paling mahal untuk sebuah kesetiaan terhadap tuannya. Kesetiaan yang ditunjukkan salah satunya dengan cara melakukan seppuku. Pada era ini para samurai memiliki semangat dan kesetiaan yang tinggi, sehingga dengan kesadaran sendiri, seorang samurai akan melakukan seppuku untuk menghindari aib pada dirinya maupun klannya.

Pada era Tokugawa ini, seppuku sempat dilarang secara institusional. Melakukan seppuku karena ingin mengikuti majikannya yang mati, menurut Ieyasu Tokugawa adalah perbuatan bodoh. Pemerintah juga menyebarkan aturan mengenai hal ini dan mengancam mereka yang tetap melakukannya untuk dihukum dengan cara menghukum keluarga pelaku seppuku. Namun karena adat kesetiaan dikalangan samurai sudah mengakar maka praktek seppuku tetaplah dilakukan dikalangan samurai, bahkan jika seorang anggota keluarga melakukan seppuku dan keluarga lainnya mendapatkan hukuman dari pemerintah, maka anggota keluarga itu pun memilih hukuman seppuku bagi diri mereka.

Meskipun pada era ini dilarang, seppuku sebenarnya tidak hilang dari Jepang. Kaisar menjadikan seppuku sebagai salah satu hukuman bagi kaum samurai. Hukuman ini berbeda dengan rakyat biasa yang biasanya dihukum gantung atau pancung. Jadi yang dilarang adalah seppuku dilakukan seseorang karena keinginan pribadi untuk mengikuti kematian tuannya. Ini berbeda dengan era-era sebelumnya dimana seppuku hanya merupakan kesadaran pribadi untuk menjaga nama baik diri dan klannya.

Seppuku di era Tokugawa juga disempurnakan. Pelaku seppuku didampingi oleh seorang yang bertugas untuk memenggal kepalanya dan mempercepat kematian pelaku seppuku. Begitu juga dengan pelaksanaan seppuku. Pada era ini, pelaksanaan seppuku dilakukan melalui sebuah upacara yang baku yang harus dilalui oleh terhukum.

5. Seppuku Di Era Restorasi Meiji-Sekarang

Pada masa ini hak-hak kelas samurai mulai dibatasi. Termasuk Kirisute Gomen, sebuah hak yang dimiliki samurai untuk membunuh rakyat biasa atau yang statusnya lebih rendah, kalau mereka merendahkan samurai. Selain itu, pedang katana yang biasanya dibawa oleh para samurai juga dilarang. Seppuku pun dihapus dari hukuman resmi negara dan diganti dengan hukuman penjara atau hukuman lainnya.

Namun karena seppuku sudah ada sejak lama, maka seppuku tetap ada di zaman ini. Seppuku tetap muncul dan dilakukan oleh mereka yang mewarisi warisan budaya lama yang sulit untuk ditemui pada Jepang zaman modern. Pada zaman ini alasan untuk melakukan seppuku juga masih sama, yaitu dengan unsur kesetiaan.

kesimpulan

Ritual kebudayaan Seppuku bisa dinilai menjadi tolak ukur seorang pengikut terhadap tuannya. Meskipun demikian Seppuku jika dilakukan di zaman sekarang merupakan tindakan yang bodoh. Menukar nyawa manusia dengan kesetiaan adalah hal yang tidak sebanding. Pemilihan anggota tubuh bagian Perut dipilih karena mengikuti tradisi dan kepercayaan yang berkembang sebelumya. Keyakinan bahwa praktek seppuku ditunjukkan langsung oleh dewa dan darah yang keluar dari perut tersebut dapat menimbulkan kesuburan tanah hal yang sangat diharapkan oleh masyarakat Jepang yang menyandarkan hidupnya dari aktivitas agraris. Perut juga kemudian dipilih karena dianggap sebagai pusat emosi dan jiwa seseorang.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Ikuti tulisan menarik hanan faqih lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terkini